
Popularitas merupakan impian bagi banyak orang. Berbagai cara dilakukan untuk memperoleh ketenaran di mata publik. Di zaman sekarang yang sudah serba canggih, tentunya popularitas dapat diperoleh dengan mudah. Apalagi popularitas bisa menambah cuan yang tidak sedikit melalui media sosial. Beragam konten ditayangkan untuk menarik perhatian banyak orang. Bahkan omongan kotor, hinaan dan cacian berani dilakukan hanya untuk dikenal oleh orang lain. Jika kita memperhatikan latar belakang mereka, umumnya pelaku-pelaku tersebut berasal dari orang-orang jahil yang tidak memiliki latar belakang pendidikan agama dan moral yang kuat. Terkadang, sebagian besar dari mereka berasal dari kalangan penuntut ilmu, namun perbedaan pendapat membuat orang yang berseberangan opini menjadi musuh baginya.
Popularitas dalam Tasawuf
Dalam ilmu tasawuf, popularitas diistilahkan dengan hubbu syuhrah. Dan itu merupakan salah satu penyakit hati yang berbahaya karena dapat membawa kepada melakukan hal-hal yang diharamkan. Namun, cinta popularitas ini memang agak sulit dihilangkan lantaran itu merupakan bawaan yang disukai oleh fitrah manusia. Dalam agama, cinta ketenaran merupakan hal yang tercela, kecuali jika dimasyhurkan oleh Allah tanpa ada keinginan dalam hati untuk mendapatkan popularitas seperti Rasulullah, Khulafaur Rasyidin dan para alim ulama yang berjuang dalam menegakkan agama Allah dengan berdakwah.
Kita memang tidak tahu bagaimana niat para da’i ketika berdakwah, namun kita wajib berbaik sangka bahwa mereka menyebarkan syiar agama islam semata-mata karena Allah. Banyak riwayat yang menyatakan celaan terhadap orang yang mencari popularitas. hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman:
.حَسْبُ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يُشِيْرِ النَّاسُ إِلَيْهِ بِالْأَصَابِعِ فِيْ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ إِلَّا مَنْ عَصَمَهُ الله
Artinya: “Seseorang sudah cukup dianggap buruk jika dia suka ditunjuk-tunjuk dalam hal agama dan dunia, kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah.”
Dikutip dari kitab Ihya ‘Ulumuddin karangan Imam al-Ghazali bahwa Imam Bisyr pernah berkata:
مَا أَعْرِفُ رَجُلاً أَحَبَّ أَنْ يُعْرَفْ إِلَّا ذَهَبَ دِيْنُهُ وَافْتَضَحَ وَلَا يَجِدُ حَلاَوَةَ الْآخِرَةَ رَجُلٌ يُحِبُّ أَنْ يَعْرِفَهُ النَّاسُ
Artinya: “Tidak aku kenal seorang lelaki yang suka popularitas melainkan hilang dan buruklah nilai-nilai agama pada dirinya dan dia tidak akan mendapat kelezatan akhirat.”
Bagi para salafus shalih, popularitas merupakan satu hal yang sangat tidak mereka inginkan. Alih-alih senang dengan ketenaran, mereka justru menganggap hal itu sebagai musibah besar. Diriwayatkan oleh Imam Hasan bahwa suatu hari Ibnu Mas’ud keluar dari rumahnya, orang-orang pun beranjak mengikutinya, Melihat hal itu, Ibnu Mas’ud berkata: “Kenapa kalian mengikutiku, seandainya kalian tahu apa yang sebenarnya ada pada diriku sungguh kalian tidak akan mengikutiku.”
Tidak terkenal bukan berarti tidak hebat. Ketenaran bukanlah patokan tinggi atau rendahnya derajat seseorang di sisi Allah. Sebagian orang mampu untuk mendapat ketenaran namun memilih untuk khumul (menyendiri dari popularitas). Mungkin contoh yang paling besar dalam hal ini adalah Uwais Al-Qarni.
Beliau hidup dengan serba kesempitan sampai-sampai pamannya sendiri mengatakan Uwais itu orang gila, padahal dengan kapasitas ilmu yang dimilikinya beliau sangat mampu untuk menjadi seorang mufti, muhaddits bahkan qadhi yang membuatnya menjadi orang yang terhormat dan terpandang. Namun, meskipun tidak dikenal oleh penghuni bumi, beliau sangat dikenal oleh penghuni langit.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud disebutkan:
إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ كُلُّ أَشْعَثَ غَيْرَ ذِيْ طَمرَيْنِ لاَ يَؤُبُّهُ لَهُ الَّذِيْنَ إِذَا اسْتَأْذَنُوْا عَلَى الْأُمَرَاءِ لَمْ يُؤْذَنْ لَهُمْ وَإِذَا خَطَبُوْا النِّسَاءَ لَمْ يُنْكَحُوْا وَإِذَا قَالُوْا لَمْ يُنْصَتْ لِقَوْلِهِمْ حَوَائِجُ أَحَدِهِمْ تَتَخَلَّلُ فِي صَدْرِهِ لَوْ قُسِمَ نُوْرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى النَّاسِ لَوَسِعَهُمْ
Artinya: “Sesungguhnya calon penghuni surga itu berantakan dan tidak terurus, ketika meminta izin kepada pemerintah mereka tidak mendapat izin, dan ketika mereka melamar seorang gadis lamaran mereka ditolak, apabila mereka meminta bantuan tidak ada satupun yang mau menolong mereka, namun dalam hati mereka ada cahaya jika dibagikan kepada seluruh umat di hari kiamat nanti sungguh akan cukup untuk semuanya’’.
Suatu hari kota Madinah pernah dilanda musim kemarau yang dahsyat. Saat itu ada seorang lelaki saleh yang penampilannya tidak terurus dan selalu beribadah dalam Masjid Nabawi. Di saat penduduk Madinah sedang berdoa beramai-ramai agar Allah menyudahi kemarau, tiba-tiba si lelaki tadi datang melakukan shalat dua rakaat dengan cepat kemudian berdoa “Wahai Tuhanku curahkanlah hujan kepada kami.”
Dalam sekejap langit mulai mendung hujan pun turun dengan lebat sampai-sampai penduduk Madinah berteriak karena takut terjadi banjir besar. Di tengah hujan yang turun lebat, lelaki itu berkata: “Wahai Tuhanku, jika mereka sudah cukup dengan hujan yang engkau turunkan maka hentikanlah hujan itu.”
Hujan akhirnya berhenti dan si lelaki langsung pergi. Salah satu orang di situ mengikuti lelaki tadi sehingga ia tahu dimana rumahnya. Keesokan harinya dia datang ke rumah lelaki itu dan berkata: “Aku memiliki hajat padamu.”
“Apa itu?” tanya si lelaki.
“Aku meminta padamu untuk memanjatkan doa khusus untukku.” jawab si pendatang.
Lelaki itu berkata: ”Subhanallah, engkau datang kepadaku untuk meminta doa khusus, apa yang engkau tahu tentangku sehingga engkau melakukan itu, sesungguhnya aku selalu menaati perintah Allah dan menjauhi segala larangannya sehingga jika aku meminta sesuatu kepadaNya pasti akan dikabulkan’’.
Mengikis Cinta Popularitas
Lantas bagaimana cara menghilangkan rasa cinta popularitas? Tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu akar dari penyebab cinta popularitas. Menurut Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, penyebab utamanya adalah karena ingin memiliki kedudukan di sisi manusia. Hati orang yang seperti itu hanya tertuju pada menjaga pandangan makhluk dan memamerkan kelebihan di hadapan mereka. Hijrah ke tempat yang belum terdengar namanya merupakan cara yang paling efektif dalam membasmi rasa cinta popularitas.
Tentunya cara ini khusus untuk orang yang sudah terlanjur dikenal di daerah tempat dia berada. Adapun orang yang ada dalam hatinya cinta ketenaran namun belum dikenal oleh khalayak ramai maka solusinya adalah dengan dengan selalu merenungkan dampak negatif dari popularitas.
Setiap orang yang sudah terkenal pasti didengki oleh sebagian orang. Berbagai cara akan dilakukan untuk menjatuhkan reputasinya. Ditambah lagi kesibukan dalam menjaga nama baiknya. Ia harus selalu menjaga setiap ucapan, penampilan bahkan setiap gerak geriknya. Sehingga ia menyadari bahwa popularitas itu hanya membawaki kepada kesusahan dan kegundahan.
Baca Juga: Tasawuf dan Hubungan Sosial di Era Digital
Penulis: Syauqas Rahmatillah