
Tebuireng.online- Dalam rangka memperingati isra’ mi’raj, Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah (MASS) berkolaborasi dengan Tebuireng English Arabic Club menggelar 3 acara sekaligus, yang dihadiri oleh seluruh warga madrasah MASS, Kamis (30/01/2025). KH. Musta’in Syafi’i dalam mauidhah hasanah, sempat heran dengan acara yang digelar, pasalnya tidak ada hubungannya antara isra’ mi’raj dnegan muhadhoroh kubro apalagi dengan harlah NU, namun beliau kagum siswa MASS bisa mengkolaborasikan antar ketiganya.
Kiai Musta’in menerangkan mengenai perjalanan Rasulullah, mulai dari perjalanan darat dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho, dan mi’raj perjalan dari Masjidil Aqsho ke Sidrotul Muntaha atau langit ke-7.
“Rasulullah yang akan diterbitkan menjadi tokoh bumi, tidak hanya belajar di bumi, tapi terbanglah beliau, dalam peristiwa mi’raj, bisa disebut kuliah pendek, yang bisa membentuk pikirannya,” terangnya.
Selain itu, beliau menceritakan, pada tahun 80-an ada teleskop Hubble yang paling canggih secara mengejutkan bisa menangkap galaksi terjauh sejauh 35jt tahun cahaya.
“Sesungguhnya galaksi bintang-bintang yang kita lihat itu, sesungguhnya di langit berapa? Surat Al Mulk menjawab bintang-bintang itu masih berada di tataran pertama, langit paling bawah, sedangkan rasul terbang itu melintasi 7 langit, jadi tinggal mengalikan saja berapa lama waktunya,” ceritanya.
Beliau melanjutkan, bahwa menurut ahli fisika, Albert Einstein ‘tidak mungkin ada benda padat terbang melampaui kecepatan cahaya, pasti berantakan’, lalu pertanyaannya, Rasulullah terbang ke langit ketujuh itu pakai apa? Jawabannya adalah wallahua’lam, tinggal imannya saja.
Tak hanya itu, dalam perjalanan ke langit ketujuh, lanjutnya, Rasulullah juga bertemu dengan nabi dan rasul terdahulu, dan saat akan pulang Rasulullah diberi oleh-oleh dari mi’raj adalah sholat.
“Yang menghadang terlebih dahulu siapa? Nabi Musa, karena Nabi Musa senior, terus Nabi Muhammad bilang ke Nabi Musa, Allah menyuruh shalat 50 waktu, lalu disuruh kembali lagi oleh Nabi Musa, sampai 9 kali bolak-balik ke Sidratul Muntaha,” tegasnya.
Selain itu, Mudir 1 PP. Madrasatul Qur’an ini juga bercerita tentang sosok Gus Dur yang menurut beliau tidak cocok menjadi guru.
“Saya pernah diajar Gus Dur tentang falsafat, saya ini ketika S2 di Jogja dipertemukan di perpustakaan Kristen sekitar tahun 74/75, Gus Dur itu sudah menulis filsafat di majalah itu. Waktu itu Tebuireng masih jahiliyah, tapi kok Gus Dur sudah sampai situ, dan mengajar saya. Saya bilang, Gus Dur itu tidak bakat menjadi guru yang setapak-setapak, bakatnya menjadi guru bangsa yang memiliki pemikiran jauh ke depan,” ungkapnya.
Terakhir, beliau berpesan kepada seluruh siswa, “Kalau kamu diberi ilmu banyak dari Allah, yang terpenting adalah manfaat, ikhlas, dan tawadlu’. Jadi doanya guru itu betul-betul menyalur di situ tanpa mempertimbangkan sejauh mana keilmuannya. Kalau bisa ya pintar dan benar (perilakunya), atau benar dan pintar. Tapi kalau disuruh memilih, pilihlah benar (perilakunya) meskipun tidak pintar. Daripada pintar tapi tidak benar. Sebab benarnya orang pintar itu sulit, sedangkan memintarkan orang benar itu mudah. Tinggal disuruh kuliah itu sudah betul,” katanya.
“Madrasah Aliyah ini, membekali kalian pintar sekaligus benar. Inilah yang diharap oleh madrasah, pengasuh dan leluhur kita,” pesan beliau kepada seluruh santri yang hadir.
Beliau juga menambahkan, “Jika kalian nanti mau mengabdi ke NU, mengabdilah ke NU seperti Hadratussyaikh, beliau mengabdi itu karena cinta bukan karena jabatan,” pungkasnya.
Pewarta: Albi