sumber ilustrasi: diygenius.com

Oleh: Al Fahrizal*

Disadari atau pun tidak, bumi yang kita diami saat ini tengah menghadapi krisis lingkungan yang sangat serius. Pemanasan global, perubahan iklim, degradasi hutan, deforestasi, pencemaran, dan sampah plastik hanyalah sebagian dari deretan persoalan yang kian mengkhawatirkan. Situasi ini jelas tidak bisa dibiarkan. Upaya penyelamatan bumi harus segera dilakukan, mulai dari diri kita sendiri, masyarakat, pemerintah, hingga seluruh pemangku kepentingan terkait.

Laporan terbaru Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2021 bahkan memproyeksikan bahwa dalam 10-15 tahun ke depan, kondisi ini akan semakin parah. Suhu global diprediksi naik 1,5°C di atas level pra-industri, produksi pangan global turun 5-10%, serta kejadian cuaca ekstrem seperti badai tropis, banjir, dan kekeringan meningkat hingga 20-40%. Sekilas informasinya hanya terlihat seperti deretan angka yang tidak penting, sesekali kita abai terhadapa situasi yang tengah diderita, maka bencana, bencana, dan bencana. Itulah yang akan terjadi selanjutnya.

Lantas, bagaimana solusi holistik yang dapat ditawarkan untuk mengatasi krisis lingkungan ini? Salah satu perspektif yang menarik untuk dikaji adalah melalui kacamata kaidah-kaidah fikih (qawaidul fiqhiyyah).

Konsep-konsep dalam fikih Islam memiliki potensi besar untuk menjadi landasan dalam melestarikan bumi. Prinsip-prinsip seperti menjaga lingkungan, menghindari kerusakan, serta mendahulukan kemaslahatan umum dapat diterjemahkan ke dalam aksi nyata penyelamatan bumi. Mari kita eksplorasi lebih lanjut bagaimana pemecahan masalah lingkungan dapat dipotret melalui kacamata qawaidul fiqhiyyah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ketika terjadi problem yang berkaitan dengan lingkungan, ada satu landasan pacu dalam Islam yang perlu kita jadikan referensi bahwa isu lingkungan adalah hal yang perlu menjadi perhatian serius. Al-Qur’an menerangkan kepada manusia

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا 

Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. (Al-‘Araf: 56)

Melalui ayat ini Ibn ‘Asyur (1392 H) dalam kitab At-Tahrir wa at-Tanwir menafsirkan bahwa yang termasuk dalam merusak bumi ialah merubah benda-benda atau hal yang baik menjadi berbahaya, menghilangkan kemanfaatan, merusak sistem dan usaha-usaha yang baik. Maka secara umum, pemahaman Ibn ‘Ashur tersebut menggambarkan tindakan-tindakan yang dapat merusak atau menghancurkan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Ini mungkin mengacu pada skenario di mana sesuatu yang semula positif diubah menjadi negatif atau berbahaya, atau ketika hal-hal yang berguna dihilangkan atau dirusak.

Maka dari itu, dari pada ayat di atas muncul turunan Hadis Nabi SAW yang kemudian dipahami oleh para ulama menjadi beberapa kaidah fiqh yang begitu relevan dengan tema konservasi lingkungan, hadis tersebut yaitu:

لا ضَرَرَ ولا ضِرَارَ

Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh ada sesuatu yang membahayakan.

Dari hadis ini para ulama kemudian memunculkan beberapa kaidah turunan, adapun yang dapat kita kaitkan dengan isu lingkungan ialah kaidah-kaidah berikut:

  1. Al-Dhararu Yuzalu (Kemudharatan harus dihilangkan)

Kaidah ini merupakan kaidah turunan atau kaidah yang berangkat dari hadis Nabi di atas. Bahwa segala sesuatu yang beraroma bahaya dan dapat membahayakan harus segera dihilangkan ketika sudah terjadi. Maka dalam konteks masalah-masalah lingkungan yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia itu harus segera dilakukan upaya penanggulangan. Misalnya, pencemaran air, tanah, dan udara harus segera diatasi agar tidak menimbulkan dampak yang lebih besar.  

  1. Ad-Dararu la Yuzalu bi ad-darari (Kemudharatan tidak dapat dihilangkan dengan yang serupa).
    Satu kaidah yang sangat penting menjadi acuan dalam menanggulangi pelbagai problem lingkungan ialah kaidah ini. Upaya menanggulangi permasalahan lingkungan memang merupakan niat yang baik, akan tetapi upaya tersebut jangan menjadi masalah lain di kemudian hari. Logika ini sangat penting diresapi oleh kita semua. Agar dalam menyelesaikan masalah, tidak dengan masalah lagi.
  2. Tasharruf al-Imam ‘ala ar-Ra’iyyah Manuthun bi al-Maslahah (Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya terikat dengan kemaslahatan),

Terakhir kaidah inilah yang paling penting dalam mewujudkan lingkungan yang aman. Karena melalui kaidah fiqh yang satu ini, di mana peranan pemangku kebijakan dapat membawa pengaruh besar terhadap suatu perubahan, khususnya terkait PR konservasi alam lingkungan. Maka seorang pemimpin harus dapat membuat suatu kebijakan yang berkonotasi pada kemaslahatan umat, serta tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Karena jika hanya fokus pada pembangunan yang memberikan dampak baik pada umat, tanpa mempertimbangkan akibat kerusakan alam yang dihasilkan dari pembangunan tersebut, maka sama bermasalah dan bertentangan dengan kaidah berikut ini,

  1. Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Masholih (mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada membangun kemaslahatan)

Dalam kitab Al-Wajiz karangan Syekh Muhammad Shidqi Ali Burnu mengatakan bahwa sauatu kasus terjadi terdapat mafsadah dan maslahah secara bersamaan, maka lebih didahulukan untuk menghilangkan kerusakan daripada membangun kemaslahatan, kecuali jika kerusakan tersebut terbilang kecil dan tidak berdampak besar. Karena jika mengikuti tuntunan syariat Islam, maka meninggalkan hal-hal yang dilarang syara’ itu lebih utama dari pada hal-hal yang diperintah.

Kaidah ini tentunya dapat kita tarik ke isu lingkungan, bahwa permasalahan lingkugan merupakan PR besar yang mesti segera diselesaikan, inilah prioritas utama kita bersama saat ini. mencegah kerusakan alam semesta harus didahulukan sesuai dengan kaidah di atas.

Terakhir, menghadapi krisis lingkungan yang serius, seperti pemanasan global, perubahan iklim, degradasi hutan, pencemaran, dan sampah plastik, maka Islam, melalui kaidah-kaidah fikih (qawaid al-fiqhiyyah), memiliki potensi besar untuk menjadi landasan dalam melestarikan bumi. Prinsip-prinsip Islam seperti menjaga lingkungan, menghindari kerusakan, dan mendahulukan kemaslahatan umum, dapat diterjemahkan ke dalam aksi nyata penyelamatan bumi. Terebih lagi sebagai seorang muslim kita harus lebih peduli terhadap lingkungan dan alam semesta, dengan menggunakan ajaran Islam yang luas dan komprehensif sebagai panduan.



*Santri Tebuireng.