
Kemana Sunyi Itu
Ini sepi bukan mati
barangkali sunyi masih rindu
seperti batang daun bercumbu
serpihan masa laluku mengembara
mencari kabar yang tersembunyi
lalu bertanya pada zaman
kemana gubuk hijau?
kemana nyanyian nyanyian gadis desa?
kenapa suling tua bisu?
zaman berkata
mereka mati ditelan olehku
Lembar Kenangan
Sobekan waktu masih tereja
mengulas detik-detik kenangan
bersamanya
peluh perih bahagia pernah singgah
ketika catatan kecil berkata
bagaimana mungkin abu tak terbakar
sedang bara api terus menjulurkan lidah
ini sepotong dari sekian lembar kisah
ku lukis dalam pigura hatiku
Malam Berkedip
Malam ini mengalir damai
berkedip santai tersenyum sinis
alunan tawa bertalu-talu
takdir terus memburu waktu
kunang-kunang berlomba
menusuk sudut ruangan
malam bercerita tentang rindu
mengajakku berkaca pada sejarah
ketika ku melihat
sejarah membentakku hingga bangun
diriku telah merangkak senja
tak mungkin aku mengejar pagi
karna senja tak mungkin
berhenti mengejarkú
Dingin Menyapa Langit
Dingin bertamu di malam
menyapa serempak doa yang
terkekang resah
menghadirkan titik ketenangan
di ladang hati yang makin gelisah
merampas hangat yang terus
menyelubung raga
malam yang setia
menemani setiap ekspresi
yang terucap
mampu menggeser mata dunia
untuk berubah arah
menyoroti setiap derap langkah
yang membekas tiada terlupa
Jika Aku
Jika aku harus melangkah
namun semua orang menginjak
maka aku tak melangkah berpijak
jika aku harus merangkai kata
namun semua orang tertawa menghina
maka aku tak bersuara
jika aku harus diam
namun semua orang mengecam
maka aku tinggalkan diam
jika aku benar dan berjuang
jika aku tak sesat
jika aku kuat dan bukan penghianat
namun semua orang tetap menghujat
melemahkan, mencela, meninabobokan hal itu
wajar jika aku terperangkap dalam gelisah
Jombang, 6 April 2025
Penulis: Amalia Dwi Rahmah