Sebuah ilustrasi kegaduhan pikiran anak saat tak mampu mengikuti semua kehendak orangtua. (sumber: schoolofparenting)

Menjadi anak yang baik, yang selalu berusaha menjalankan segala perintah orang tua dengan penuh kesadaran, mungkin adalah impian hampir setiap anak. Dalam pikiran banyak orang, jika kita sudah rajin, tidak membangkang, serta berusaha membantu orang tua sebisanya, sudah seharusnya kita dianggap anak yang mengerti. Tetapi kenyataannya, meskipun kita merasa sudah melakukan segalanya dengan baik, seringkali ada satu momen di mana kita merasa seperti gagal total di mata orang tua.

Ada kalanya, meskipun kita merasa sudah menjalankan tugas sebagai anak dengan benar, segala usaha tersebut bisa terhapus hanya karena satu hal kecil yang entah datangnya dari mana. Situasi rumah menjadi runyam, dan kita tiba-tiba dicap sebagai anak yang tidak mengerti, tidak paham keadaan orang tua, atau bahkan dianggap tidak pernah berbuat apa-apa untuk keluarga. Saat itulah, kita mulai merenung, bertanya-tanya dalam hati: apa yang sebenarnya dimaksud dengan “mengerti” itu? Dan seberapa sulit sih menjadi anak yang benar-benar paham dengan keadaan orang tua?

Pernahkah kalian merasa sudah berusaha semaksimal mungkin, sudah menuruti segala keinginan orang tua, dan bahkan lebih dari itu, berusaha menjaga jarak agar tidak pernah menyakiti mereka? Namun, seolah-olah itu tidak pernah cukup. Semua hilang begitu saja dalam sekejap ketika ada satu hal kecil yang terlewat. Mungkin itu adalah ketidaksempurnaan dalam sikap, mungkin itu adalah kegagalan untuk memahami kebutuhan emosional orang tua, atau mungkin itu adalah ketidaktahuan kita dalam membaca situasi.

Perasaan ini sangat menyakitkan. Rasanya kita sudah memberikan segalanya, namun tetap saja tidak dihargai. Kita merasa seperti gagal menjadi anak yang baik. Namun kenyataannya, di balik semua usaha kita, ternyata ada dimensi lain dalam hubungan antara anak dan orang tua yang sering kali luput dari pemahaman kita. Dimensi ini mungkin bukan tentang seberapa banyak yang kita lakukan, tetapi lebih pada seberapa dalam kita benar-benar memahami orang tua kita sebagai manusia, bukan hanya sebagai figur otoriter atau pemberi perintah dalam hidup kita.

Bicara soal menjadi anak yang mengerti, kita sering kali terjebak dalam pemikiran bahwa mengerti itu berarti menuruti apa yang orang tua inginkan atau mendengarkan apa yang mereka perintahkan. Memang benar, sebagai anak, kita perlu menghormati dan menaati orang tua, namun apakah itu cukup untuk dikatakan “mengerti”? Terkadang kita terlalu fokus pada hal-hal yang bersifat fisik dan tampak, seperti membantu pekerjaan rumah, memenuhi kebutuhan mereka, atau hanya sekadar patuh pada aturan yang mereka buat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Baca Juga: Prinsip Perkembangan dan Peran Orang Tua dalam Parenting Modern

Namun, apakah kita benar-benar memahami keadaan mereka di balik semua tindakan itu? Apakah kita mengerti betapa capeknya mereka berjuang untuk keluarga, betapa mereka juga punya emosi dan harapan yang tidak bisa mereka ungkapkan dengan mudah? Kadang, dalam kesibukan kita untuk menjadi anak yang baik dengan cara memenuhi tugas-tugas yang terlihat jelas, kita lupa bahwa menjadi anak yang mengerti adalah tentang merasakan dan memahami emosi orang tua, bukan sekadar menuruti apa yang mereka bilang.

Mengerti keadaan orang tua memang bukan hal yang mudah. Kita sering kali terjebak dalam rutinitas yang sudah begitu melekat, tanpa pernah benar-benar menyelami perasaan orang tua kita. Terkadang, kita merasa cukup dengan memberi bantuan fisik seperti membantu membersihkan rumah atau berbagi sedikit rejeki, padahal yang mereka butuhkan mungkin bukan itu. Apa yang sering terabaikan adalah perhatian, waktu, dan kepekaan terhadap perasaan mereka.

Menjadi anak yang benar-benar mengerti bukan berarti kita harus menjadi sempurna dalam segala hal. Justru, itu adalah tentang ketulusan untuk benar-benar mendengarkan dan berusaha memahami. Mengerti berarti kita tahu kapan orang tua membutuhkan perhatian lebih, kapan mereka merasa lelah, atau kapan mereka hanya membutuhkan seseorang untuk berbicara tanpa takut dihargai atau dihakimi. Ini adalah proses yang membutuhkan kepekaan, pengorbanan, dan, yang terpenting, empati yang tulus.

Namun, dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan seperti sekarang, kita sering kali terjebak dalam ego dan tuntutan hidup kita sendiri. Kita lebih sering memikirkan karier, kehidupan sosial, dan kebutuhan pribadi, sementara orang tua kita mungkin merasa kesepian atau terabaikan. Terkadang, mereka tidak menginginkan bantuan fisik atau materi, tetapi mereka hanya ingin merasa dihargai dan dimengerti, dalam arti yang lebih mendalam dan emosional.

Salah satu hal yang sering kali kita abaikan adalah perhatian. Sebagai anak, kita mungkin merasa bahwa kita sudah cukup memberi perhatian dengan cara-cara kita sendiri. Kita berpikir, “Aku sudah cukup mendengarkan, aku sudah cukup membantu, aku sudah cukup memberi.” Namun, apakah itu cukup untuk mengisi ruang kosong yang ada di hati orang tua kita? Kita mungkin tidak menyadari bahwa terkadang, yang mereka butuhkan bukan hanya perhatian yang terlihat, tetapi perhatian yang datang dari hati dan pemahaman yang mendalam tentang apa yang sedang mereka rasakan.

Menjadi anak yang mengerti, dalam hal ini, bukan hanya sekadar memenuhi kebutuhan fisik mereka, tetapi juga memahami apa yang mereka alami secara emosional. Sering kali kita gagal untuk membaca ekspresi atau bahasa tubuh mereka yang tidak terucapkan. Mereka mungkin tidak mengatakan bahwa mereka lelah atau merasa tertekan, tetapi sebagai anak, kita seharusnya bisa merasakannya. Perhatian yang kita berikan mungkin terlihat sepele, tetapi jika kita tidak melakukannya dengan sepenuh hati, maka perhatian itu tidak akan pernah cukup.

Baca Juga: Pentingnya Orang Tua Melibatkan Diri di Dunia Anak

Sering kali kita baru menyadari apa yang sebenarnya dimaksud dengan “mengerti” setelah kita melewati sebuah proses yang cukup menyakitkan. Proses ini bisa datang dalam bentuk kritik dari orang tua, ketegangan dalam hubungan, atau bahkan penyesalan yang mendalam setelah kehilangan kesempatan untuk benar-benar mendengarkan mereka. Ketika orang tua merasa tidak dipahami, itu adalah pertanda bahwa kita belum sepenuhnya mengerti keadaan mereka. Dan itulah titik dimana kita harus merenung apakah kita benar-benar sudah cukup peka terhadap perasaan mereka, atau kita hanya terlalu sibuk dengan rutinitas kita sendiri?

Memahami orang tua bukan hanya tentang menuruti apa yang mereka katakan, tetapi tentang membangun hubungan yang lebih dalam. Ini adalah proses yang tidak mudah dan kadang menyakitkan, tetapi pada akhirnya, itulah yang akan memberi kita pemahaman yang lebih besar tentang bagaimana menjadi anak yang tidak hanya taat, tetapi juga benar-benar mengerti. Sebagai anak, kita memiliki tanggung jawab besar untuk memberikan perhatian, kasih sayang, dan pengertian yang tidak hanya terlihat, tetapi juga terasa di hati.



Penulis: Albii