Ilustrasi rumah tangga. (sumber: birokeuangan)

Rumah tangga memang penuh dengan ujian dan tantangan, suami dan istri pun seringkali diberikan cobaan terhadap banyak hal yang dapat menyebabkan keretakan dalam rumah tangga. Perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga pun sering disebabkan oleh banyak hal, salah satunya bahwa pasangan merasa kurangnya cinta dalam hubungan rumah tangga mereka. Namun, apakah menurutmu kurangnya cinta itu yang dapat menghancurkan suatu hubungan? Ataukah ada faktor lain yang lebih penting daripada cinta, yang dapat menimbulkan keretakan hubungan yang sering terjadi dalam rumah tangga?

Banyak sekali orang yang berpendapat bahwa dengan pondasi cinta saja sudah dapat menjaga suatu hubungan agar tetap langgeng. Namun, perlu kamu ketahui bahwa bukan karena kurangnya cinta yang dapat merusak hubungan. Faktor Kecerdasan Emosional (EQ) lah yang berperan penting dalam mempertahankan suatu hubungan. Memang, cinta itu dapat membuat pasangan saling tertarik, namun tanpa adanya EQ dengan baik maka hubungan antar pasangan dapat dipenuhi dengan kesalahpahaman, pertengkaran serta juga dapat memberikan luka emosional.

Lantas, apakah kamu sudah mengetahui apa itu EQ? Pengertian EQ yang bersumber dari Wikipedia, bahwa EQ (Emotional Quotient) atau yang sering kita dengar dengan Kecerdasan Emosional adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Dengan adanya EQ yang baik maka akan membantu dalam memahami karakter pasangan, yang dapat menghindarkan dari overthinking yang berlebih, dan juga dapat memupuk rasa cinta terhadap pasangan.

Perlu kita ketahui bahwa dalam rumah tangga, pasangan lebih butuh untuk dipahami dan diberikan ruang kepercayaan. Cinta memang dapat membuat pasangan terus jatuh hati, namun dengan EQ bisa menjaga komitmen pasangan. Perasaan cinta dapat datang dan pergi dengan cepat. Karena kita sadari bahwa hati setiap insan pasti berbolak-balik. Untuk mempertahankan suatu hubungan membutuhkan keterampilan emosional. Dengan EQ yang baik dapat membantu untuk memahami, mengelola, dan mengekspresikan emosi dengan cara yang sehat, sehingga hubungan tetap stabil meskipun adanya  tantangan dalam rumah tangga.

Dalam suatu hubungan, cinta saja tidaklah cukup, karena rasa cinta itu dapat memudar jika tidak adanya kepekaan emosional terhadap pasangan. Sebenarnya dalam rumah tangga, bukan hanya perasaan cinta yang menggebu-gebu yang terjadi sesaat saja, namun juga soal bagaimana kita memperlakukan pasangan setiap hari. Jika seseorang tidak peka terhadap emosi dan kebutuhan pasangan, hubungan bisa terasa dingin dan jauh, meskipun awalnya penuh cinta.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Baca Juga: Mengapa Komunikasi itu Penting untuk Menciptakan Keluarga Sakinah?

Kita pun sering melihat beberapa contoh rumah tangga orang lain yang dipenuhi pertengkaran, tanpa adanya EQ hubungan rumah tangga akan dipenuhi kesalahpahaman dan banyak drama. Pasangan yang kurang EQ akan sering terjebak dalam siklus konflik yang berulang. Mereka lebih mudah tersinggung, sulit memahami sudut pandang pasangan, dan sering bereaksi berlebihan. Padahal, banyak konflik bisa dihindari jika masing-masing mampu mengatur emosi dan berkomunikasi dengan baik.

Lalu bagaimana jika pasangan memiliki EQ yang rendah dan sulit mengatasi permasalahan rumah tangga dengan dewasa? EQ yang rendah dapat membuat pasangan merasa tidak aman dalam hubungan. Ketika seseorang tidak bisa mengelola emosinya sendiri, pasangannya akan merasa tidak nyaman dan sulit mempercayai stabilitas hubungan. Misalnya, pasangan yang sering meledak-ledak, cemburu berlebihan, atau selalu menyalahkan, akan membuat hubungan terasa toxic.

Kasus tersebut banyak terjadi pada pasangan muda yang menikah diusia dini. Belum adanya ilmu yang dikuasai untuk mengelola emosi pasangan, namun hal tersebut juga dapat terjadi pada orang yang berusia matang ataupun tua, yang mereka tidak pernah belajar mengelola emosi, yang terkadang kita jumpai orang yang sudah berumur tetapi dalam menyelesaikan masalah terhadap pasangannya tidak baik, yang sering menggunakan kekerasan dan tidak patut dicontoh. Jadi dalam hal ini faktor umur bukanlah patokan. Namun bagaimana dia bisa memperbaiki diri untuk terus belajar mengelola emosi dengan baik.

Hubungan yang sehat bukanlah hubungan tanpa konflik, namun hubungan di mana konflik itu dapat diselesaikan dengan baik. Orang dengan EQ tinggi tidak lari dari masalah, tetapi mencari solusi dengan kepala dingin. Sebaliknya, mereka yang EQ-nya rendah cenderung marah, menyalahkan, atau menghindari pembicaraan penting. Jadi jika pasangan memiliki EQ yang rendah sebaiknya belajar bersama untuk memahami EQ lebih dalam dan bersama-sama saling memperbaiki diri bukan saling menyalahkan.

Dalam rumah tangga cinta membutuhkan EQ untuk bertahan. Hubungan yang bahagia bukan tentang seberapa besar cinta yang ada, namun seberapa baik kalian dapat mengelola emosi dalam hubungan. Jadi, sebelum menyalahkan pasangan atau kamu merasa cinta mulai memudar, cobalah memahami diri sendiri, apakah perilaku kita sudah benar? apakah ada yang salah terhadap diri kita? apakah kita kurang belajar dalam memahami EQ yang dapat menyebabkan hubungan penuh toxic?. Karena pada akhirnya, cinta bisa tumbuh kembali, tapi tanpa EQ, hubungan akan terus penuh luka dan trauma.



Penulis: Amalia Dwi Rahmah, Pegiat Literasi