Salah satu tokoh pendidikan, Prof. Imam Suprayogo. (dok. tebuirengonline)

Integrasi Ilmu, Spiritualitas, dan Sosial

Pemikiran Prof. Imam Suprayogo tidak hanya terbatas pada kajian keagamaan semata, tetapi juga mencakup pendekatan multidisipliner yang menggabungkan psikologi, sosiologi, pendidikan, filsafat, dan bahkan ilmu alam. Dalam konteks keilmuan modern, pendekatan multidisipliner menjadi semakin penting karena kompleksitas permasalahan manusia tidak bisa diselesaikan hanya dari satu sudut pandang. 

Baca Juga: Menjadi Manusia Utuh

Esai ini akan melanjutkan pembahasan sebelumnya dengan mengeksplorasi bagaimana pemikiran Prof. Imam Suprayogo dapat diaplikasikan dalam kajian multidisipliner, khususnya dalam konteks pendidikan, psikologi spiritual, dan resolusi konflik sosial.

Pendidikan Agama melalui Pendekatan Psikologi dan Neurosains 

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Prof. Imam Suprayogo menekankan bahwa pelajaran agama seringkali diajarkan secara monoton, sehingga tidak menyentuh aspek emosional dan spiritual peserta didik. Di sinilah pendekatan multidisipliner dibutuhkan, khususnya dengan menggabungkan beberapa aspek. Misalkan Psikologi Kognitif yang memahami bagaimana otak manusia mencerna dan menginternalisasi nilai-nilai agama, dan neurosains yang membantu dalam meneliti efek ibadah (seperti sholat khusyuk) terhadap gelombang otak dan kesehatan mental. Kemudian ada pendidikan experiential learning yang mengajak siswa/mahasiswa mengalami langsung nilai-nilai agama melalui proyek sosial, retreat spiritual, atau dialog antariman. 

Sebuah penelitian di Barat menunjukkan bahwa meditasi (yang mirip dengan dzikir dalam Islam) dapat meningkatkan konsentrasi dan mengurangi stres. Jika pendekatan serupa diterapkan dalam pembelajaran agama Islam—misalnya dengan menggabungkan sholat, tadabbur Al-Qur’an, dan refleksi diri—maka hasilnya bisa lebih efektif daripada sekadar menghafal teks. 

Multikulturalisme dan Sosiologi Agama

Prof. Imam Suprayogo kerap bercerita tentang pengalamannya berinteraksi dengan pemeluk agama lain, mulai dari Buddha, Kristen, hingga Yahudi. Ini menunjukkan bahwa beliau tidak hanya memahami Islam secara doktrinal, tetapi juga menggunakan pendekatan sosiologis dalam melihat hubungan antarumat beragama. Kajian multidisipliner yang relevan, seperti antropologi budaya yang mencoba memahami ritual dan simbol-simbol agama lain untuk menghindari kesalahpahaman. Dapat pula melihat dari sisi resolusi konflik yang menggunakan prinsip tasamuh (toleransi) dalam Islam untuk mendamaikan kelompok yang berseteru.  Serta adanya komunikasi lintas agama yang mengedepankan bagaimana bahasa dan narasi keagamaan bisa dibangun tanpa menimbulkan konflik. 

Di Indonesia, konflik antarumat beragama sering terjadi karena kurangnya pemahaman budaya lokal. Misalnya, di daerah dengan mayoritas Hindu seperti Bali, umat Islam perlu memahami konsep “Tri Hita Karana” (harmoni dengan Tuhan, manusia, dan alam) agar bisa hidup berdampingan secara damai. 

Ekologi dan Spiritualitas: Memaknai Unsur Alam dalam Islam 

Prof. Imam Suprayogo menyebutkan empat unsur alam (api, udara, air, tanah) yang sering dikaitkan dengan sifat manusia, yaitu api dikaitkan dengan cepat marah, tanah dengan materialistis, air dengan keinginan selalu di atas, dan udara dengan keinginan untuk diakui Pemahaman ini sebenarnya sangat relevan dengan Ekofilosofi Islam sebagai pengejewantahan dari konsep khalifah di bumi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.  Konsep in tentu saja bisa menjadi bentuk studi multidisipliner di mana ternyata manusia yang mendiami bumi, sama kriterianya dengan elemen-elemen yang membentuknya.

Baca Juga: Gemar Ganti Kurikulum dan Melalaikan Faktor Penunjang: Itulah Pendidikan Indonesia

Begitu juga dapat dikaitkan dengan psikologi alam, yaitu pengaruh alam terhadap kesehatan mental. Dalam Al-Qur’an, air (QS. Al-Anbiya: 30) dan tanah (QS. Thaha: 55) memiliki peran vital. Jika dikaji secara multidisipliner, kita bisa menghubungkan antara Ilmu Lingkungan yang menganggap pentingnya konservasi air dalam Islam dengan psikologi, yaitu efek menenangkan dari suara air mengalir (seperti dalam terapi alam). Kondisi ini jika dikaitkan dengan penggambaran air dalam jiwa manusia, dilihat dari manusia yang dapat mengendalikan unsur air dalam dirinya, cenderung tenang, namun dapat menjadi ombak besar ketika dalam mode yang lebih serius.

Filsafat Ilmu: Agama vs Sains

Prof. Imam Suprayogo mengkritik orang yang berdebat tentang Tuhan tanpa memahami hakikat penciptaan. Ini adalah masalah epistemologis (sumber pengetahuan) yang perlu dikaji secara multidisiplinera antara filsafat ilmu (apakah agama dan sains bertentangan?), studi Al-Qur’an & sains modern (misalnya, teori Big Bang dalam QS. Al-Anbiya: 30, dan neurosains Spiritual (bagaimana otak memproses pengalaman religius?). justru, multidisiplin inilah yang diterapkan oleh orang-orang Barat non muslim, seperti Dr. Maurice Bucaille yang justru menemukan kebenaran Al-Qur’an setelah meneliti dari perspektif sains. Ini menunjukkan bahwa agama dan sains bisa berjalan beriringan. 

Manajemen Pendidikan: Reformasi Sistem Pengajaran 

Prof. Imam Suprayogo mengkritik keras sistem pendidikan yang terlalu birokratis tetapi miskin makna. Solusinya adalah pendekatan multidisipliner dalam manajemen pendidikan yaitu menggunakan manajemen mutu terpadu yang memastikan kurikulum agama tidak hanya mengejar target administratif. Kedua, juga harus memperhatikan teknologi pendidikan, seperti penggunaan e-learning untuk materi keagamaan yang lebih kreatif dan aplikatif. Begitu juga dengan Psikologi Motivasi, bagaimana membuat dosen atau guru lebih bersemangat mengajar? 

Dengan pendekatan multidisiplner dalam pendidikan Islam ini, kita tidak hanya mencetak manusia yang alim, tetapi juga manusia yang berintegritas, kritis, dan solutif dalam menghadapi tantangan zaman.  Manusia muslim yang dapat menjadi penggerak dan pendobrak bukan hanaya mengamati dan mengeluh.

——————————————-

Penulis: Muhammad Abror Rosyidin, Dosen Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang dan Mahasiswa S3 PAI Multikultural Universitas Islam Malang.