Sebuah ilustrasi bertemunya pasangan / jodoh. (viva-gorontalo)

Pada bulan Syawal ini banyak orang apalagi teman-teman kita yang menikah, atau bahkan adik kelasmu sudah mendahului menikah. Undangan walimahan bertebaran dimana-mana. Lalu apa yang kamu rasakan? Jika kamu masih single tentunya, di dalam benakmu pasti terbesit pertanyaan, “aku kapan merasakan hari indah itu? Pernikahan impian yang selalu aku nantikan.”

Terkadang kita tidak memikirkan itu, lebih menikmati masa-masa single yang penuh karya dan warna. Namun, terkadang tetangga yang julid selau mempertanyakan kapan kita menikah, orang tua pun terkadang menanyakan kepada kita, tentang kapan ada orang yang ingin bertamu untuk meminang.

Hal-hal itulah yang memicu kita terkadang terpikir kapan datangnya jodoh. Kadang juga terpikirkan, apa kurangnya diri, yang menyebabkan jodoh tak segera datang, yang berakhir dengan overthinking, stres dan menyalahkan diri sendiri. Sebenarnya yang selama ini sering kamu kira bahwa kamu gagal karena belum menikah. Padahal bisa jadi kamu sedang naik kelas.

Tidak semua orang bisa paham bahasa semesta yang menunda sesuatu demi versi dirimu agar lebih sadar, lebih siap, lebih mengerti bahwa cinta tidak datang untuk mengisi kekosongan, namun untuk menemani kelimpahan. Kalau kamu mengerti ini, kamu tidak akan asal pilih pasangan. Dan kamu juga tidak akan takut sendirian menikmati proses pembelajaran kehidupan.

Terkadang jodoh belum datang, bukan karena kamu kurang pantas. Tetapi karena kamu belum selesai dengan dirimu sendiri. Ini bukan tentang harus menjadi sempurna 100 % dulu. Tetapi ada hal-hal yang memang harus kamu temukan dulu sendirian. Tentang standar yang harus kamu bentuk sendiri. Bangun identitas yang harus kamu kokohkan sendiri. Trauma yang harus kamu peluk dan selesaikan sendiri. Jodoh sejati itu tidak datang untuk menyelamatkanmu, namun menyambutmu  dan yang sudah sadar siapa dirimu.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kita juga harus lebih mengerti, bahwa Jodoh itu bukan sekadar siapa, tapi kapan dan dalam versi dirimu yang mana. Bertemu orang yang tepat di versi dirimu yang masih belum selesai dengan diri sendiri, hasilnya tetap sakit. Jangan mengharapkan memiliki pasangan yang baik, namun dirimu tidak berusaha untuk berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Jika kamu selama ini berdoa untuk diberikan pasangan yang terbaik, cobalah berdoa dulu untuk dijadikan pasangan yang terbaik, dan berusaha untuk menjadi pribadi tersebut. Suatu saat kamu sedang berusaha memperbaiki diri, kamu akan bertemu orang yang tidak kamu duga, hasilnya bisa jadi orang tersebut memang selama ini yang kamu doakan di sepertiga malam. Dalam perjalanan tersebut bukan kisah tentang menemukan orang yang sempurna. Melainkan kisah tentang kamu yang hadir di waktu  yang selaras dengan rencana-Nya.

Jika kamu masih single, janganlah sedih karena Masa tunggu itu bukan hukuman, melainkan proses pembentukan. Allah tidak pernah telat dan juga tidak asal mengasih, kesendirian yang kamu alami sekarang merupakan salah satu bagian dari proses pembelajaran kehidupan. Ada hal yang bisa kamu pelajari. Dalam proses ini kamu akan bisa membedakan mana cinta sejati dan mana yang hanya pelarian.

Dalam proses ini kamu bisa membedakan mana rasa nyaman dan mana rasa ketakutan karena ditinggalkan. Hal ini karena kamu terlalu berharga untuk dijatuhkan kepada tangan yang tidak mengerti nilaimu. Tentunya dalam masa single ini kamu harus memperbaiki diri, memperdalam ilmu, memperluas relasi dan banyak-banyak berdoa. Karena semua itu ada masanya, ada masa-masa yang tak dapat terulang kembali.

Maka dalam masa-masa single ini nikmatilah hidupmu, berjelajah sehingga kamu dapat menemukan jati dirimu yang sebenarnya. Nanti akan ada saatnya, jodoh itu datang. Karena jodoh pun juga ada masanya, namun setiap orang memiliki waktu yang berbeda-beda, masa yang berbeda-beda.

Kelak jika waktu itu tiba maka jadilah yang terbaik untuk pasangan mu. Dimana jika kamu sudah berjodoh dan berkeluarga, badai masalah kehidupan pun tak lupa menyapa. Kamu harus lebih banyak bersabar, berdoa dan tawakal. Dan yakinlah jika setelah badai, akan adanya pelangi yang berganti menyapa dalam kehidupanmu.



Penulis: Amalia Dwi Rahmah, pegiat literasi