ilustrasi gadai mobil dalam implementasi kaidah Al-Masyghul La Yushghal

Oleh: Achmad Ghofar Wijayanto

Di dalam kaidah fikih terbagi menjadi beberapa qaidah seperti qawaidul kubra, furu’ dan mukhtalaf. Dalam kaidah furu’ urutan ke-28 yang berbunyi ‌ الْمَشْغُولُ ‌لَا يُشْغَلُ (Al-Masyghul La Yushghal) merupakan salah satu kaidah yang menjadi rumusan dalam permasalahan transaksi.

Kaidah Al-Masyghul La Yushghal merupakan salah satu kaidah penting dalam fikih yang mengatur tentang hak atas suatu barang. Kaidah ini perlu untuk dipahami agar dapat menyelesaikan berbagai permasalahan hukum Islam, terutama dalam bidang muamalah (transaksi). Kita ambil contoh akad pegadaian, dalam akad tersebut, si A menggadaikan mobilnya kepada si B kemudian digadaikan lagi kepada si C dengan barang yang sama. Apa hal tersebut diperbolehkan? Berikut penjelasannya.

Penjelasan Kaidah

Kaidah Al-Masyghul La Yushghal merupakan kaidah far’iyah yang menjelaskan barang yang sudah berkaitan dengan suatu hak tidak boleh diikat dengan hak lainnya menggunakan barang yang sama. Yang berarti suatu objek telah dibebani sebuah hukum maka tidak boleh diduduki oleh hukum lainnya.

Para ulama memberikan makna kaidah ini dengan lafad yang berbeda akan tetapi satu makna. Menurut Syekh Muhammad Shidqi bin Ahmad al-Burnu menjelaskan pada kitabnya: barang yang sudah disibukkan tidak mungkin disibukkan dengan perkara lain. Hal ini dipermisalkan pada wadah yang terisikan air disibukkan dengan perkara lain. Contoh tersebut tidak bisa digambarkan kecuali dengan menghilangkan airnya.[1]

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dalam kitab Qawaid Al-Fiqhiyah karangan Syekh Muhammad Musthofa Al-Zuhaili dijelaskan: Barang yang sudah disibukkan dengan hukum yang berkaitan dengan syariat tidak boleh diberi hukum lain. Alasannya karena satu tempat tidak bisa diberi dua hukum.[2]

Dalil yang Berhubungan dengan Kaidah.

Dijelaskan dalam surah An-Nisa ayat 23:

 وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ

Bahwa seorang laki-laki tidak boleh menikah dengan dua orang saudari perempuan sekaligus. Hal ini menunjukkan bahwa sesuatu yang sudah terikat dengan suatu hak tidak boleh diikat dengan hak lainnya.

Contoh Penerapan Kaidah

Dalam akad pergaidaian, Ghofar hutang kepada Achmad dengan menggadaikan mobilnya sebagai jaminan. Kemudian, Ghofar ingin menggadaikannya lagi kepada Yanto dengan barang yang sama.

Mobil yang diberikan Ghofar adalah barang yang disibukkan dan Achmad adalah orang yang memiliki kekuasaan mobil. Sedangkan keinginan Ghofar menggadaikan kepada Yanto adalah bentuk penyibukan atau diduduki hukum lain.

Ghofar dilarang menggadaikan mobil kepada Yanto tanpa seizin Achmad karena mobil tersebut masih disibukkan alias masih berada di kekuasaan Achmad. Syekh Zainuddin Al-Malibari menjelaskan di kitab Fathul Muin:

وَلَيْسَ لَهُ أَيْ لِلْمَالِكِ بَعْدَ لُزُوْمِ الرَهْنِ: بَيْعٌ وَوَقْفٌ وَرَهْنٌ لِآخَرَ لِئَلَّا يُزَاحَمَ المُرْتَهِنُ

“Bagi pemilik barang tidak bisa menjual, mewaqafkan, dan menggadaikan barangnya kepada orang lain setelah akadnya luzum agar tidak bersaing dengan orang yang menerima gadai .”

Didukung dengan ibarot di kitab I’anah At-Thalibin:

 (قوله: وليس له إلخ) إي يحرم عليه ذلك، ولا ينفذ منه شئ من التصرفات، إلا إعتاق الموسر، وإيلاده، فينفذان منه

(perkataan Ulama tidak sah baginya…dan seterusnya). Yakni, haram baginya melakukan hal tersebut. Dan tidak sah baginya melakukan tindakan apapun. Kecuali memerdekakan budak yang kaya dan melahirkan anak. Maka keduanya sah baginya.

Ibarot di atas menjelaskan tujuan bahwa barang yang sudah terikat oleh suatu hak tidak boleh diikat dengan hak lainnya. Tujuannya agar tidak terjadi persaingan atau permusuhan.

Senada dengan kaidah Al-Masyghul La Yushghal, barang yang sudah disibukkan tidak bisa disibukkan lagi. Batasannya ialah tidak boleh ada satu barang yang menempati dua hukum. Sehingga contoh di atas menunjukkan bahwa tindakan Ghofar adalah haram dan tidak bisa mengesahkan hukum baru.

Beradasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa الْمَشْغُولُ ‌لَا يُشْغَلُ merupakan kaidah penting dalam fikih Islam yang mengatur tentang hak atas suatu barang. Setiap barang sudah terikat dengan hak atau hukum tidak bisa diikat denan yang lainnya secara bersamaan. Kaidah ini membantu pembaca untuk membatasi suatu hukum yang berkaitan dengan hak. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kontribusi bagi yang tertarik mendalaminya.

Baca Juga: Memahami Pengecualian dalam Kaidah Fikih


[1] موسوعة القواعد الفقهية (10/ 630)

[2] القواعد الفقهية وتطبيقاتها في المذاهب الأربعة (2/ 747):