
Hal yang lumrah bagi santri ketika menunggu kiriman dari orang tuanya. Apalagi ketika memang sudah saatnya menerima kiriman. Pasti menggebu-gebu untuk menerima uang kiriman tersebut. Nadia namanya, seorang santri yang merantau di Pulau Jawa. Dengan wajah yang galak dan mata sipit, ia menambah kesan bahwa ia asli orang Sumatera. Kurang lebih sudah enam tahun ia mondok di Jawa. Dimulai dari Aliyah dan sekarang ia melanjutkan kuliah.
Setelah lulus dari Aliyah, Nadia baru merasakan bagaimana cara mengelola uang dengan baik. Pasalnya, ketika masih duduk di bangku Aliyah, ia sangat boros dan belum bisa mengatur keuangan dengan baik. Karena menurutnya, papa dan mamanya pasti memberikan kiriman tepat tanggal 10 setiap bulannya.
“Nadia, nanti tanggal 10 mama kirim uang bulanan kamu, ya. Harus habis tepat waktu karena mama dan papa tidak akan memberikanmu uang tambahan. Mengerti, Nadia?” ujar sang ibu melalui saluran telepon milik asrama di pesantren Nadia.
“Iya, ibu. Terima kasih, ya. Nadia akan berhemat,” jawab Nadia dengan penuh semangat. Padahal, nyatanya malah kebalikannya.
@@@@@
Di bangku kuliah, Nadia sangat berbeda sekali cara mengatur keuangannya. Nadia lebih hemat daripada waktu ia di Aliyah. Sewaktu Aliyah, Nadia tidak mempunyai uang tabungan. Namun, saat ini, Nadia mempunyai uang tabungan bahkan uang pengeluaran darurat. Karena ia menyakini bahwa suatu saat orang tuanya bisa saja mengirimkan uang lebih lambat dari biasanya. Benar saja, tepat bulan Agustus, Nadia sudah bersiap menerima uang kiriman, namun uang saku bulan kemarin masih ada.
Saat di kelas, Nadia menerima telepon dari papanya. Sudah terbiasa memang, di tanggal 10 setiap bulannya pasti Nadia dihubungi.
“Assalamualaikum, Nadia. Maaf, ya, papa belum gajian. Papa gajiannya diundur tanggal 13 karena terkendala sistem jaringan dari perusahaan papa. Tapi kamu sudah punya tabungan sendiri, kan, nak?” ujar papanya, memberikan kabar yang bisa saja dibilang tak sedap. Namun, karena Nadia memiliki uang tabungan, ini adalah zona aman bagi Nadia.
“Waalaikumsalam, Pa. Iya, tidak apa-apa, Pa. Nadia masih punya uang tabungan, Pa. Tanpa menggunakan uang tabungan pun, uang Nadia bulan kemarin Insya Allah cukup untuk sampai tanggal 13, Pa. Nanti sore Nadia tidak usah berburu takjil, karena beberapa hari sebelumnya Nadia sudah berburu takjil terus. Maaf, ya, Pa,” Nadia menjelaskan. Memang di bulan Ramadan, teman-temannya di pondok selalu berburu takjil, dan ini menjadi rutinitas bagi santri.
“Iya, nak. Nanti kalau kamu menggunakan uang tabunganmu, pasti papa ganti, ya. Kamu tinggal bilang ke papa. Terima kasih, ya, nak. Semoga ibadah puasamu diterima oleh Allah. Doakan mama dan papa di sini, ya. Mama dan papa menantikan kepulanganmu di rumah, nak,” ucap papanya dengan penuh haru karena perubahan Nadia dalam mengelola uang dan sikapnya yang berhemat semasa duduk di bangku kuliah.
“Amin, semoga ibadah mama dan papa juga diterima oleh Allah. Siap, Pa. Nantikan Nadia pulang, ya. Nadia sayang mama papa. Wassalamualaikum, Pa.”
“Waalaikumsalam, nak.”
Begitulah, memang tidak semua bisa tepat waktu. Bisa saja pengiriman uang Nadia menjadi maju atau mundur. Namun, Nadia selalu siap siaga menerima keduanya itu. Baginya, kebutuhan dulu yang paling utama. Nadia bukan tidak pernah jajan, namun Nadia selalu jajan sesuai dengan porsi yang telah dia hitung per bulannya. Dia juga memiliki buku catatan pemasukan dan pengeluaran uangnya.
Ia berusaha untuk memberikan self-reward-nya dengan menabung saja, tidak berfoya-foya membeli barang, baju, atau bahkan makanan. Karena hal itu akan membuatnya boros dan berlebihan. Selagi masih ada pakaian yang masih bagus dan pantas untuk digunakan, maka ia tak perlu membelinya.
Itu adalah prinsip yang ia terapkan sejak menjadi mahasiswa. Menurutnya, perubahan ini bukanlah hal yang mudah. Karena ini adalah proses untuk bisa menapaki kehidupan selanjutnya. Ia juga tidak mau hidup dewasa dengan merepotkan orang tuanya. Kalau bisa, ia yang harus membiayai kebutuhan orang tuanya. Oleh karena itu, ia akan berhemat dan menabung demi mewujudkan impian yang ia harapkan.
Penulis: Nabila Rahayu