
Oleh: KH. Fahmi Amrullah Hadziq
اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه لا نبي بعده
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
فَمَن یَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَیۡرࣰا یَرَهُ وَمَن یَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةࣲ شَرࣰّا یَرَهُ
Sepanjang hidup seorang manusia—siapapun dia—pasti pernah melakukan hal ini, yaitu kesalahan. Manusia seperti kita, atau bahkan seorang Nabi pasti pernah berbuat salah. Bahkan manusia pertama yang berbuat salah adalah Nabi Adam a.s., ketika beliau melanggar larangan Allah untuk tidak memakan buah Khuldi. Dikatakan al-insan mahallu al-khata’ wa al-nisyan (manusia itu tempat salah dan lupa). Dalam sebuah hadis baginda Nabi juga bersabda:
كلُّ ابنِ آدمَ خطَّاءٌ ، وخيرُ الخطَّائينَ التَّوَّابونَ
“Setiap manusia adalah orang yang berbuat salah. Dan sebaik-baik orang salah adalah mereka yang mau bertaubat.”
Kesalahan manusia ini ada dua macam; hablu minallah dan hablu minannas. Kesalahan kepada Allah ini bisa jadi karena meninggalkan kewajiban seperti puasa Ramadan dan shalat. Atau karena melanggar larangan seperti minum-minuman keras, narkoba, dan berzina. Untuk menghapus dosa ata kesalahan ini adalah dengan taubat nasuha; menyesal, berjanji tidak mengulangi lagi, serta memperbanyak amal-amal saleh. Kata baginda Nabi:
لو أخطأتُم حتى تبلغَ خطاياكم السماءَ ثم تُبْتُمْ لتابَ عليكم
“Andaikata kalian berbuat salah hingga dosa-dosa mencuat sampai langit, lalu kalian bertaubat, maka Allah pasti mengampuni.”
Jadi kesalahan kepada Allah tidak ada cara lain kecuali dengan taubat nasuha. Akan tetapi ada kesalahan yang kedua, yakni habluminannas. Misalnya ada seseorang meng-gibah, menzalimi, mengambil hak orang lain, atau memiliki hutang tidak membayar. Kesalahan-kesalahan kepada manusia ini tentu menghapus dosanya tidak seperti kesalahan kepada Allah. Kalau kesalahan kepada manusia tidak akan terhapus dosanya meski dengan membaca istighfar, sebelum kita meminta maaf kepada orang yang pernah kita zalimi.
Oleh karena itu, mari kita jadikan bulan Ramadhan yang telah lalu sebagai sarana untuk menghapus dosa-dosa kepada Allah SWT. Lalu kita jadikan bulan Syawal untuk menghapus dosa-dosa kita kepada sesama manusia. Jangan sampai di kesempatan bulan Syawal ini kita memutus silaturahmi. Karena ancaman orang yang memutus silaturahmi itu tidak main-main, kata Nabi:
لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَاطِعٌ رَحِمٍ
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus silatarahmi.”
Betapa pun banyak ibadah kita, sementara kita juga masih memutus silaturahmi dengan seseorang, maka amal kita akan menjadi sia-sia. Sebab ada riwayat yang mengatakan bahwa amal seseorang itu diangkat ke langit setiap malam Jum’at kecuali satu orang, yakni orang yang memutus silaturahmi. Jangan sampai kita menjadi orang merugi (muflis).
Kata baginda Nabi kepada para sahabat, “Kalian tahu orang yang muflis (bangkrut)?” para sahabat menjawab, “al-muflis fina man la mala lahu wa la mata’” (orang yang bangkrut adalah mereka yang tidak punya uang dan harta). Tentu Nabi tidak menyalahkan, melainkan meluruskan, “Kalau bangkrut di dunia seperti yang kalian katakan. Ketahuilah bahwa ada orang yang bangkrut di akhirat. Yakni mereka yang kelak pada hari kiamat datang menghadap kepada Allah dengan pahala shalat, puasa, zakat, haji, dan sedekah yang banyak. Akan tetapi ketika di dunia berbuat zalim kepada orang lain. Sehingga orang-orang yang dizalimi menuntut hak balasan di hadapan Allah. Oleh Allah pahala-pahala amalnya diberikan kepada mereka yang pernah dizalimi. Hingga semua pahalanya habis karena tuntutan semua orang yang pernah dizalimi. Tidak sampai di situ, dosa-dosa orang yang dizalimi akan diberikan kepadanya. Akhirnya di samping menanggung dosa sendiri, ia juga menanggung dosa orang lain.”
Maka mari jadikan Idul Fitri sebagai sarana untuk memperbaiki diri. Jangan sampai Idul Fitri lewat begitu saja tanpa membawa perubahan apa-apa.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Transkrip: Yuniar Indra Yahya