
Tebuireng.online— Dalam rangka memperingati Anniversary ke-57, Organisasi Daerah Himpunan Santri Majapahit (HISMA) daerah Mojokerto, gelar bedah buku Tesis KH. M. Ishomuddin Hadziq (Tokoh Pengkodifikasi Kitab Karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari) karya Nyai Hj. Ni’maturrohmah atau akrab disapa Ning Ninik, pada Rabu (3/7/2024) di Ballroom Restauratnt X.O.W.
Acara yang dikemas dalam bentuk talk show ringan ini dipandu oleh Ustadz Abdillah Afabih. Hadir dalam acara ini KH. Fahmi Amrullah (Gus Fahmi) adik kandung dari Gus Ishom untuk menceritakan latar belakang keluarga dan pribadi Gus Ishom.
Dalam obrolannya, Gus Fahmi mengawali dengan sejarah Kiai Hadziq, bapak dari Kiai Ishom.
“Kiai Hadziq adalah peluru Tebuireng,” ungkap Gus Fahmi.
Pasalnya, Kiai Hadziq dijuluki peluru Tebuireng karena beliau yang paling menonjol diantara lainnya. Tamu dari Arab, dari Inggris, dari Eropa, Kiai Hadziq lah yang menerjemahkan.
“Saking cerdasnya, sampai-sampai ada Kiai yang mengatakan bahwa Gus Ishom yang cerdasnya luar biasa belum menyamai seperempat kecerdasan Kiai Hadziq,” imbuh Kepala Pondok Putri Tebuireng itu.
Selain itu, Gus Fahmi juga membeberkan bahwa pada saat kelahiran Gus Zaki tahun1972, keluarga beliau tidak seperti keluarga kiai-kiai sekarang yang memiliki abdi ndalem, keluarga Gus Ishom hidup dengan sederhanaan.
“Gus Ishom yang berusia 7 tahun bertugas masak, saya yang 4 tahun bertugas momong,” kata Gus Fahmi.
Berkat tanggung jawabnya itu, Gus Ishom akhirnya menjadi pandai memasak. Dibalik kegemarannya membaca, Gus Ishom juga sering menjadi wasit dari saudara-saudaranya.
“Saya sering berantem dengan Gus Zaki. Gus Ishom yang jadi wasitnya,” tambah beliau.
Lebih lanjut, Gus Fahmi menceritakan lebih dalam tentang Gus Ishom yang sangat sederhana, senang beli barang-barang bekas seperti komputer, mobil Kijang, sedan Gemini.
“Untuk Gemini, ada cerita lucu. Gemininya Gus Ishom itu bututnya butut, kalau kata santri asyaddu but’an,” canda Gus Fahmi mengutip kata-kata santri.
Selain itu, jikalau panas, mobil tersebut harus disiram. Dan suatu ketika saat dikendarai oleh Gus Fahmi dan Gus Zaki, mobil tersebut tidak bisa untuk belok ke kiri. Sehingga dari Jombang sampai ke Tebuireng harus mencari jalan yang berbelok ke kanan.
“Saya belum pernah melihat Gus Ishom macak kiai. Udeng-udeng. Nyangkluk serban ae jarang. Paling batik, kopyah ireng, sarung modot-modot. Sepatu diidek pas ngajar. Nyupir sendiri saat keluar.” Ungkap Gus Fahmi.
Pewarta: Ilvi Mariana