
Oleh: Silmi Adawiya*
Manusia tidak akan mampu mengarungi hidupnya tanpa ketergantungan kepada Allah. Begitulah potret dasar manusia yang dituangkan oleh Ibn Atha’illah dalam kitabnya Al-Hikam. Nikmat segala penciptaan dan terpenuhinya segala kebutuhan adalah bantuan Tuhan. Dengan begitu, seyogyanya manusia menyadari bahwa ketergantungan kepada Allah adalah hakikat dirinya.
Ibn Atha’illah menuliskan:
فاقتك لك ذاتية وورود الأسباب مذكرات لك بما خفي عليك عنها والفاقة الذاتية لا ترفعها العوارض
“Ketergantungan kepada Allah adalah hakikatmu, sedangkan munculnya sebab-sebab ketergantungan adalah pengingat akan hakikatmu tang tak kausadari itu. Dan ketergantungan yang bersifat haikiki itu takkan mungkin pernah terpenuhi oleh sesuatu yang nisbi”
Dipahami bahwa sifat dasar manusia adalah fakir. Manusia selalu bergantung kepada Allah dalam setiap waktu dan keadaan. Yang seperti itu didesain agar manusia sadar dan ingat kembali kepada Allah, sehingga bisa melaksanakan hak-hak ubudiyyah kepada Allah dan berdoa tanpa menyerah agar Allah mau memenuhi kebutuhan manusia dan menghapus segala derita hidupnya.
Masih ingatkah dengan kisah Fir’aun yang sempat mengaku sebagai Tuhan lantaran ia selalu dalam keadaan sehat dan bugar selama empat puluh tahun? Fir’aun yang tidak pernah sakit dalam hidupnya dan hartanya melimpah tak terbatas. Itulah yang mendorongnya merasa menjadi Tuhan pada masanya. Baru setelah dalam keadaaan sekarat, Fir’aun mempercayai Tuhan dan mengakui bahwa dirinya berserah diri. Termaktub dalam Q.S.Yunus ayat 90:
حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Hingga ketika Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.
Kisah tersebut menyadarkan kita bahwa Allah mengutus berbagai ujian dan cobaan hanya untuk mengembalikan ingatan manusia akan potret dasar manusia yang fakir dan bergantung kepada Allah. Manusia banyak yang lupa akan hakikatnya sebab ditutupi oleh kesehatan dan kekayaan yang Allah titipkan. Namun ketika Allah ambil sedikit saja dari kenikmatannya, manusia akan secara refleks kembali ketergantungannya kepada Allah. potret dasar manusia tersebut tergambarkan dalam QS Al-Ma’arij ayat 19-20:
وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.”
*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana UIN Jakarta, alumni Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir Jombang dan Unhasy Tebuireng.