
Dalam jalinan hubungan antar manusia, pertemanan menempati posisi yang istimewa. Ia adalah tempat berbagi tawa, keluh kesah dan rahasia. Namun tidak ada ujian yang lebih menyakitkan dalam pertemanan selain penghianatan. Fenomena yang di era digital ini populer dengan istilah backstabber atau “menusuk dari belakang”, seorang yang tampak baik di hadapan kita, namun di belakang justru menjatuhkan, menyebar aib, dan menghancurkan kepercayaan yang telah kita berikan.
Rasa sakitnya begitu perih karena datang dari orang yang kita anggap dekat. Muncul perasaan marah, kecewa dan bingung. Lalu, bagaimana harus bersikap? Haruskah membalas dengan perlakuan serupa? Atau diam menahan luka?
Baca Juga: Menjaga Lingkaran Pertemanan yang Sehat
Islam, sebagai agama yang paripurna, memberikan panduan yang sangat komprehensif dan elegan dalam menghadapi situasi pelik seperti ini. Sikap yang diajarkan bukan hanya untuk meredam emosi, tetapi untuk mengangkat derajat kita di hadapan Allah SWT.
Sebelum melangkah, penting untuk memahami perilaku backstabber dari kacamata syariat. Perilaku ini berakar dari dua sifat yang sangat tercela yakni khianat dan nifaq. Khianat adalah lawan dari amanah (kepercayaan). Ketika kita menceritakan rahasia kepada seorang teman, maka kita sedang memberikan amanah kepadanya. Menyebarkan rahasia merupakan bentuk pengkhianatan yang dibenci Allah. Allah SWT berfirman dalam al Quran Surat al Anfal ayat 27:
يٰٓاَيُّهَاالَّذِيْنَاٰمَنُوْالَاتَخُوْنُوااللّٰهَوَالرَّسُوْلَوَتَخُوْنُوْٓااَمٰنٰتِكُمْوَاَنْتُمْتَعْلَمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahuinya.” (QS. al Anfal: 27).
Sementara itu, perilaku pura-pura baik di depan namun jahat di belakang adalah ciri utama kemunafikan (nifaq). Rasulullah Saw., telah memberikan peringatan keras tentang tanda-tanda orang telah munafik dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., yang menyebutkan bahwa tanda orang munafik ada tiga. Yang pertama jika berbicara dusta, kedua jika berjanji ia ingkar, dan ketiga jika diberi amanah ia berkhianat. Seorang backstabber seringkali mencakup ketiga tanda ini. Dengan memahami bahwa perbuatan nya berakar pada sifat yang dibenci Allah dan RasulNya, kita dapat mulai menata hati untuk mengambil sikap yang lebih bijak.
Islam tidak mengajarkan kita untuk menjadi lemah, tetapi juga melarang kita untuk membalas keburukan dengan keburukan yang serupa. Berikut langkah-langkah yang diajarkan Islam:
- Sabar dan Tahan Emosi: Reaksi pertama saat disakiti adalah marah. Namun, kekuatan sejati seorang mukmin adalah kemampuannya menahan amarah. Bersabar bukan berarti kalah, melainkan mengambil kendali atas diri sendiri sebelum setan mengambil alih. Ingatlah bahwa kesabaran kita akan diganjar pahala yang tak terhingga.
- Lakukan Tabayyun (Klarifikasi) Jika Memungkinkan: Sebelum menghakimi, al Quran mengajarkan kita untuk tidak mudah termakan isu dan berburuk sangka. Allah berfirman dalam QS. al Hujurat ayat 12 untuk menjauhi banyak prasangka. Jika memungkinkan dan situasinya aman, cobalah untuk mencari kejelasan. Namun, jika klarifikasi justru membuka pintu fitnah yang lebih besar, maka menjaga jarak adalah pilihan terbaik.
- Memaafkan, Puncak Kekuatan Jiwa: Inilah langkah yang paling berat sekaligus paling mulia. Memaafkan bukan untuknya, tetapi untuk diri kita sendiri – untuk melepaskan diri dari belenggu kebencian. Memaafkan adalah cara membalas keburukan dengan kebaikan, sebagaimana firman Allah dalam QS, Fushshilat ayat 34, “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang sangat setia.”. Memaafkan tidak berarti kita harus melupakan perbuatannya, tetapi kita memilih untuk tidak menyimpan dendam di hati.
- Tetap Waspada dan Menjaga Jarak: Memaafkan bukan berarti menjadi naif dan kembali memberi kepercayaan penuh secara membabi buta. Melindungi diri sendiri sendiri dari bahaya adalah salah satu tujuan syariat. Setelah dikhianati, adalah hak kita– bahkan sebuah keharusan– untuk lebih berhati-hati. Jangan lagi menceritakan hal-hal yang bersifat rahasia kepadanya. Menjaga jarak secara sehat adalah perlindungan diri yang dibenarkan. Ingat sabda nabi: “Tidak selayaknya seorang mukmin dipatuk dari lubang yang sama dua kali” (HR. Bukhari & Muslim).
Baca Juga: Membangun Support System Positif dalam Pertemanan
Setiap kejadian pahit dalam hidup, termasuk pengkhianatan seorang teman adalah ujian dari Allah yang membawa hikmah. Ujian ini mengajarkan kita untuk lebih selektif dalam memilih teman. Ia juga menjadi pengingat keras bahwa satu-satunya tempat menaruh kepercayaan mutlak hanyalah Allah SWT, Dzat yang tidak pernah mengecewakan.
Sakit hati karena dikhianati adalah manusiawi, namun cara meresponnya adalah cerminan dari kualitas iman kita. Daripada terjebak dalam lingkaran setan balas dendam, Islam menawarkan jalan keluar yang elegan, yakni sabar, memaafkan, waspada dan mengambil hikmah. Inilah sikap mukmin sejati yang mengubah luka menjadi ladang pahala dan kedewasaan spiritual.
Penulis: Anik Wulansari, M.Med.Kom