Ilustrasi deterjen pembersih pakaian (sumber: mommiesdaily)

Berapa kali kamu mencuci dalam seminggu? Atau mungkin dalam sebulan? Pasti banyak menggunakan detergen yang dijual di banyak toko sekitar. Namun, tahukah kamu bahaya detergen? Meski menjadi solusi cepat untuk membersihkan sekaligus mengharumkan baju, detergen juga memiliki banyak dampak buruk. Dengan menggunakan detergen secara terus-menerus, maka tinggal menunggu waktunya, tanah akan tandus, air tercemar dan ekosistem alam mulai rusak.

Awal Mula Penciptaan Deterjen

Mengutip dari 1010dry.id Pada tahun 1930-an, deterjen sintetis pertama kali diproduksi secara massal oleh perusahaan Amerika Serikat, Procter & Gamble. Deterjen ini disebut sebagai “Dreft” dan sangat efektif dalam membersihkan pakaian. Kemudian pada tahun 1946, perusahaan Amerika Serikat, Lever Brothers, mengeluarkan deterjen sintetis pertama yang dapat menghasilkan busa yang cukup, yaitu “Surf”.

Baca Juga: Ecoprint Dekatkan Siswa dengan Konsep Ramah Lingkungan

Pada tahun 1950-an, deterjen cair pertama kali diperkenalkan oleh perusahaan Amerika Serikat, Procter & Gamble. Deterjen cair ini dikenal sebagai “Wisk” dan menjadi sangat populer di pasaran. Kemudian pada tahun 1965, deterjen cair pertama yang dapat digunakan di mesin cuci otomatis diperkenalkan oleh perusahaan Amerika Serikat, Unilever.

Pencemaran Akibat Deterjen

Mengutip dari Dinas Lingkungan Hidup Buleleng, bahan-bahan yang terkandung dalam detergen berbahaya bagi tanah, air dan ekosistem lingkungan. Filler adalah salah satu bahan tambahan detergen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh Sodium Sulfat. Sedangkan aditif adalah bahan suplemen atau tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna. Bahan aditif ini sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan daya cuci detergen.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Aditif ditambahkan untuk komersialisasi produk atau agar produk dapat menarik perhatian konsumen. Contoh dari aditif adalah enzim, boraks, Natrium Klorida, Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Sayangnya diantara zat-zat tersebut ada yang tidak bisa dihancurkan oleh mikroorganisme sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah detergen juga menyebabkan pencemaran tanah yang menurunkan kualitas kesuburan tanah yang mengakibatkan tanaman serta membuat cacing menjadi mati. Padahal cacing berfungsi untuk menguraikan limbah organik maupun non organik dan menyuburkan tanah.

Selain mencemari tanah, detergen juga mencemari air. Limbah rumah tangga terutama limbah bekas mencuci pakaian banyak mencemari lingkungan. Ketika mengalir ke ungai, maka airnya akan tercemar dan merusak habitat hewan didalamnya. Ketika dibuang ke tanah, maka akan merubah unsur hara dan mengganggu hewan yang ada dalam tanah. Selain itu, sumur yang dekat dengan pembuangan limbah cucian akn tercemar dan menyebabkan masalah kesehatan.

Dilansir dari Greeneration Foundation menyebutkan kontaminasi limbah detergen pada air menimbulkan banyak masalah lingkungan dan kesehatan manusia. Karena tiap aspek kehidupan kita tidak bisa lepas dari air, dampak pencemaran pasti sangat signifikan. Limbah detergen dapat membunuh bakteri pengurai yang terdapat dalam air. Jika bakteri pengurai mati, berbagai zat polutan yang masuk ke air tidak dapat diproses secara alami dan dapat meracuni biota air. Akibatnya, beragam biota akan keracunan hingga mengalami kematian.

Baca Juga: Kelestarian Lingkungan dan Gaya Hidup Manusia 

Pencemaran limbah detergen juga menyebabkan eutrofikasi. Eutrofikasi adalah melimpahnya unsur hara yang dapat menyuburkan pertumbuhan gulma di air seperti eceng gondok. Unsur hara ini bisa berasal dari kandungan fosfat dalam detergen. Seperti yang kita ketahui, pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali dapat mengurangi kadar oksigen dalam air dan merusak ekosistem. 

Selain itu, manusia yang sering terkena detergen akan rentan terkena penyakit. Gridhealth.id menambahkan deterjen mengandung enzim kationik yang berguna untuk membasmi noda pada pakaian. Namun ternyata, zat kationik adalah zat beracun yang jika tak sengaja tertelan dapat menyebabkan seseorang merasa mual, muntah, syok, kejang-kejang, bahkan koma.

Adapula deterjen yang mengandung enzim “non-ionik” yang lebih sedikit jumlah racunnya, daripada deterjen kationik. Meski demikian, zat “non-ionik” dapat membuat kulit iritasi dan membuat mata cenderung lebih sensitif atau terasa perih. Pewangi yang biasa terkandung dalam deterjen pun, ternyata dapat menyebabkan efek negatif bagi kesehatan, seperti : iritasi pada kulit dan saluran pernapasan, sakit kepala, bersin, mata berair, alergi, serta asma.

Menanggulangi Limbah Deterjen

Dengan berbagai macam bahaya limbah detergen sudah semestinya untuk mengurangi dan mengganti dengan yang lebih ramah lingkungan. Terakota.id mengatakan bahwa Eco Enzyme merupakan cairan multiguna yang terbuat dari fermentasi limbah organik seperti buah dan sayur. Ekstrasi vitamin dan bakteri baik yang dihasilkan dari proses fermentasi berperan sebagai desinfektan alami, juga bisa digunakan sebagai bahan perawatan tubuh seperti toner wajah dan campuran air mandi, ataupun campuran pembersih lantai dan pupuk cair tanaman. Sedangkan sabun lerak memiliki banyak manfaat, dapat digunakan sebagai sabun atau sampo untuk mencuci rambut dan deterjen alami. Umumnya, sabun lerak digunakan mencuci kain batik lantaran sifatnya yang tidak merusak warna dan tidak mengandung pewangi buatan.

Baca Juga: Tambang Nikel: Bentuk Syukur atau Kufur terhadap Kekayaan Alam?

karena keduanya merupakan bahan alami yang dapat menggantikan produk-produk kimia berbahaya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Eco enzyme, yang dibuat dari limbah organik, membantu mengurangi sampah dan membersihkan lingkungan dengan cara alami, sedangkan lerak, dengan kandungan saponinnya, dapat digunakan sebagai sabun alami yang aman bagi lingkungan. Yuk ganti detergenmu dengan lerak atau eco enzyme demi keberlanjutan llingkungan yang lebih sehat.



Penulis: Aulia Rachmatul Umma
Editor: Rara Zarary