Ilustrasi berdakwah (sumber: Ist)

Kasus-kasus mengenai intoleransi yang terjadi belakangan ini di Indonesia menjadi sebuah keprihatinan tersendiri yang akan berdampak buruk untuk keberlanjutan serta kesatuaan Negara Republik Indonesia di masa yang akan mendatang. Sebagai sebuah negara kesatuan yang berpegang terhadap asas nilai-nilai Pancasila dengan sebuah semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” berbeda-beda tetapi satu tujuan, rasanya masyarakat Indonesia justru belum benar-benar mengamalkan makna sesungguhnya dari semboyan tersebut.

Hal itu bukan tanpa sebuah alasan, karena akhir-akhir ini sering kali ditemukan kasus-kasus yang menyangkut intoleransi di Indonesia. Melansir dari website Tempo.co, setidaknya terdapat 23 kasus intoleransi yang terjadi sepanjang tahun 2025. Kasus intoleran yang terjadi rata-rata berpaku pada bagaimana tidak adanya kebebasan beragama. Padahal dalam undang-undang sendiri, setiap rakyat atau masyarakat Indonesia diberikan kebebasan memilih kepercayaan dan agama yang telah ditetapkan oleh negara. Tetapi minimnya kesadaran rasa toleransi antar umat beragama, memberikan nuansa yang buruk terhadap berjalannya aktivitas beragama di Indonesia.

Baca Juga: Bukan Sekadar Pandai Bicara, Pahami Urgensi Public Speaking dalam Berdakwah

Minimnya rasa intoleransi bukan berarti tidak adanya upaya penyangkalan guna mengurangi keributan-keributan di tengah-tengah umat beragama yang hidup berdampingan. Maka sudah seharusnya muncul para mubaligh yang dapat mendakwahkan risalah-risalah keagamaan yang mencintai kedamaian dan menghormati perbedaan pendapat.

Salah satu sosok mubaligh yang menyadari persoalan di atas adalah Habib Ja’far. Nama lengkap ia sendiri adalah Habib Husain bin Ja’far al-Hadar, dalam upaya untuk menstabilkan dan mengurangi ketegangan antar umat beragama, ia secara fokus mendedikasikan hidupnya untuk berdakwah dalam rangka menyebarkan risalah-risalah Islam yang rahmatan lil ‘alamiin, kasih sayang kepada seluruh dunia.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dalam dakwahnya, ia memilih untuk menggunakan media sosial untuk sarana dakwah, seperti memanfaatkan akun media Instagram, Facebook, dan Youtube. Pengoptimalan dalam pengunaan media sosial yang dilakukan oleh Habib Jafar dikarenakan banyak mad’u-nya (orang yang didakwahi) adalah anak-anak muda zaman sekarang. Maka tak ayal, ia sendiri memperkenalkan dirinya sebagai “Habib Industri”.

Karena sadar akan banyak pendengar konten-konten dakwahnya melalui media sosial dan menyasar kepada anak-anak muda, pada tahun 2023 ia membuat sebuah program podcast bejudul “Log In” yang tayang setiap hari di bulan Ramadan selama 30 hari full seusai shalat tarawih. Yang mana podcast ini tayang melalui kanal Youtuber terkenal Deddy Corbuzier. Konten Log In memfokuskan pada bagaimana Islam sebagai agama mayoritas yang dipeluk oleh masyarakat Indonesia, menjelma sebagai agama yang sangat toleransi bagi para pemeluk-pemeluk agama di luar Islam itu sendiri, dan beberapa minoritas aliran kepercayaan yang ada.

Dalam podcast tersebut, Habib Ja’far memunculkan salah satu artis yang bernama Onad yang memeluk agama Kristen. Obrolan di podcast itu Habib Ja’far mencoba menjawab berbagai pertayaan-pertayaan yang dilempar oleh Onad, mulai dari pertayaan yang sangat ringan sampai pada pertayaan yang cukup berat. Salah satu pertayaan yang ringan adalah “Habib kok industri?”. Sampai pada pertayaan yang cukup berat dan menyangkut ranah aqidah seperti, “Kalau Tuhan Maha Esa, kok Agamanya banyak?” dan juga ada pertayaan yang sangat menyentuh rasa toleransi itu sendiri, seperti “Apakah Toleransi Ada Batasnya”.

Baca Juga: Dakwah Digital, Seni Mendekatkan Diri pada Tuhan atau Sekadar Tren?

Pertayaan-pertayaan yang diajukan oleh Onad sejatinya bukan bermaksud untuk menjelaskan agama Islam itu sendiri, atau bahkan mengolok-golok Islam. Dan juga bukan semata-semata tatkala Habib Ja’far menjawab pertayaan Onad, memiliki tujuan untuk mengajak Onad masuk Islam, atau minimal mendoktrin Onad dengan ajaran agama Islam.

Podcast tersebut diniatkan oleh Habib Ja’far sebagai sebuah renungan tentang nilai-nilai Islam yang universial dengan landasan toleransi. Karena pada dasarnya Log In bukan serial Islam, tapi serial toleransi. Log In bukan ngajak Onad mualaf, tapi ngajak kita saling paham, meski beda paham agar tak salah paham. Log In ngajak kita bersama dalam kebaikan, meski kita berbeda dalam kebenaran. Log In ngajak kita menjadi Indonesia, apa pun agamanya. (hlm.4)

Berangkat dari sebuah obrolan santai di podcast tersebut mengispirasi Habib Ja’far untuk menyusun buku yang berjudul “Log in Habib & Onad” yang mana buku ini menjadi salah satu bentuk dakwah bil qolam yang dilakukan oleh Habib Ja’far sebagai salah seorang penulis di Indonesia.

Dalam buku, Habib Ja’far membawa para pembaca benar-benar seperti menonton podcast Log In itu sendiri. Karena setiap kata dan kalimat yang digunakan sangat ringan, cair, dan mengalir dengan menggunakan bahasa gaul zaman sekarang, meskipun pembahasan dalam buku ini bisa dikatakan tidaklah ringan, tetapi Habib Ja’far mampu meramu serta meracik di tiap kalimatnya menjadi nuasa yang santai dan ringan.

Baca Juga: Memahami Cara Dakwah yang Bijak

Buku ini adalah salah satu terobosan terbaru juga dalam lingkup literasi perbukuan di Indonesia, yang mana hasil dari pembahasan buku ini murni berangkat dari sebuah obrolan yang sangat santai dan menyenangkan di media sosial.



Buku “Log In: Hbib & Onad” (sumber: langit7.id)

Judul: Log In Habib & Onad
Penulis: Husein Ja’far Al-Hadar
Terbit: Maret 2025
Penerbit: Hiatus
Jumlah halaman: 208 hlm
ISBN: 978-623-09-9037-3
Perensensi: Dimas Setyawan Saputro