Sebuah ilustrasi kapal yang berlabuh di dermaga (sumber: astra)

Hujan yang Jatuh di Matamu

Aku pernah menjadi angin
mengembara di senyap malam
menyusup di sela doamu yang retak
kutemui dirimu di antara rinai
mata basahmu mengalirkan musim
dan namaku kau selipkan dalam diam

kau tahu
aku bukan pahlawan
bukan langit yang sanggup memeluk seluruh luka
tapi aku duduk di pelataran rindumu
menunggu waktu memaafkan jarak

hingga suatu sore
kau memilih pergi tanpa suara
meninggalkan aroma tubuhmu
di bantal yang tak lagi kupeluk


Segenggam Kenangan

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

kau berjalan pelan di ingatanku
seperti cahaya senja yang enggan padam
aku menyebutmu dalam bisik
tak lagi sebagai milik
tapi sebagai perih yang kupelajari

kau dan aku
dua bait puisi yang kehilangan sajak
berpapasan di antara janji
tapi tak pernah saling tiba

aku masih menyimpan tawa kita
dalam kotak berdebu
bersama surat yang tak sempat kukirim
tentang cinta yang ingin tinggal
namun tak punya rumah untuk pulang


Di antara Waktu Tanpamu

Malam ini langit kehilangan bintangnya
dan aku kehilangan kamu
yang dulu mengisi waktu seperti napas
membuat sepi terasa hidup

kita pernah mengeja hari
dengan tangan saling menggenggam
tapi tak pernah siap
untuk melepaskan satu demi satu jemari

kau pergi membawa seluruh musim
meninggalkanku menua dengan pertanyaan
apakah cinta harus selalu kalah
oleh waktu yang tak mau menunggu

di akhir cerita
aku adalah puing
kau adalah reruntuhan
dan cinta
adalah reruntuhan yang tak ingin dibangun kembali



Penulis: Ayu Amalia
Editor: Rara Zarary