Gambaran pasangan jodoh.

Dalam kehidupan sehari-hari, telinga kita sering mendengar ungkapan Jodoh adalah cerminan diri. Apabila kita baik, maka jodoh kita juga baik, begitujuga sebaliknya. Pemahaman ini bersandarkan pada Al-Qur’an Surat An-Nur, ayat 26;

الخَبيثاتُ لِلخَبيثينَ وَالخَبيثونَ لِلخَبيثاتِ وَالطَّيِّباتُ لِلطَّيِّبينَ وَالطَّيِّبونَ لِلطَّيِّباتِ

“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula).”

Ayat di atas memang menegaskan bahwa orang yang baik akan mendapatkan pasangan yang baik, dan orang yang keji akan mendapatkan pasangan yang keji pula. Selain mengandung prinsip keadilan Allah, ayat diatas juga memberikan panduan kepada kita dalam memilih pasangan hidup.

Meskipun demikian, dalam beberapa kasus yang telah terjadi, tidak semua orang baik mendapatkan yang baik, dan tidak semua orang yang keji (kurang baik) mendapatkan yang keji. Ada seorang laki-laki yang tidak baik mendapatkan wanita yang baik. Contohnya: “Fir’aun merupakan raja yang dzolim, sombong dan kejam, mendapatkan istri wanita yang sholehah dan baik hati, yakni Asiyah.

Ada juga laki-laki yang baik mendapatkan wanita yang kurang baik, contohnya, “Nabi Nuh yang merupakan orang sholeh, pilihan Allah, yang diberikan amanah oleh Allah untuk mendakwahkan agama islam, mendapatkan istri yang tidak mendukung dakwahnya dan menentangnya.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Lantas, bagaimana kita memaknai ayat di atas?

Apabila kita perhatikan, sebenarnya ayat di atas masih ada hubungannya dengan ayat sebelumnya, yakni ayat pembebasan Sayyidah Aisyah dari tuduhan-tuduhan buruk. Mereka menuduh bahwasannya Sayyidah Aisyah melakukan tindakan yang tidak pantas bersama salah satu sahabat Rasulullah Saw.

Adapun kejadian yang sebenarnya, pada saat akan pergi berperang dengan Bani Mustaliq Rasulullah mengundi istrinya, dan yang mendapatkan undian adalah Aisyah r.a. Setelah peperangan selesai rombongan kembali. Dalam perjalanan, rombongan berhenti di suatu tempat, Aisyah keluar dari sekudupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba ia merasa kalungnya hilang, lalu ia pergi mencarinya.

Sementara itu, rombongan melanjutkan kembali perjalanannya dan berprasangka bahwa Aisyag r.a. masih berada di dalam sekudup. Setelah Aisyah r.a, mengetahui sekedupnya sudah pergi, ia duduk di tempatnya dan berharap agar sekudup tersebut kembali lagi menjemputnya. Kebetulan, lewat sahabat Nabi yakni, Sofwan ibnu Mu’attal, ia kaget ketika melihat Aisyah r.a, sedang tidur dan mengucapkan “inna lillahi wa inna ilaihi roji’un”, mendengar suaranya Aisyah r.a, terbangun. Lalu Sofwan mempersilahkan kepada Aisyah untuk mengendarai ontanya.

Safwan menuntun ontanya sampai Madinah. Orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut pendapat masing-masing, mulailah timbul desas-desus. Kemudian kaum kafir membesar-besarkan masalah tersebut, maka fitnah Aisyah r.a, bertambah luas, sehingga menimbulkan keguncangan kaum muslimin.

Ayat di atas menunjukan bahwa Sayyidah Aisyah r.a, dan Safwan merupakan orang yang suci dari segala tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Rasulullah merupakan orang yang paling baik, maka perempuan yang baik pula yang menjadi istri beliau.

Adapun mengenai, Benarkan jodoh adalah cerminan diri? Jawabannya adalah seperti halnya Rasulullah adalah cerminan dari Sayyidah Aisyah, wanita baik dan selalu menjaga kehormatannya.

Dengan memahami jodoh adalah cerminan diri, kita bisa lebih bijaksana dalam memilih pasangan. Melalui pandangan ini, bisa mendorong kita untuk berintropeksi diri dan memperbaiki diri dalam rangka agar mendapatkan pasangan yang sesuai dengan karakter dan nilai-nilai yang kita junjung tinggi. Karena jodoh merupakan hal yang bisa dirubah dengan ikhtiar setiap orang dalam penantiannya.



Penulis: Almara Sukma