Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Machfudz, beserta para qari’ dan jajaran tamu undangan dalam penutupan kegiatan Ramadan di Pesantren Tebuireng. (foto: irsyad)

Tebuireng.online— Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Machfudz, menegaskan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga sebuah proses spiritual yang membimbing seseorang dari keimanan menuju ketakwaan.

“Puasa itu bukan hanya perkara menahan diri dari makan dan minum, tetapi bagaimana seorang Muslim bisa lebih dekat kepada Allah. Dari orang yang beriman, lalu meningkat menjadi orang yang bertakwa,” ujar Gus Kikin dalam tausiyahnya terkait menjelang 10 hari terakhir Ramadan, dalam acara penutupan kegiatan Ramadan di Pesantren Tebuireng, Rabu (19/3).

Dalam penutupan pengajian Ramadan itu, Gus Kikin juga mengingatkan para santri tentang tiga hikmah utama Ramadan yang diajarkan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim.

“Yang pertama, Ramadan ini sebenarnya untuk kesehatan. Perut kita yang selama 11 bulan bekerja terus-menerus, sekarang diberi waktu untuk beristirahat,” jelasnya dihadapan ribuan santri di masjid Tebuireng.

Selain itu, ia menekankan bahwa rasa lapar dalam puasa memiliki nilai pendidikan moral yang sangat tinggi.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Ketika seseorang lapar, ia akan lebih mampu mengendalikan diri. Urusan dunia yang biasanya menarik menjadi tidak begitu penting. Ini yang mendidik akhlak dan budi pekerti,” tambahnya.

Baca Juga: Mewakili Qari’, Gus Fahmi Sampaikan Pesan di Penutupan Kegiatan Ramadan

Hikmah ketiga, lanjutnya, adalah bahwa puasa menumbuhkan rasa empati terhadap sesama, terutama bagi mereka yang berkecukupan.

“Orang kaya yang terbiasa hidup nyaman jadi bisa merasakan bagaimana rasanya lapar. Dengan begitu, mereka akan lebih peduli terhadap saudara-saudaranya yang sering kesulitan mendapatkan makanan,” ujarnya.

Karena itulah, menurut Gus Kikin, zakat fitrah menjadi penutup Ramadan yang penuh makna sebagai bentuk kepedulian sosial umat Islam.

Menutup tausiyahnya, Ketua PWNU itu berpesan kepada para santri agar terus menjaga semangat dalam menuntut ilmu dan memperhatikan adab dalam setiap aspek kehidupan.

“Ilmu yang kalian pelajari harus dibingkai dengan adab. Tanpa adab, ilmu itu tidak akan diterima oleh Allah,” pesannya.

Gus Kikin berharap setelah Ramadan ini, para santri kembali ke Tebuireng dengan semangat yang lebih tinggi dan wajah yang lebih ceria.

“Puasa ini adalah proses pembentukan diri. Jadi, kalau nanti kembali ke sini, wajahnya harus lebih ceria karena Ramadan telah membawa kita dari keimanan menuju ketakwaan,” pungkasnya.

Mendekati akhir Ramadan, Gus Kikin mengajak seluruh santri untuk terus meningkatkan ibadah, mengejar keutamaan malam Lailatul Qadar, serta memperbanyak amal kebaikan, termasuk zakat dan sedekah.



Pewarta: Albii