ilustrasi ruh

Iman terhadap hal ghaib adalah salah satu hal yang wajib kita lakukan sebagai muslim, di antara beriman kepada hal ghaib adalah percaya terhadap adanya Tuhan, malaikat, selain itu, ada hal ghaib lain seperti jin, syaitan, dan ruh/arwah manusia. Dalam masalah arwah ini, tidak ada yang tahu pasti bagaimana kondisi arwah manusia setelah terjadinya proses kematian. Bahkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pun tidak mengetahui secara detail bagaimana kondisi arwah orang yang sudah meninggal. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat Al-Isra’ ayat 85:

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِۗ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ اَمْرِ رَبِّيْ وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا

Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang roh. Katakanlah, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit.”

Sejatinya tidak ada yang tahu kondisi secara riil bagaimana kondisi arwah manusia ketika setelah kematian, bahkan nabi pun tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit saja. Pada ayat di atas ada kata وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا, para ulama menafsirkan kata tersebut dengan Nabi Muhammad yang diberi pengetahuan sedikit tentang pengetahuan arwah ketika ditanya oleh orang Yahudi, ada juga yang berpendapat kalau para ulama juga diberi pengetahuan tentang arwah walaupun itu sedikit.[1]

Dari penafsiran tentang ayat di atas kalau para ulama juga termasuk dari orang yang dikaruniai ilmu sedikit tentang arwah , maka para ulama yang menjelaskan tentang arwah bahkan dengan detail, misalnya saja Ibnu Qoyyim al-Jauzi yang punya karangan khusus tentang arwah yakni kitab ar-Ruuh.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pembagian Arwah

Dalam kitab ar-Ruuh Ibnu Qoyyim menjelaskan kalau arwah manusia ketika dicabut dari jasadnya, menurut beliau arwah dibagi jadi dua yakni yang pertama الأروح المنعمة (al-Arwah al-Mun’amah) dan الأرواح المعذبة (al-Arwah al-Muadzzabah).[2]

  1. al-Arwah al-Mun’amah

Yang dimaksud dalam golongan ini adalah mereka yang diberi nikmat oleh Allah setelah meninggal, kenikmatan itu berupa mereka bisa berkunjung ke temannya semasa di dunia hal ini sesuai dengan fiman Allah :

ومَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا

Siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (akan dikumpulkan) bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Q.S. an-Nisa: 69)

  1. al-Arwah al-Mua’dzzabah

Sedangkan dalam golongan yang kedua ini menurut Ibnu Qoyyim adalah mereka yang disibukkan dengan azab hingga tidak sempat berkunjung atau menziarahi temannya semasa di dunia.

Tempat Arwah Manusia

Sedangkan menurut Syaikh Abu Bakar Syatha, arwah manusia ketika sudah meninggal dikasifikasi menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok punya tempat tersendiri yang khusus, berikut penjelasannya:

(واعلم) أن الأرواح على خمسة أقسام: أرواح الأنبياء، وأرواح الشهداء، وأرواح المطيعين، وأرواح العصاة من المؤمنين، وأرواح الكفار.

Ketahuilah, sesungguhnya arwah terbagi kepada 5 golongan: arwah para nabi, arwah orang-orang syahid, arwah orang-orang yang ta’at, arwah orang-orang yang maksiat dari kalangan orang beriman, dan arwah orang-orang kafir.[3]

Dari klasifikasi arwah di atas masing-masing arwah punya tempatnya sendiri, berikut penjelasannya:

Arwah Para Nabi

فأما أرواح الأنبياء: فتخرج عن أجسادها، وتصير على صورتها مثل المسك والكافور، وتكون في الجنة، تأكل، وتتنعم، وتأوي بالليل إلى قناديل معلقة تحت العرش.

Arwah para Nabi, setelah keluar dari jasadnya jadi seperti bentuk misik & kafur dan berada dalam surga, makan dan bernikmat-nikmat pada malam hari mengambil tempat dalam sebuah kandil yang tergantung di bawah ‘arasy.

Arwah Para Syuhada

وأرواح الشهداء: إذا خرجت من أجسادها فإن الله يجعلها في أجواف طيور خضر تدور بها في أنهار الجنة، وتأكل من ثمارها، وتشرب من مائها، وتأوي إلى قناديل من ذهب معلقة في ظل العرش، هكذا قال رسول الله صلى الله عليه وسلم.

Adapun arwah orang-orang syahid, apabila keluar dari jasadnya maka Allah SWT akan meletakkan nya dalam perut burung yang berwarna hijau dan terbang diantara sungai-sungai surga,makan dari buah-buahan surga, minum dari minuman surga, dan mengambil tempat dalam sebuah kandil yang terbuat dari emas dan tergantung di naungan ‘arasy, seperti itulah yang disampaikan oleh Rasulullah Saw.

Arwah Orang yang Taat

وأما أرواح المطيعين من المؤمنين: فهي في رياض الجنة، لا تأكل ولا تتنعم، لكن تنظر في الجنة فقط.

Adapun ruh orang-orang ta’at dari golongan orang beriman, maka Allah tempatkan dalam kebun surga, tidak makan dan tidak menikmati, karena hanya menunggu.

Arwah Orang yang Bermaksiat

وأما أرواح العصاة من المؤمنين: فبين السماء والأرض في الهواء.

Adapun ruh orang-orang maksiat dari kalangan orang beriman maka Allah letakkan di udara antara langit dan bumi.

Arwah Orang Kafir

وأما أرواح الكفار: فهي في أجواف طيور سود في سجين، وسجين تحت الأرض السابعة، وهي متصلة بأجسادها، فتعذب أرواحها، فيتألم بذلك الجسد. كالشمس: في السماء الرابعة، ونورها في الأرض، كما أن أرواح المؤمنين في عليين، متنعمة ونورها متصل بالجنة.

Adapun ruh orang-orang kafir, maka dia berada dalam perut burung yang hitam dalam sijjin, dan sijjin terletak di bawah bumi yang ketujuh dan ruhnya bersambung dengan jasadnya dan ketika ruhnya diazab maka jasadnya pun merasakan kesakitan, seperti matahari yang terletak di langit ke empat dan cahayanya tembus ke bumi. Seperti itu juga ruh orang-orang beriman dan ‘illiyin yang bernikmat-nikmat dan cahaya nya bersambung dengan surga.

Sejatinya yang tahu pasti kondisi arwah manusia setelah proses kematian hanyalah Allah semata, tidak ada makhluk di dunia ini yang diberi pengetahuan pasti tentang arwah ini karena memang ruh/arwah adalah rahasia Ilahi yang hanya Allah saja yang berhak tau detailnya seperti apa.

Baca Juga: Perjalanan Ruh Sebelum Masuk Rahim


[1] محمود بن حمزة بن نصر، غرائب التفسير وعجائب التأويل، (بيروت: دار القبلة للثقافة الإسلامية)، 1/641

[2] ابن قيم الجوزية، الروح في الكلام على أرواح الأموات والأحياء بالدلائل من الكتاب والسنة، (بيروت: دار الكتب العلمية)، 17

[3] أبو بكر بن محمد شطا الدمياطي، إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، (بيروت: دار الفكر 1997م)، 2/123


Ditulis oleh Nurdiansyah Fikri Alfani, Santri Tebuireng