
Sejak malam Idul Adha hingga sampai pagi terakhir hari Tasyrik yakni 13 Dzulhijjah, suara takbir bergema menyeru orang-orang untuk ikut mengucapkan takbir pada Hari Raya Idul Adha. Masyarakat pun bersukacita menyambut perayaan kurban. Dalam penyembelihan binatang kurban ini identik dengan penyembelihan binatang ternak seperti unta, sapi, kambing ataupun domba. Kurban ini pun dilakukan bagi orang-orang Islam yang mampu untuk berkurban. Namun, apakah kurban itu diperuntukkan bagi orang yang hanya memiliki finansial yang mapan?
Dalam perintah untuk berkurban ini, kita sangat menghafal dalil yang memerintahkan melakukan kurban, seperti yang terdapat dalam ayat kedua QS. Al-Kautsar. Apalagi kita pasti mengetahui sejarah berkurban, sebagaimana yang dicontohkan dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Namun, apakah kita benar-benar memahami dan menerapkannya dalam kehidupan masyarakat? Ataukah kita hanya sekedar menghafal tanpa meresapi hikmah apa yang terdapat dalam berkurban dan menerapkannya?
Baca Juga: Ibadah Kurban dan Teladan Kesabaran Nabi Ismail
Mengutip penjelasan dari laman website Kemenag Aceh yang berjudul Mengimplementasikan Ibadah Qurban dalam Kehidupan, bahwa Kata kurban itu berasal dari bahasa Arab qaraba-yuqaribu-qurbanan-qaribun, yang artinya dekat. Dengan begitu, makna kurban dalam istilah di sini berarti kita berusaha menyingkirkan hal-hal yang dapat menghalangi upaya mendekatkan diri kita pada Allah SWT. Penghalang mendekatkan itu adalah berhala dalam berbagai bentuknya, seperti ego, nafsu, cinta kekuasaan, cinta harta-benda dan lain-lainnya secara berlebihan.
Kita pasti memiliki ego, cinta terhadap urusan keduniawian, ataupun nafsu yang dapat menjauhkan atau menghalangi kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kebanyakan dari kita dibutakan oleh kenikmatan duniawi. Kita sudah diberikan harta, kekuasaan, dan kenikmatan cinta terhadap dunia, justru semakin membuat lalai. Kenikmatan-kenikmatan itulah merupakan ujian yang diberikan oleh Allah.
Ketika kita sedang dalam keadaan yang lapang kita diuji, dan dalam keadaan kekurangan pun kita diuji, sehingga kita menyadari dan memahami apa itu makna cukup sekaligus mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Dalam kondisi apapun entah kita dalam kondisi kekurangan atau mendapatkan rezeki yang berlimpah, kita harus tetap mendekatkan diri kepada Tuhan, dengan rajin beribadah kepadaNya.
Memetik hikmah dari berkurban ini, bahwa kita tidak menunggu dalam keadaan bergelimpangan harta saja. Melainkan, dalam keadaan sempit pun kita seharusnya berkurban agar dapat lebih mendekatkan diri dengan semakin banyak beribadah dan tentunya dengan hati yang ikhlas serta hati yang selalu mengharapkan ridha kepada Allah.
Jika kita belum sanggup untuk menyembelih binatang, sebaiknya kita menyembelih sifat kebinatangan dalam diri seperti; amarah, malas, serakah, dan nafsu. Karena sejatinya, setiap kita adalah Ibrahim yang diuji untuk melepaskan ‘Ismail’ yang kita cintai namun melalaikan dari Tuhan seperti harta, tahta, dan cinta. Dalam perintah berkurban ini merupakan simbol dari ketundukkan diri kepada Tuhan dan keimanan yang mendalam.
Baca Juga: Sudahkah Kita Benar-benar Berkurban?
Dengan meneladani sikap yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim untuk rela berkurban terhadap apa yang sangat dicintainya, diharapkan semakin menambah keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan dan dengan berkurban tersebut dapat membantu orang-orang yang ada disekitar kita yakni saudara dan kerabat dekat kita yang belum atau jarang merasakan nikmatnya menyantap daging kurban, kini bisa turut senang karena dapat merasakan nikmatnya daging kurban.
Sikap berbagi daging kurban, bergotong royong dalam membantu proses pelaksanaan penyembelihan hewan kurban tersebut dapat mempererat tali persaudaraan kita terhadap sesama. Oleh karena itu, dalam kurban ini juga bukanlah ajang tahunan untuk memamerkan harta kepada orang lain, bukan juga perlombaan untuk berapa banyak jumlah hewan kurban yang bisa dikurbankan tahun ini yang berkedok pansos untuk dijadikan story di sosial media.
Namun, momen berkurban ini untuk memperdalam nilai spiritual kita, yang mana dari kegiatan berkurban ini juga bisa memberikan contoh tauladan yang baik dan menggugah kesadaran masyarakat untuk saling berbagi sehingga tali persaudaraan dalam masyarakat dapat terjaga. Dan semoga dalam hari raya kurban ini, kita dapat benar-benar bisa meresapi makna berkurban dengan mempertebal keimanan diri dan untuk bisa saling berbagi terhadap sesama. Aamiin ya rabbal alamiin…
Penulis: Amalia Dwi Rahmah, Anggota Sanggar Kapoedang
Editor: Rara Zarary