
Dalam buku “Atlas Sejarah para Nabi dan Rasul” karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth, didapat informasi terkait sejarah Nabi Idris a.s., sebagai berikut: Para sejarawan kuno dan ahli sejarah para nabi mengatakan bahwa beliau adalah Idris bin Burd, ada juga yang berpendapat bin Yarid. Nama aslinya adalah Akhnukh. Latar belakang dinamakan Idris karena beliau sering membaca kitab dan shuhuf Nabi Adam AS serta Nabi Syits. Ibu beliau namanya Asyut. Beliau adalah orang pertama yang menulis dengan pena, menjahit pakaian, mengenakan pakaian berjahit, serta orang pertama yang mempelajari ilmu perbintangan dan ilmu hitung (Al-Maghlouth, 65: 2012).
Baca Juga: Anugerah Nikmat yang Diberikan Allah kepada Nabi Adam
Nabi Idris a.s., mewarisi ilmu Nabi Syits bin Adam. Setelah beranjak dewasa, Allah mengangkatnya sebagai nabi. Beliau pun melarang orang-orang berbuat kerusakan yang menentang syariat Nabi Adam dan Nabi Syits, tetapi hanya sedikit yang menaatinya. Sebagian besar menentang dakwah beliau. Beliau lalu berniat untuk berpindah ke tempat yang lebih banyak penduduknya dan mau menerima ajakannya yaitu daerah Mesir (Al-Maghlouth, 65: 2012). Di mana diperkirakan hidup Nabi Idris AS bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusy bin Syits bin Adam antara 4533 – 4188 SM (Al-Maghlouth, 44: 2012).
Melalui mukjizat kitab suci Al-Qur’an terkait sejarah Nabi Idris a.s., dijelaskan pada firman Allah surah Maryam/19 ayat 56 – 57;
وَٱذۡكُرۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ إِدۡرِيسَۚ إِنَّهُۥ كَانَ صِدِّيقٗا نَّبِيّٗا وَرَفَعۡنَٰهُ مَكَانًا عَلِيًّا
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al- Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Q. S. Maryam/19: 56 – 57).
M Quraish Shihab memberikan uraian: “Ayat di atas memerintahkan Nabi Muhammad SAW bahwa: Dan ingatkan serta ceritakan jugalah hai Nabi Muhammad SAW kepada umatmu, apa yang terdapat dalam Al-Kitab yakni Al-Qur’an tentang kisah Nabi Idris a.s. Sesungguhnya ia adalah seorang shiddiq dan seorang Nabi yang tinggi kedudukannya. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi yakni pasti akan menempatkannya di surga (Shihab, 209: 2004). Nabi Idris a.s., adalah orang pertama yang mengetahui tentang ilmu perbintangan, berhitung dan menulis serta menjahit pakaian (Shihab, 209: 2004).
Wahbah Mushthafa Az-Zuhaili memberikan penafsiran sebagai berikut: “Nabi Idris a.s., adalah keturunan Nabi Adam AS yang pertama diangkat menjadi nabi setelah Nabi Adam a.s., dan Syits AS. Nabi Idris AS termasuk keturunan Nabi Adam a.s karena masanya dekat dengan Nabi Adam AS dan karena dia adalah kakeknya Nabi Nuh a.s. Sedangkan, Nabi Ibrahim termasuk salah satu keturunan orang-orang yang ikut Nabi Nuh As di dalam kapal dan dia termasuk anak keturunan Sam bin Nuh. Dijuluki Idris karena banyaknya pelajaran yang dia sampaikan.
Terkait hal ini, diriwayatkan bahwa Allah menurunkan kepadanya tiga puluh shahifah (lembaran-lembaran ajaran). Dia adalah orang pertama yang menulis dengan pena, menjahit pakaian, dan memakai pakaian yang berjahit, sedangkan orang-orang sebelumnya memakai pakaian dari kulit. Dia juga orang pertama yang mengkaji ilmu perbintangan dan astronomi, orang pertama yang menggunakan timbangan, takaran dan senjata, serta menggunakannya untuk memerangi anak keturunan Qabil. Idris juga rasul pertama setelah Adam (Az-Zuhaili, 465: 2005).
Baca Juga: Empat Karakteristik Orang Shalat menurut Perspektif Al-Quran dan Hadis
Lebih lanjut Az-Zuhaili menjelaskan: “Nabi Idris lahir di Memphis Mesir. Orang menyebutnya Hermesulhaaramisah (Hermes Trismegistus). Menurut satu pendapat Nabi Idris lahir di Babilonia. Di awal usianya, dia mengambil ilmu dari Syits bin Adam, yang merupakan kakek dari kakek ayahnya. Nabi Idris menetap di Mesir dan menyeru orang-orang untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, serta taat kepada Allah Azza wa Jalla. Dia juga mengajarkan kepada mereka tentang perencanaan kota. Dia berada di bumi selama delapan puluh dua tahun.
Di dalam mata cincinnya tertulis “Ash-Shabru ma’al iman billahi yuuritsu azh-Zhafra – kesabaran yang disertai dengan keimanan akan membuahkan keberuntungan”. Di jubah yang dia pakai tertulis “Al-A’yadu fii hifdhil furudli, wasyari’atu min tamaami Ad-Diin, wa tamaama ad-Diin min kammali al-Muruuihi –hari raya adalah dalam menjaga ibadah-ibadah fardlu, syariah termasuk kesempurnaan agama, dan kesempurnaan agama adalah termasuk kesempurnaan muru’ah (wibawa).
Di jubah yang dia pakai ketika menshalati jenazah tertulis “As-Sa’idu man nadhara linafsihi, wa syafaa’atuhu ‘inda rabbihi a’maluhu ash-Shaalihati –orang yang bahagia adalah orang yang menangisi dirinya sendiri dan syafaatnya di sisi Tuhannya adalah amal-amal salehnya (Az- Zuhaili, 465: 2005).
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i memberikan uraian: “Idris diceritakan Allah dengan cara memujinya. Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Telah dikemukakan di dalam hadis sahih bahwa Rasulullah SAW bertemu dengannya di langit keempat pada malam Isra.
Diriwayatkan dari Mujahid bahwa Idris diangkat Allah ke langit, sebagaimana Allah mengangkat Isa, dan dia tidak mati. Menurut Mujahid, Idris diangkat ke langit keempat. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Idris seorang penjahit. Tidaklah dia menusukkan jarum kecuali membaca kalimat ‘subhanallah’. Tidak ada seorang pun pada masa itu yang paling utama amalnya daripada dia. Al-Hasan menafsirkan kata ‘tinggi’ pada firman Allah, ‘Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi’ dengan surga (Ar-Rifa’i, 203: 2001).
Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi memberikan keterangan: “Sejak awal Al-Qur’an memberikan informasi kepada kita yang berkaitan dengan beriringannya kerasulan dan kenabian, di mana Nabi Idris merupakan nabi pertama sesudah Nabi Adam. Nabi Idris bin Syits bin Adam. Sesudah Nabi Idris kemudian datang Nabi Nuh kemudian Nabi Ibrahim, dan dari pada nabi tersebut datang yang berkelanjutan terkait dengan kenabian yang berbeda-beda sisi kemukjizatannya.
Sesungguhnya Nabi Idris adalah shiddiqan yang menyampaikan kebenaran apa yang datang kepadanya dari Dzat Yang Maha Benar (Allah), sehingga Allah menjadikannya mampu membedakan yang hak dengan yang batil dan cahaya yang menyinarinya mampu memahami yang hak, maka setan tidak mampu menggodanya, karena sesungguhnya setan itu tidak bisa menembus orang yang menggunakan akal sehatnya. Juga Nabi Idris mencapai derajat kenabian dan mendapatkan derajat tempat yang tinggi di sisi Allah Ta’ala (Asy-Syaeawi, 9127: TT).
Baca Juga: Tiga Golongan Manusia, Kamu Masuk Bagian Mana?
Berdasarkan beberapa informasi di atas, melalui firman Allah SWT surah Maryam/19 ayat 56 – 57, beberapa riwayat dan pendapat ahli tafsir, maka anugerah nikmat yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Idris AS adalah:
- Shiddiq – seorang yang benar, benar dalam sikap, ucapan dan perbuatannya.
- Nabiyan – manusia yang dipilih Allah SWT untuk memperoleh bimbingan sekaligus ditugasi untuk menuntun manusia menuju kebenaran Ilahi.
- Mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allah SWT.
- Mendapatkan wahyu 30 shahifah (lembaran-lembaran ajaran).
- Kemampuan membaca dan menulis dengan pena.
- Memahami ilmu perbintangan dan astronomi.
- Mampu menjahit pakaian.
- Kemampuan merancang tata kota.
Dari anugerah nikmat yang diberikan Allah kepada Nabi Idris menjadi pelajaran berharga bagi kita semua saat ini, bagaimana agar kita juga mencontoh untuk mendalami salah satu keahlian Nabi Idris, bilamana didalami ilmu-ilmu tersebut akan memberikan manfaat atau faedah yang banyak dan membawa keberkahan.
Semisal, mendalami ilmu perbintangan atau astronomi, maka akan mengantarkannya menjadi pakar bidang ilmu perbintangan dan astronomi. Ketika mendalami ilmu menjahit, maka akan menjadi desainer pakaian yang andal. Ketika mendalami ilmu baca tulis, maka akan menjadi penulis yang andal. Ketika mampu mendalami tentang tata kota, maka akan mampu mendesain kota yang ramah lingkungan, aman dan damai. Demikian seterusnya, sehingga menjadi pelajaran penting buat kita semua untuk mencontoh dan meneladani Nabi Idris.
Baca Juga: Golongan yang Telah Diberi Nikmat oleh Allah
Sebuah nasihat yang tertulis pada jubahnya, memberikan pelajaran penting pula -As-Sa’idu man nadhara linafsihi, wa syafaa’atuhu ‘inda rabbihi a’maluhu ash-Shaalihati- orang yang bahagia adalah orang yang menangisi dirinya sendiri dan syafaatnya di sisi Tuhannya adalah amal-amal salehnya”, bagaimana agar kita semua selalu mawas diri, mampu introspeksi diri.
Penulis: Dr. H. Otong Surasman, MA., Dosen Pascasarjana PTIQ Jakarta