
Zaman sekarang, katanya manusia sudah maju. Teknologi canggih, AI bisa ngobrol, mobil bisa nyetir sendiri, bahkan kucing pun punya akun Instagram. Tapi ironisnya, di tengah segala kemajuan itu, kita tetap saja jadi makhluk yang hobi merusak. Salah satu bentuk perusakan paling brutal dan konsisten sejak manusia mengenal kapak batu sampai excavator ialah deforestasi (penggundulan atau penghancuran hutan).
Mungkin sebagian dari kita masih mengira deforestasi cuma masalah sepele. Paling-paling cuma nebang pohon. Tapi, tahukah Anda, dari pohon yang ditebang itu bisa muncul bencana banjir, tanah longsor, perubahan iklim, sampai punahnya spesies-spesies langka yang bahkan belum sempat kita kenal namanya?
Nah, kalau kita tarik masalah ini ke dalam kacamata Islam, kira-kira bagaimana sih pandangan Al-Quran tentang deforestasi? Apakah ada ayat yang membahas soal menebang pohon, membabat hutan, dan membumihanguskan alam demi proyek tambang dan jalan tol? Jawabannya, ada. Pembahasannya, percaya atau tidak, jauh lebih dalam dari sekadar larangan bakar-bakar hutan. Yuk, kita bahas dengan santai tapi tetap kritis. Karena masa depan bumi bukan cuma urusan aktivis lingkungan, tapi juga urusan moral dan spiritual.
Al–Quran dan Alam, Hubungan Suci yang Terlupakan
Sebelum bahas deforestasi, mari kita tengok dulu bagaimana al-Quran memandang alam secara keseluruhan. Dalam banyak ayat, Allah menyebut ciptaan-Nya di alam semesta ini sebagai “ayat”, atau tanda-tanda kekuasaan-Nya. Bahkan ada ayat yang dengan jelas bilang:
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ
Artinya: “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang-orang yang berakal.” (Q.S. Ali Imran: 190)
Lihat? Alam ini bukan sekadar dekorasi kosmik. Dia punya nilai spiritual. Ia adalah kitab terbuka, bacaan sunyi yang terus membisikkan tauhid ke telinga siapa saja yang mau berpikir. Jadi ketika kita menebang pohon, meracuni sungai, atau membakar hutan, kita bukan cuma merusak ekosistem. Kita sedang menyobek-nyobek halaman dari kitab alam yang Allah bentangkan untuk kita renungi.
Deforestasi dan Perusakan Bumi: Al–Quran Turun Tangan
Sekarang kita masuk ke inti persoalan: deforestasi, di dalam al-Quran, ada ayat yang secara terang menyentil kelakuan manusia yang rusak-rusak:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar-Rum: 41)
Tolong garis bawahi: “perbuatan tangan manusia”. Bukan karena takdir. Bukan karena setan. Tapi karena manusia sendiri, kita. Kata “fasad” dalam ayat itu berarti kerusakan, kekacauan, kehancuran. Dalam tafsir klasik maupun kontemporer, kerusakan ini mencakup segala bentuk eksploitasi berlebihan terhadap alam mulai dari pencemaran air, udara, sampai perusakan hutan. Dan siapa pelaku utamanya? Kita. Manusia modern yang katanya berpendidikan tapi lebih mirip perompak hutan berjubah proyek strategis nasional.
Menebang Hutan sama dengan Merusak Kehidupan
Mari kita renungkan. Hutan bukan cuma kumpulan pohon. Ia adalah rumah bagi burung, semut, ular, harimau, jamur, dan makhluk-makhluk mikro yang tak kasat mata. Ketika hutan ditebang, bukan hanya pohon yang mati, tapi ekosistem pun ikut musnah.
Al-Quran memerintahkan manusia untuk “jangan membuat kerusakan di muka bumi” setelah diperbaiki:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-A’raf: 56)
Nah, sekarang tanya diri kita masing-masing: apakah dengan membabat hutan ratusan hektar demi kelapa sawit, itu termasuk memperbaiki bumi? Atau sebaliknya?
Jika Anda masih ragu bahwa deforestasi adalah bentuk “fasad”, coba lihat efek lanjutannya: banjir, longsor, krisis air, punahnya flora-fauna, hingga pemanasan global. Semua itu adalah bukti nyata bahwa bumi kita sedang menjerit karena ulah tangan manusia.
Kalimat Tauhid dan Tanggung Jawab Ekologis
Sering kali kita beribadah, sholat lima waktu, puasa, dan rajin ke masjid. Tapi dalam waktu yang sama, kita juga buang sampah sembarangan, bakar-bakar hutan, dan membiarkan proyek deforestasi berjalan tanpa protes. Lalu kita bilang: “Yang penting hati saya bersih.”
Nah, di sinilah letak kemunafikan yang sering kita abaikan.
Dalam perspektif Islam, tauhid bukan cuma soal hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan, tapi juga hubungan horizontal: dengan alam, makhluk hidup, dan lingkungan sekitar.
Pernah dengar hadits ini?
إن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا
Artinya: “Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.” (H.R. Bukhari&Ahmad). Luar biasa. Bahkan di ujung dunia sekali pun, Islam mengajarkan pentingnya menanam pohon. Lalu kenapa kita malah jadi generasi yang sibuk menebang?
Kapitalisme dan Agama: Musuh Dalam Selimut?
Kritik keras terhadap deforestasi sering mentok di tembok kapitalisme. Katanya: “Ini untuk pertumbuhan ekonomi.” “Ini proyek negara.” “Ini investasi jangka panjang.” Tapi pertanyaannya: ekonomi siapa yang tumbuh? Rakyat kecil atau pemilik saham? Dan jangka panjang buat siapa? Buat negara atau buat elite?
Al-Quran dalam banyak ayat mengutuk kerakusan dan keserakahan, salah satu diantaranya pada surah At-Taubah ayat 34;
۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para rabi dan rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil serta memalingkan (manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar ‘gembira’ kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.”
Kalau menimbun kekayaan saja diancam azab, bagaimana dengan menimbun dosa akibat merusak hutan demi kekayaan? Mengapa Kita Perlu Reboisasi Spiritual? Deforestasi bukan cuma soal fisik. Ia adalah tanda dari kerusakan spiritual umat manusia. Kita sudah terlalu lama melihat pohon sebagai objek ekonomi, bukan sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Kita perlu melakukan reboisasi spiritual menanam kembali nilai-nilai tauhid, adab terhadap alam, dan tanggung jawab ekologis dalam hati kita. Karena Islam bukan agama yang sekadar mengatur shalat dan puasa, tapi juga hubungan kita dengan bumi.
Nabi dan Alam, Teladan yang Hilang
Nabi Muhammad SAW punya banyak contoh bagaimana berinteraksi dengan alam. Salah satu kisah menarik adalah ketika beliau melarang sahabat memotong pohon tanpa alasan jelas. Dalam perang pun, ada larangan untuk merusak pohon dan membunuh hewan tanpa sebab.
Bandingkan dengan zaman sekarang: bukan dalam perang, tapi dalam damai, pohon-pohon ditebang massal demi pabrik, hotel, dan tambang. Dan umat Islam diam saja. Bahkan kadang ikut-ikutan jadi pelaku.
Solusi Qur’ani untuk Deforestasi
Al-Quran bukan kitab pasrah. Ia adalah kitab aksi. Maka kita harus tanya: bagaimana seharusnya kita bertindak? Pertama, menanam kembali pohon sebagai ibadah. Jadikan kegiatan tanam-menanam bukan sekadar proyek, tapi amal jariyah. Karena setiap pohon yang hidup, ia jadi saksi kebaikan. Kedua, menolak proyek yang merusak lingkungan. Jangan mudah terpikat slogan “demi pembangunan”. Jika pembangunan menghancurkan hutan, itu bukan kemajuan, tapi kemunduran spiritual.
Ketiga, mengedukasi masyarakat lewat mimbar-mimbar dakwah. Para ustadz dan dai jangan cuma bicara surga dan neraka, tapi juga bumi dan langit. Ajak umat untuk peduli pada lingkungan. Keempat, mendorong kebijakan hijau berbasis nilai Qur’ani. Pemerintah harus didorong membuat kebijakan lingkungan yang berpihak pada bumi, bukan hanya pada pemodal. Kelima, mengubah gaya hidup konsumtif. Semakin banyak kita konsumsi, semakin banyak hutan yang ditebang. Hidup sederhana adalah kunci menjaga bumi.
Dosa yang Terbentang di Langit dan Hutan
Deforestasi bukan sekadar urusan kehutanan. Ia adalah persoalan iman, moral, dan tanggung jawab sebagai khalifah di bumi. Ketika kita abai terhadap hutan, sesungguhnya kita sedang mengkhianati amanah suci yang diberikan Allah.
Al-Qur’an sudah memperingatkan. Hadits sudah menjelaskan. Alam sudah berteriak. Tapi sampai hari ini, kita tetap menutup mata. Padahal suatu hari, setiap pohon yang ditebang tanpa hak akan menjadi saksi di akhirat. Dan bumi yang kita injak ini, akan berbicara:
يَوْمَىِٕذٍ تُحَدِّثُ اَخْبَارَهَاۙ
Artinya: “Pada hari itu (bumi) menyampaikan berita (tentang apa yang diperbuat manusia di atasnya).” (QS. Az-Zalzalah: 4)
Dan apa yang akan ia katakan? Mungkin: “Ya Allah, mereka telah menebang aku demi uang. Mereka membakar aku demi proyek tol. Mereka mengubah aku menjadi tambang, dan meninggalkan aku menjadi lubang.”
Semoga bukan nama kita yang disebut bumi nanti.
Penulis: Khairul A. El Maliky
Editor: Sutan Alam Budi