sumber ilustrasi: freepik

Oleh: Rifatuz Zuhro*

Bunda, tahukah anda? Saat memasuki usia dua tahun, seringkali anak akan menunjukkan sikap menantang, mudah frustasi, memaksakan kehendak, dan berujung tantrum. Fase tersebut merupakan fase normal yang disebut fase Terrible Two. Fase ini sangatlah penting, karena inilah saatnya anak mengalami perubahan besar pada kecerdasan intelektual, sosial maupun emosionalnya.

Seperti halnya yang dijelaskan oleh dr. Aisyah Dahlan, Dokter Praktisi Neuro Parenting Skill, bahwa terdapat kebutuhan anak yang harus dimengerti orang dewasa. Menurutnya, anak-anak sering tantrum karena apa yang mereka inginkan belum secara sempurna tersampaikan.

“Antara apa yang dia inginkan, ia belum bisa menyampaikan. Karena gigi belum lengkap, lidahnya masih kaku, vocabullary masih sedikit. Jadinya tantrum,” jelasnya saat berbincang di YouTube Channel Nikita Willy Official, Sabtu (1/6/24) kemarin.

Ia menjelaskan bahwa dalam perkembangan anak usia dini, yakni di bawah usia lima tahun juga harus terpenuhi baterai kasih sayangnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Di otak ini ada baterai kasih sayang. Otak kita ada listriknya. Sumber listrik itu bisa kita ibaratkan baterei. Dia berkaitan dengan sebuah kelenjar yang berisi hormon kasih sayang, hormon menyenangkan, hormon cinta,” terangnya lebih lanjut.

Diketahui dalam podcast yang sudah dilihat lebih dari 300 ribu viewers tersebut, bahwa setiap anak terdapat 5 baterainya. Pertama, Baterai Pujian, Kedua Baterai Pelukan, Ketiga Baterei Waktu, Keempat Baterai Pelayanan, dan Terakhir Baterai Hadiah.

“Di kala si balita ini, orang tuanya kurang mengisi baterai maka anak akan membuat penyimpangan, termasuk salah satunya tantrum. Karena dia tidak punya baterai sehingga ia membuat tindakan untuk nge-charge secara cepat, dengan teriak, membenturkan kepala,” terangnya.

Lima baterai pada anak tersebut, kalau bahasa umumnya sama saja dengan Lima bahasa cinta (love language). Apabila anak suka berteriak artinya baterai pujian atau word of affirmationnya kosong. Apabila anak menjadi pelit artinya baterai hadiah atau receiving a gift kosong. Apabila ia suka berkata kasar artinya baterai pelayanan atau act of services yang sedang kosong.

Lalu, apabila anak suka merengek artinya baterai waktunya kurang atau tangki quality time dengan orangtuanya sedang kosong. Sedangkan apabila anak suka mencubit atau membenturkan kepala untuk mencari perhatian, artinya baterai pelukan atau physical touch sedang kosong.

Jadi perlu diingat ketika anak memiliki baterei yang cukup maka dia akan lebih tenang dan menjadi penurut. “Akan berbeda ketika anak sudah berusia di atas 5 tahun, maka tidak perlu setiap hari 5 baterai tersebut harus dipenuhi. Cukup 1 baterai saja, sebab setiap anak akan mempunyai 1 baterai yang lebih dominan untuk dipenuhi. Apabila baterai pertama tersebut telah terisi, maka baterai selanjutnya akan terisi dengan sendirinya,” tegasnya.

Lalu, bagaimana Islam memandang pola asuh anak yang sedang mengalami tantrum? Selain dengan memenuhi hak-hak anak, di dalam Islam kita juga dianjurkan untuk berdoa. Terdapat doa yang dikutip dari karya Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi, Al-Adzkar al-Muntakhabah min Kalaami Sayyid al-Abrar:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَآءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ 

“Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dengan menyebut asma Allah, Dzat yang dengan asma-Nya, tidak akan bisa membahayakan apapun yang ada di bumi dan langit. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Doa tersebut dianjurkan dibaca sebanyak 3 kali, sembari mengusap kepala anak dan meniup ubun-ubun nya dengan lembut.

Adapun di sini yang mengalami pergolakan emosional bukan hanya terjadi kepada si anak, namun orang tua juga diuji dengan kesabarannya. Hendaknya kita dapat menahan amarah kepada siapapun, apalagi kepada anak-anak kita yang masih balita. Anak-anak ya anak-anak, bukan orang dewasa yang berwajah anak-anak. Tabiat mereka adalah menangis dan bermain, kadang kala memaksakan kehendaknya. Tugas orang tua di sini adalah mendampinginya dengan sabar dan kasih sayang.

Perlu kita ingat kembali bahwa posisi anak dalam Islam bukan hanya sebagai penyejuk hati dan jiwa, sebagai perhiasan dunia, namun juga sebagai ujian, bahkan ada yang menjadi musuh. Semoga kita senantiasa diberikan keturunan yang Sholih dan Sholihah yang selalu berpegang teguh kepada agama Allah. Aamiin



*Alumnus STIT-UW Jombang.