Suasana kebersamaan keluarga di ruang makan. (sumber: sukabumiupdate)

Diakui atau tidak, zaman sudah sangat maju. Teknologi makin canggih, namun terlepas dari perubahan dunia dan kemajuan teknologi itu, ada satu hal yang tidak boleh ketinggalan update, yaitu sikap dan pola pikir orang tua dalam memeprlakukan anak-anaknya. Karena mau secanggih apapun gadget atau semahal apapun sekolah, jika anak tumbuh di lingkungan yang mentalnya “cacat” yang disebabkan oleh warisan pola asuh yang salah, maka tentu itu akan menjadi bumerang.

Mari kita bahas apa saja kira-kira sikap orang tua yang wajib dicontohkan dan diwariskan pada anak-anaknya? supaya nanti mereka juga bisa jadi orang tua yang sehat secara mental, dewasa secara emosional, dan tidak mudah menyakiti generasi setelahnya.

Adil: Bukan Sama Rata, Tapi Sesuai Kebutuhan

Pertama, yang paling penting dan sering banget dilupakan: adil. Banyak orang tua yang merasa sudah adil karena “semua dikasih sama”. Padahal, adil itu bukan berarti semua anak harus dapat hal yang sama, tapi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.

Misalnya, anak pertama mungkin lebih butuh support emosional karena dia punya beban jadi panutan. Anak kedua mungkin lebih butuh perhatian karena sering ngerasa “di tengah” dan diabaikan. Kalau orang tua bisa peka dan ngerti kebutuhan masing-masing anak, itu baru adil namanya. Bukan Cuma sekadar “uang jajan harus sama rata”.

Anak yang dibesarkan dengan prinsip keadilan yang benar, akan tumbuh jadi pribadi yang gak iri, gak merasa ditelantarkan, dan tahu bagaimana cara memperlakukan orang lain dengan benar. Ini penting banget buat masa depan, biar gak ada generasi yang saling sikut Cuma karena ngerasa “kurang disayang”.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Bijaksana: Bukan Cuma Galak, tapi Tahu Kapan Harus Mendengar.

Kebijaksanaan itu gak datang dari umur. Umur tua gak otomatis bikin seseorang bijak. Tapi orang tua yang bijaksana, tahu kapan harus ngomong, kapan harus diam, dan kapan harus dengerin anaknya tanpa ngegas duluan.

Jangan jadi orang tua yang mikir “anak gak boleh ngelawan orang tua”, padahal yang dimaksud anak tuh bukan ngelawan, tapi ngutarain pendapat. Dengerin dulu, validasi perasaan mereka, baru kasih arahan. Anak juga manusia, bukan robot yang Cuma disuruh dan nurut.

Kalau anak tumbuh di lingkungan yang bijak kayak gini, dia akan belajar untuk berpikir sebelum bereaksi, dan ini jadi pondasi penting banget buat jadi orang dewasa yang gak impulsif, gak asal marah, dan gak gampang judging.

Gak Pilih Kasih: Anak Cantik, Anak Jelek, Semua Dicintai Sama

Ini sering kejadian, meskipun banyak yang gak sadar. Kadang orang tua (entah sadar atau gak) lebih sayang anak yang “fisiknya lebih cakep”, lebih nurut, lebih pintar, lebih “kebanggaan”. Yang lain? Dikasih cinta tapi dengan syarat. Padahal, cinta itu harus unconditional, alias tanpa syarat.

Anak yang tumbuh dengan cinta bersyarat bakal tumbuh jadi pribadi yang insecure, haus validasi, dan bisa jadi akan melakukan hal-hal buruk hanya demi dapat pengakuan.

Jadi orang tua itu harus bisa menyayangi semua anak dengan rasa yang utuh, gak peduli mereka pintar atau gak, cantik atau biasa aja, punya prestasi atau masih meraba jati diri. Karena yang mereka butuhin Cuma satu, diterima apa adanya.

Jangan Kaku: Anak Bukan Tentara, Rumah Bukan Barak

Masih banyak orang tua yang mikir, “Anak harus disiplin, harus patuh, harus gak banyak nanya!” Padahal, dunia anak-anak sekarang beda banget dari dulu. Informasi segudang, cara mereka berpikir juga makin kritis.

Kalau orang tua tetap kaku, kaku banget kayak papan triplek, ya siap-siap aja dijauhin anaknya. Orang tua yang baik itu bukan yang paling ditakuti, tapi yang paling dipercaya dan didekati. Gak semua hal harus formal dan penuh aturan. Coba mulai ngobrol santai sama anak, becandain mereka, peluk mereka tanpa alasan. Bangun suasana rumah yang gak bikin anak pengen cepet-cepet keluar rumah.

Rendah Hati: Orang Tua Juga Bisa Salah, Gak Harus Selalu Benar

Ada satu sikap keren yang jarang banget diwariskan: kerendahan hati. Termasuk keberanian untuk bilang “Maaf ya, Ayah/Ibu salah tadi”. Ini bukan tanda kelemahan, justru jadi contoh kuat banget buat anak bahwa manusia boleh salah, tapi harus tanggung jawab.

Anak yang melihat orang tuanya bisa minta maaf, akan belajar untuk melakukan hal yang sama. Mereka gak akan tumbuh jadi generasi yang gengsian, keras kepala, dan susah ngaku salah.

Ngobrolin Perasaan, Bukan Cuma Sekolah dan Nilai

Orang tua sering terlalu fokus ke “nilai bagus”, “rangking tinggi”, atau “kamu harus sukses”. Tapi lupa ngajarin anak untuk mengenali dan mengelola perasaan mereka sendiri.

Coba tanya, “Hari ini kamu ngerasa apa?” atau “Ada yang bikin kamu sedih gak?” Bukannya Cuma nanya, “Tugas udah selesai belum?”

Ketika anak bisa mengungkapkan perasaan tanpa takut dihakimi, mereka tumbuh jadi orang yang sehat mental. Gak gampang meledak, gak menutup diri, dan bisa membangun hubungan yang sehat juga nantinya.

Konsisten: Jangan Hari Ini Lembut, Besok Marah Gak Jelas

Anak-anak itu peniru yang sangat baik. Tapi mereka juga bisa gampang bingung kalau pola sikap orang tuanya gak konsisten. Hari ini dibilang “gak boleh main HP malam-malam”, tapi besok dibolehin nonton YouTube sampai tengah malam. Ya gimana mereka mau ngerti aturan?

Orang tua harus punya sikap yang konsisten, tapi juga fleksibel. Anak butuh struktur, tapi juga butuh alasan yang logis. Jangan Cuma “karena Mama bilang gitu” itu udah gak laku sekarang.

Gak semua orang tua bisa ninggalin rumah, mobil, atau tabungan buat anak-anaknya. Tapi semua orang tua bisa ninggalin warisan karakter dan sikap yang benar. Dan ini jauh lebih penting dari sekadar kekayaan.

Karena anak-anak yang tumbuh dengan nilai adil, bijaksana, penuh kasih tanpa syarat, rendah hati, dan terbuka, mereka bakal jadi generasi yang bisa ngasuh anaknya dengan sehat juga. Rantai kebaikan ini akan terus mengalir, turun-temurun.

Jadi buat para orang tua (atau calon orang tua), yuk mulai dari sekarang. Gak perlu sempurna, cukup mau belajar dan terus membaik. Karena anak-anak gak butuh orang tua yang hebat, mereka Cuma butuh orang tua yang hadir dan gak nyakitin.



Penulis: Albii