faoOleh: Ahmad Faozan

Pembuka

Dalam sebuah kitab suci umat Islam, Al Qur’an terdapat sebuah petunjuk yang berkaitan dengan kaitannya dunia literasi, yakni surat Al Alaq ayat 1-5. Berbunyi, Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu. Dialah yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalamnya. Dia mengajarkan kepada manusia segala apa yang tidak diketahuinya. Sedangkan dalam ayat lain, tersirat dalam surat al qalam ayat satu. Nun, Demi Qalam(pena) dan apa yang mereka tulis. Dengan demikian, kegiatan membaca dan menulis sangat erat hubungannya. Membaca semata tanpa menulis juga mengurangi rasa kesempurnaan.

Diantara sahabat nabi yang dekat dengan tulis menulis adalah, Zayd Bin Tsabit. Juru tulis nabi itu juga berjasa dalam menuliskan kalamullah. Wajar, jika beliau dijadikan rujukan utama dalam hal masalah al qur’an. Sebagaimana perintah Umar bin Khattab. Kemudian, Hafsah Binti Serren seorang budak yang di merdekakan oleh Anas bin Malik. Selaku pemegang otoritas dalam dunia tulisan. Hafal al qur an sejak umur 12 tahun. Kemudian juga ahli hadis dan hukum Islam. Abu Darda juga seorang yang ahli dibidang ini, mencerap berbagai ilmu pengetahuan sejak muda.

Sahabat terdekat Nabi, sekaligus menantunya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, berkata, ikatlah ilmu dengan menulis. Kemudian, Maha Guru Besar ulama Ahli Fiqh, Imam As Syafi’I, ilmu itu bagikan hasil perburuaan yang ada didalam keranjang, menulis adalah ikatannya. Sedangkan ibnu Qatadah, ulama ahli Tafsir mengemukakan dalam kitabnya, Tafsir Al Qurtubi, menulis adalah nikmat termahal yang diberikan oleh Allah, ia juga sebagai perantara untuk memahami sesuatu, tanpanya agama tidak akan berdiri, kehidupan menjadi tidak terarah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dalam lintasan sejarah Islam ilmu menulis menempati posisi penting. Bagian dari simbol kejayaan Islam. Dimana produksi sarjana Islam berupa buku melimpah ruah. Tradisi penyebaran pengetaghuan dengan lisan yang begitu kuat dalam Islam mulai tergantikan dengan informasi pengetahuan berbasis tulisan. Dunia perbukuan pun mengalami perkembangan yang pesat. Banyak karya ilmuan Yunani disalin dan disebarkan lewat buku. Munculah toko toko buku, perpustakaan pribadi maupun para penguasa.

Berdirinya perpustakaan seperti Perpustakaan Haidar di Najaf, Ibnu Sawar di Basrah, Al-Ilm di Bagdad, Perpustakaan Masjid Az-Zaud, Dar Al-Hikmah, Perpustakaan Kairo. Sebagian dinasati dari mulai Fatimiyah di Mesir, Umayyah, Abasyiah sampai Bani Umayyah di Spanyol, Hamdaniyyah di Aleppo, Buwaihiyah di Persia, Samaniyah di Bukhara, dan Gaznawiyah di Mongol mendirikan perpustakaan. Tanpa kemajuan ilmu menulis, buku-buku pengetahuan sulit tercipta.


Mahasiswa dan Menulis

Mahasiswa merupakan sekelompok kaum intelektual yang diharapkan kedepan menjadi salah satu kaum yang mampu memberikan warna dalam perjalanan bangsa. Mahasiswa yang dekat dengan dunia buku, penelitian, pergerakan, dan lainnya membantu sekali dalam menumbuhkan ide dan pikirannya ke dalam sebuah tulisan. Lembaran koran, website, bulletin, buku, jurnal, dan lainnya menjadi tempat yang sangat tepat bagi mahasiswa yang ingin menyampaikan apa yang ada didalam dirinya.

Selain itu, ilmu menulis bagi mahasiswa juga menjadi materi wajib dalam kehidupannya. Misal, menulis makalah menjadi salah satu kegiatan rutin.  Syarat memperoleh gelar kehormatan bagi mahasiswa di penghujung kuliah juga dengan tiket tulisan skripsi(bagi S1)Tesis(Bagi S2) Disertasi(Bagi S3). Betapa menulis menempati posisi yang tak bisa diabaikan oleh mahasiswa. Pertanyaan yang paling penting dalam hal ini adalah; apakah mahasiswa cukup menjadikan rutinitas menulis sejak membuat tugas dari Dosen dan meraih tiket sarjana?

Meningkatan Membaca

Membaca merupakan bagian dari kegiatan mahasiswa. Kebutuhan otak ini sama halnya dengan makan. Minim bacaan menjadikan mahasiswa tumpul. Target memperoleh nilai tertinggi dan mengembangan potensi dirinya kurang maksimal. Tanpa membaca sudah pasti siapapun akan keteteran dalam hal menulis. Miskin ide dan gagasan membuatnya tak mampu menulis tulisan yang berbobot.

Syarat utama seorang menulis adalah memulai aktivitas membaca. Membaca buku apa saja, dalam kaitanya ini tentu buku yang mengandung gizi. Dimana didalamnya memuat informasi pengetahuan yang berbobot. Membiasakan membaca buku harus dijalani oleh seorang penulis. Untuk dapat menulis esai, opini, makalah, dan seterusnya yang baik dan bermutu tentu membutuhkan referensi, Panduan itulah sejatinya yang membantu kita memudahkan jalan kegiatan menulis. Jika mahasiswa jauh dari dunia bacaan sudah pasti alergi dengan menulis.

Memberantas Budaya Plagiat

Meresahkannya budaya copi paste dikalangan mahasiswa akhir-akhir ini, menjadi kabar yang membuat kita hanya bisa mengelus dada. Kenapa mahasiswa bisa terjerembab kedalam hal itu? Salah satunya, karena tidak terampil menulis. Mereka maunya yang praktis dan cepat selesai. Kebiasaan positif mengunjungi perpustakaan untuk menemukan bahan-bahan diabaikan. Dengan bermodalkan teknologi dan informasi mereka menjarah karya tulis milik orang lain.

Budaya plagiat dikalangan intelektual muda dapat diberangus manakala budaya tulis-menulis hidup. Meskipun sah-sah saja, mengambil tulisan siapa saja di internet namun ada etika yang patut dijalankan. Misalnya, mengubah dengan bahasanya sendiri dan mencantumkan sumbernya. Mengklaim itu miliki pribadi menjadi kebiasaan yang sering dilakukan seorang mahasiswa dalam membuat karya ilmiah.

Ladang Perjuangan

Ladang perjuangan yang seharusnya tumbuh subur bagi mahasiswa adalah pers mahasiswa. Lewat pers mahasiswa setiap mahasiswa mampu menuangkan ide dan pemikirannya secara lebih luas. Lebih tinggi lagi derajatnya yakni buku. Tanpa kehadiran pers suatu kampus mengalami kematian. Ide dan gagasan segar hanya tersimpan dalam otak dan terlewatkan dalam berbagai tongkrongan. Padahal hasil diskusi juga penting untuk dituangkan. Perlu diperkenalkan kepada khalayak umum sebagai wujud sosialisasi gagasan.

Mahbub Djunaidi, pria kelahiran Jakarta 27 Juli 1993, yang notabene tokoh kebanggaan kader PMII lintas masa. Merupakan salah satu pendekar pena yang sangat memukau di zamannya. Beliau juga tercatat pernah menjadi salah satu Tim Ahli Majalah Tebuireng(era 80 an) bersama dengan KH. Abdurahman Wahid. Beliau banyak menebarkan ide dan gagasan segar via tulisan di berbagai media. “Saya akan menulis dan terus menulis hingga saya tak mampu lagi menulis”. Sebagai kader pesantren kita juga mengenal Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, KH. Ma’sum Ali, KH. A. Wahid Hasyim, dan lainnya yang juga seorang penulis hebat.

Penambal Kebutuhan Ekonomi

Mahasiswa sebagai orang yang sedang berproses mencari jatidiri, membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman acapkali mengalami masa-masa yang pahit. Tak sebagian dari kaum muda kita menikmati bangku kuliah, karena persoalan biaya. Bersyukurlah, jika mereka mampu menikmati studi di perguruan tinggi. Seorang mahasiswa yang dapat dikategorikan mendekati sempurna adalah mampu mencukupi kebutuhan hidupnya, mulai dari kebutuhan buku dan kebutuhan perut. Apakah, dengan menulis dapat membantu menambal kebutuhan perut?

Begitu banyak mahasiswa yang notabene miskin, menjajagan diri dengan menulis. Mereka bergantung dengan menulis. Dengan menulis buku, artikel, dan lainnya menghasilkan finansial yang lumayan. Jika satu bulan mampu menembus media-media besar sudah pasti, ada uang tambahan yang masuk. Sekaligus penambahan pengetahuan dan pembentukan karakter kritis. Namun, jalur ini tidak banyak di ambil oleh sebagaian kaum mahasiswa di berbagai daerah.

Menjadi Intelektual Beneran

Produksi sarjana muda saban tahunnya selalu dilakukan oleh setiap lembaga perguruan tinggi. Tidak hanya sekali dalam menggelar wisuda bisa empat hingga lima kali. Namun hal itu tak cukup untuk mendongkrak SDM manusia yang dapat diandalkan di negeri ini. Mengingat, banyakanya kaum pengangguran terdidik. Ketidakmampuan mengembangkan diri sejak mahasiswa menjadi petaka dikemudian hari. Kegagalan meraih cita-cita menjadi orang intelek tak terhindarkan.

Dengan membekali diri ilmu menulis sejak mahasiswa merupakan bagian dari mempromosikan pribadi yang dapat di pertaruhkan, minimal dilingkungannya. Persaingan yang makin hari makin ketat tanpa diimbangi dengan kemampuan diri menjadikan seorang sarjana kalah bersaing. Bercermin kepada para intelektual pendahulu kita, hampir kebanyakan dari mereka menjadikan ketrampilan menulis menjadi jurus andalan.

Dakwah Via Tulisan

Kemajuan tekhnologi dan informasi seperti sekarang ini, memaksakan para juru dakwah Islam untuk meluaskan dakwahnya, seperti mengisi ruang-ruang media di Internet. Tanpa kemampuan menulis seorang juru dakwah Islam, misalnya kurang tersampaikan dengan baik. Membekali diri dengan ilmu menulis membantu menyampaikan pesan dakwah seorang Dai lebih luas, via buku, artikel, dan lainnya. Dakwah via tulisan di arena media juga masih belum banyak di garap oleh civitas pesantren. Artinya menjadi peluang nyata yang kedepan patut dilakukan.

Kuatnya budaya lisan sejatinya seperti sekarang ini, menjadi penanda kemunduran bagi kaum muda masa kini. Karena peradaban Islam sudah memberikan inspirasi yang sangat konkrit. Dalam hal ini, menggugah intelektual muda untuk membangun peradaban menulis menjadi tak terbantahkan.