
Shalat Witir adalah salah satu ibadah besar dan ketaatan yang mulia yang sangat diperhatikan oleh Nabi Saw., beliau menjaganya, memperhatikan pelaksanaannya, dan memberikan perhatian yang sangat besar. Beliau tidak pernah meninggalkan shalat Witir, baik saat bepergian maupun saat berada di rumah.
Shalat Witir juga disebut dengan sunnah mu’akkadah (sunnah yang ditekankan), seorang mukmin sebaiknya menjaganya. Barangsiapa yang melaksanakan shalat Witir pada suatu hari dan meninggalkannya pada hari lain, maka tidak akan dihukum, namun disarankan untuk menjaga shalat Witir. Jika seseorang melewatkan shalat Witir, maka diperbolehkan baginya untuk menggantinya dengan shalat pada siang hari sebanyak 12 rakaat sebagai shalat qadha, karena Nabi Saw., biasa melakukan hal tersebut. Seperti yang diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا شغله نوم أو مرض عن صلاة الليل صلى من النهار ثنتي عشرة ركعة
Artinya: Jika Nabi Saw., sibuk dengan tidur atau sakit sehingga tidak dapat melaksanakan sholat malam, maka beliau akan melaksanakan sholat 12 rakaat pada siang hari.
Beliau juga menekankan pentingnya menjaga dan memperhatikan shalat Witir, serta tidak mengabaikannya. Beliau bersabda:
إن الله زادكم صلاة فحافظوا عليها وهي الوتر
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menambahkan bagi kalian sebuah sholat, maka jagalah sholat itu, yaitu shalat Witir.”
Dan beberapa hadits juga menyatakan bahwa shalat Witir juga merupakan shalat yang difardhukan. Mu’adz bin Jabal pernah berbicara dengan Mu’awiyah bin Abu Sufyan tentang shalat ini ketika ia tiba di Syam, dan ia menyebutkan bahwa shalat Witir adalah shalat yang wajib (fardhu), dan waktunya adalah antara shalat Isya dan terbitnya fajar.
Ibnu Majah dan Ibnu Hanbal telah meriwayatkan beberapa hadits yang menunjukkan bahwa shalat Witir dapat diqadha (dilaksanakan kembali) jika seorang Muslim mengabaikannya atau melupakannya. Namun, Ubaidah bin ash-Shamit menyangkal bahwa shalat Witir adalah shalat yang wajib (fardhu) berdasarkan beberapa alasan.
Hukum Shalat Witir
Pembagian sholat witir sendiri para ulama berbeda pendapat. Terdapat ulama yang mengatakan bahwa sholat witir itu hukumnya wajib, dan juga ada yang berpendapat sholat witir itu sifatnya sunnah muakkad. Kedua pendapat tersebut sama-sama diperbolehkan dalam Islam, dikarenakan berlandasan dengan dalil-dalil hadis Nabi Muhammad, Adapun dua pendeapat tersebut akan diperincikan pada pembahasan di bawa ini:
Pertama wajib, Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, ia memandang witir dari perincian makna dan dasarnya. Hanafiyah berpendapat salat witir adalah wajib, dan yang dimaksud wajib adalah fardhu amali, suatu kewajiban yang bersifat perbuatan bukan keyakinan, yang maksudnya dimana tidak kafir bagi yang mengingkarinya.
Menurut Imam Abu Hanifah, perintah dalam hadist yang berbunyi kerjakanlah salat itu mendatangkan kewajiban. Akan tetapi, ia tidak mengkafirkan orang yang mengingkari salat witir, karena kewajiban salat witir didasarkan pada hadist ahad (hadist yang diriwayatkan oleh beberapa orang sahabat yang tidak sampai ke tingkat mutawatir. Namun pelaksanaan nya tetap wajib dilakukan bagi kaum muslimin yang baligh dan berakal.
Kedua, Sunnah muakkad. Pendapat ini adalah pendapat jumhur ulama, yang mana menurut Imam Ahmad salat witir merupakan sunnah mu’akkad bagi siapa yang meninggalkan salat witir, maka ia termasuk orang yang lalai dan kesaksiannya tidak dapat diterima. Dalam hal ini Imam Ahmad bermaksud untuk mengungkapkan penekanannya, akan tetapi tidak menjadi kewajiban.
Secara jelas disebutkan didalam riwayat Imam Ahmad dimana beliau mengucapkan: Salat witir itu bukanlah ibadah yang diwajibkan. Artinya jika menghendaki, seseorang boleh mengerjakan dan jika tidak maka diperbolehkan untuk meninggalkannya. Yang demikian itu karena Nabi senantiasa mengerjakanya, baik ketika bepergian maupun tidak.
Riwayat Ibnu majah menyebut, sesungguhnya witir tidak wajib dan tidak seperti salat fardhu kalian, namun Rasulullah saw melakukannya kemudian bersabda
حدثنا أبو كريب : حدثنا ابو بكر بن عياش : حدثنا أبو إسحاق عن عاصم بن ضمرة عن علي قال : الوتر ليس بحتم كصلاتكم المكتوبة ولكن سنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم وقال إن الله وتر يحب الوتر فأوتروا يا أهل القرآن
Artinya: “Abu kuraib menceritakan kepada kami, Abu Bakar bin Ayyas memeberitahukan kepada kami, Abu Ishaq memeberitahukan kepada kami dari Ashim bin Dhamrah, dari Ali, ia berkata: Salat Witir itu tidak wajib seperti shlat fardhu yang kalian kerjakan, tetapi Rasulullah SAW sangat menganjurkannya. Beliau bersabda, sesungguhnya Allah adalah ganjil, dan senang bilangan ganjil, maka laksanakanlah salat Witir wahai ahli Qur’an” (HR At-Tirmizi dan dishahihkan oleh Ibnu Majah)
Qunut Dalam Sholat Witir
Pelaksanaan sholat witir adalah hal yang disunnahkan, yakni membaca qunut. Pembacaan qunut pada shalat witir biasa dilakukan pada hari ke-15 Ramadhan (malam 16 Ramadhan). Mengenai hal ini, ada banyak sekali dalil yang kita jumpai dan bisa dijadikan hujjah dari pembacaan doa qunut di akhir shalat witir pada separuh Ramadhan. Mulai dari atsar (perkataan sahabat Nabi) hingga pendapat para ulama salaf dalam beberapa kita klasik. Pertama, Atsar Hasan yang diriwayatkan Imam Abu Dawud sebagai berikut:
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ جَمَعَ النَّاسَ عَلَىٰ أَبِي بْنِ كَعْبٍ فَكَانَ يُصَلِّي لَهُمْ عِشْرِينَ لَيْلَةً وَلَا يَقْنُتُ إِلَّا فِي النِّصْفِ الْبَاقِي مِنْ رَمَضَان رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ
Artinya: “Sesungguhnya Umar bin Khattab mengumpulkan umat untuk shalat tarawih di belakang Ubay bin Ka’ba, dan dia (Ubay bin Ka’ab) shalat bersama mereka selama dua puluh malam, dan tidak berdoa qunut kecuali pada separuh sisa (malam) di bulan Ramadan.” (Hadis riwayat Abu Dawud)
Begitu juga ahli hadits al-Imam al-Hafidz al-Baihaqi menjelaskan riwayat qunut dalam witir setelah separuh kedua bulan Ramadhan dalam kitabnya as-Sunan al-Kubro 2/498, yang diriwayatkan dari tabi’in:
عَنْ مُحَمَّدٍ هُوَ ابْنُ سِيرِينَ عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِهِ أَنَّ أُبَيًّا بْنَ كَعْبٍ أَمَّهمْ يَعْنِي فِي رَمَضَانِ وَكَانَ يَقْنُتُ فِي النِّصْفِ الْآخِرِ مِنْ رَمَضَانِ
Artinya: “Dari Muhammad, yaitu Ibnu Sirin, dari sebagian sahabatnya bahwa Ubay bin Ka’b menjadi imam mereka (dalam shalat tarawih) pada bulan Ramadan, dan dia berdoa qunut pada separuh terakhir dari bulan Ramadan.” Berdasarkan riwayat-riwayat di atas banyak madzhab yang menjadikannya sebagai dalil melakukan doa qunut saat witir Ramadhan separuh kedua. Salah satunya Madzhab Syafi’i:
فَصْلٌ فِي القُنُوتِ وَهُوَ مُسْتَحَبٌّ بَعْدَ الرَّفْعِ مِنَ الرُّكُوعِ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِنَ الصُّبْحِ وَكَذَانِكَ الرَّكْعَةِ الْأَخِيرَةِ مِنَ الوِتْرِ فِي النِّصْفِ الْآخِرِ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانِ
Artinya: “Bab mengenai qunut, yang disunnahkan setelah bangkit dari rukuk pada rakaat kedua shalat Subuh, serta pada rakaat terakhir dari shalat witir di separuh akhir bulan Ramadan.”
Menqadha Shalat Witir
Berbeda dengan sholat sunnah pada umumnya, bahwa sholat witir itu diperkenanakan untuk menqodhonya. Hal ini diperuntukan kepada seseorang kelupaan sehingga sholat witir diperbolehkan dan disunnahkan untuk dapat mengqadha’nya pada waktu Dhuha setelah matahari meninggi dan sebelum matahari berada di tengah, yaitu dengan melakukannya secara genap, tidak ganjil.
Maka jika kebiasaan anda adalah melakukan shalat Witir sebanyak tiga raka’at pada malam hari, lalu anda tertidur meninggalkannya atau lupa, maka disyari’atkan untuk melakukan shalat Witir pada siang hari sebanyak empat raka’at dengan dua salam dan jika kebiasaanmu adalah melakukan shalat Witir sebanyak lima raka’at pada malam hari, lalu tertidur meninggalkannya atau lupa, maka disyari’atkan untuk melakukan shalat Witir pada siang hari sebanyak enam raka’at dengan tiga salam, demikianlah hukumnya pada shalat Witir yang lebih banyak darinya.
Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata:
كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا شَغَلَ عَنْ صَلاَتِهِ بِاللَّيْلِ بِنَوْمٍ أَوْ مَرَضٍ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ اِثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً
Artinya: “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dapat melakukan shalat pada malam hari karena tertidur atau jatuh sakit, maka beliau melakukan shalat pada siang hari sebanyak dua belas raka’at.” (HR. Muslim dalam Shahiihnya)
Dan biasanya beliau melakukan shalat Witir sebanyak sebelas raka’at. Berdasarkan Sunnah, hendaklah seseorang melakukan shalat qadha’ (Witir) secara genap, yaitu dua raka’at-dua raka’at, berdasarkan hadits ini dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
Artinya: “Shalat malam itu dilakukan dua raka’at-dua raka’at.” (HR. Ahmad dan Ahlus Sunan dengan sanad yang shahih)
Penulis: Dimas Setyawan Saputro
Editor: Rara Zarary