sumber ilustrasi: pinterest

Kurban merupakan ibadah yang telah dilakukan oleh para Nabi dan Rasul sejak Nabi Adam a.s., hingga Nabi Muhammad Saw. Sama seperti ibadah yang lain, ibadah kurban juga merupakan pengabdian diri umat Islam kepada Allah SWT. Tujuanya adalah untuk mencapai derajat takwa kepadaNya.

Selain itu, kurban juga sebagai perwujudan rasa syukur atas nikmat Allah. Kurban atau Udl-hiyah, yaitu hewan yang disembelih untuk ibadah pada hari raya Idul Adha dan hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11,12 dan Dzulhijjah. Dalam hal ini, Islam memerintahkan agar umatnya menegakkan shalat dan menyembelih hewan kurban. Terutama bagi mereka yang memiliki harta yang banyak. Adapun hukum dari kurban yaitu sunnah muakkad, sebagai syiar yang nyata. Selain kurban, untuk mensyukuri nikmat yang diberi oleh Allah kepada kita (umat manusia), salah satunya adalah aqiqah.

Aqiqah ialah menyembelih hewan pada hari mencukur rambut anak yang baru dilahirkan, disunnahkan mencukur rambut anak laki-laki maupun perempuan pada hari ketujuh dari hari lahirnya. Di dalam hukum Islam masalah aqiqah dan kurban merupakan kedua hal yang sangat penting, dalam hal ini apakah ada prioritas akikah dan kurban menurut pandangan hukum Islam apakah melakukan aqiqah dan kurban bisa sekaligus dan manakah yang harus diutamakan.

Belum aqiqah, apa tidak boleh berkurban?

Hukum menyembelih hewan akikah itu sendiri adalah sunnah muakkad, atau minimal sunnah, tidak sampai ke tingkat wajib, kecuali dijadikan nadzar. Namun nyaris jarang sekali orang yang bernadzar untuk akikah, kalau bukan karena suatu keadaan tertentu. Hanya saja, Ibn al-Qayyim dalam kitab Tuhfatul Mahdîd li Ahkamil Maulud mengutip pendapat Imam Ahmad yang mengatakan bahwa jika seseorang telah melakukan penyembelihan hewan kurban, ia tidak perlu melakukan penyembelihan hewan aqiqah.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Abdurrahman, dari Abdullah bin Ayyasy, dari Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah saw. dengan redaksi:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

Artinya: “Siapa yang mempunyai keleluasaan untuk berkurban, kemudian ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.” (Musnad Ahmad, II:321, No. 8256)

Hadits di atas diriwayatkan pula oleh al-Baihaqi (Lihat, Syu’ab al-Iman, IX:449, No. 6952) melalui Abu Abdurrahman as-Salami, dari Muhamad bin al-Qasim bin Abdurrahman as-Suba’i, dari Muhamad bin Ahmad bin Anas, dari al-Muqri, dari Haiwah bin Syuraih, dari Abdullah bin ‘Ayyasy al-Qitbani, dari al-A’raj, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw., dengan redaksi:

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يَذْبَحْ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

Hadis di atas diriwayatkan pula oleh al-Baihaqi dan al-Hakim dengan redaksi:

مَنْ وَجَدَ سَعَةً لأَنْ يُضَحِّىَ فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَحْضُرْ مُصَلاَّنَا

Al-Baihaqi meriwayatkannya melalui Abu Abdullah al-Hafizh (al-Hakim), dari al-Hasan bin Ya’qub, dari Yahya bin Abu Thalib, dari Zaid bin al-Hubab, dari Abdullah bin Ayyasy al-Mishri, dari Abdurrahman al-A’raj, dari Abu Huraerah, dari Rasulullah saw. (As-Sunan Al-Kubra, IX:260, No. 18.791)

Lantas manakah yang didahulukan antara kurban dan aqiqah?

Tidak ada ketentuan yang secara tegas menjelaskan tentang hal tersebut. Namun kesempatan, situasi dan kondisi. Apabila mendekati hari raya Idul Adha seperti sekarang ini, maka mendahulukan kurban adalah lebih baik dari pada malaksanakan aqiqah.

Ada baiknya apabila menginginkan keduanya (kurban dan aqiqah), menurut pendapat Imam Romli membolehkan dua niat dalam menyembelih seekor hewan, yakni niat kurban dan akikah sekaligus. Adapun referensi yang digunakan mengacu pada kitab Tausyikh karya Syekh Nawawi al-Bantani:

       قال ابن حجر لو أراد بالشاة الواحدة الأضحية والعقيقة لم يكف خلافا للعلامة الرملى حيث قال ولو نوى بالشاة المذبوحة الأضحية والعقيقة حصلا

Artinya: Ibnu Hajar berkata bahwa seandainya ada seseorang menginginkan dengan satu kambing untuk kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup. Berbeda dengan al-‘Allamah Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi.

Hanya saja yang perlu diperhitungkan bila mengikuti pendapat Imam Romli, atau lebih dikenal dengan nama Imam Ar-Ramli, seorang ulama fiqh yang masyhur, mengungkapkan bahwa kalau sang anak yang akan mengaqiqahkan diri sendiri itu laki-laki harusnya menyembelih dua kambing. Sementara kurban cukup satu kambing. Untuk itu bila dana yang tersedia hanya cukup untuk membeli satu kambing, maka saat menyembelih diniatkan untuk kurban dan cicilan akikah dari dua kambing yang harus dipenuhkan.

Bagaimana dengan sistem penyalurannya bagi yang mengikuti Imam Romli? Karena aqiqah sunnah dibagikan dalam keadaan matang sementara kurban sunnah diberikan dalam keadaan mentah? Hal ini mungkin tidak perlu dipermasalahkan karena hanya menyentuh tataran afdoliyah atau kesunnahan tidak sampai membatalkan kurban maupun akikah. Pembagian daging tidak termasuk hal yang subtantif yang berkait erat dengan keabsahan ibadah. Wallahu a’lam bishawab.


Penulis: Diba
Editor: Rara Zarary



*Disarikan dari berbagai sumber.