Almarhum KH. Salahuddin Wahid diantar ribuan orang dan santri untuk dikebumikan

Pemandangan yang tak asing di berbagai pemakaman muslim: keluarga dan kerabat bergantian mendekat, membungkuk, dan mengecup kening atau pipi jenazah yang terbujur kaku. Sebuah ritual perpisahan yang tampak begitu alami dan penuh cinta. Namun, tahukah Pembaca bahwa di balik kesederhanaan tradisi ini, para ulama fikih memiliki pandangan yang beragam? Pada kesempatan kali ini, Penulis akan memberikan paparan sederhana terkait hukum mencium pipi atau kening jenazah dalam kacamata fikih. Sebuah kajian yang menurut Penulis urgen, sebab kegiatan ini sudah menjadi tradisi, dan hampir dilakukan oleh semua masyarakat Islam.

Islam Memandang Orang yang Meninggal Dunia

Islam sangat memuliakan orang yang meninggal dunia. Menukil salah satu keterangan Dr. Mustafa Khan dkk., bahwa ada 4 (empat) hal yang menjadi keharusan (Fardu Kifayah) umat Islam ketika menemui orang yang meninggal dunia. Keterangannya sebagaimana di bawah ini:

يُـنْـدَبُ الْـمُـبَـادَرَةُ فَـوْرًا إِلَـىٰ تَـجْـهِـيْـزِهِ أَيْ إِلَـىٰ غُـسْـلِـهِ وَتَـكْـفِـيْـنِـهِ وَالـصَّـلَاةِ عَـلَـيْـهِ وَدَفْـنِـهِ وَهَٰـذِهِ الْأَرْبَـعَـةُ أَجْـمَـعَ الْـمُـسْـلِـمُـوْنَ عَـلَـىٰ أَنَّـهَا فُـرُوْضُ كِـفَـايَـةٍ تَـتَـعَـلَّـقُ بِـجَـمِـيْـعِ الْـمُـسْـلِـمِـيْنَ مِنْ أَهْـلِ الْـبَـلْـدَةِ إِذَا لَـمْ يَـقُـمْ أَحَـدٌ مِّـنْـهُمْ بِـهَا أَثِـمَ الْـجَـمِـيْـعُ

Artinya: “Disunnahkan untuk segera memulai proses pengurusan jenazah, yaitu memandikannya, mengkafaninya, menyalatkannya, dan menguburkannya. Keempat tindakan ini telah disepakati oleh seluruh umat Islam sebagai fardu kifayah, yaitu kewajiban kolektif yang dibebankan kepada seluruh umat Islam di suatu daerah. Jika tidak ada seorang pun di antara mereka yang melaksanakannya, maka berdosalah seluruh penduduk daerah tersebut.”

Dari semua hal yang menjadi kewajiban umat Islam adalah salah satu bentuk kemuliaan yang disandang oleh manusia. Allah Swt. telah memuliakan mereka, salah satu buktinya adalah adanya kewajiban yang memandikan, mengkafani, menyolatkan, dan menguburkan ketika seseorang meninggal dunia.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Mencium Jenazah dalam Pandangan Fikih

Salah satu bentuk memuliakan, sebagaimana persepsi sebagian orang adalah dengan mencium jenazah. Bisa mencium pipi, hingga kening. Kegiatan ini tidak jarang dilakukan oleh umat Islam. Mereka mendasari kegiatannya tersebut dalam rangka menghormati jenazah, untuk terakhir kalinya sebelum dikubur di tanah liat.

Yang menjadi pertanyaan inti dari paparan panjang di atas adalah bagaimana fikih memandang kegiatan di atas? Terlebih ketika jenazah adalah sosok yang saleh, bagaimana hukumnya, apakah terjadi perubahan?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, pertama penulis akan menukil keterangan dari Imam Qalyubi dan Imam Umairah di dalam kitab Hasyiah ala Minhaj al-Thalibin sebagaimana di bawah ini:

وَيَجُوزُ ‌لِأَهْلِ الْمَيِّتِ وَنَحْوِهِمْ وَفِي الرَّوْضَةِ وَشَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَأَصْدِقَائِهِ بَدَلَ وَنَحْوِهِمْ تَقْبِيلُ وَجْهِه رَوَى أَبُو دَاوُد وَغَيْرُهُ أَنَّهُ قَبَّلَ عُثْمَانَ بْنَ مَظْعُونٍ بَعْدَ مَوْتِهِ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُ وَرَوَى الْبُخَارِيُّ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ قَبَّلَ رَسُولَ اللَّهِ بَعْدَ مَوْتِهِ

Artinya: “Dan diperbolehkan bagi keluarga jenazah dan orang yang semisalnya untuk mencium wajahnya. Imam Abu Dawud dan lainnya meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. mencium sahabat Utsman bin Mazh’un setelah kematiannya. Hadis ini disahihkan oleh Imam At-Tirmidzi dan lainnya. Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Aisyah bahwa Abu Bakar mencium Rasulullah saw. setelah beliau wafat.”

وَيَجُوزُ أَيْ وَيُنْدَبُ فِي نَحْوِ صَالِحٍ وَمَحَلُّ ذَلِكَ مَا لَمْ تَكُنْ تُهْمَةٌ كَمُرُودَةٍ وَتَقْبِيلُ مَحَلِّ السُّجُودِ أَوْلَى مِنْ غَيْرِهِ وَكَوْنُهُ بِلَا حَائِلٍ

Artinya: “Dan diperbolehkan maksudnya adalah disunnahkan pada jenazah orang saleh dan semisalnya. Ketentuan ini berlaku selama tidak ada kecurigaan (fitnah), seperti pada jenazah laki-laki yang tampan. Mencium tempat sujud (pada wajah jenazah) lebih utama daripada bagian wajah lainnya, dan hendaknya tanpa penghalang (misalnya kain).”

Dari sini bisa kita simpulkan sementara bahwa secara dasar hukum mencium jenazah adalah boleh. Baik itu di daerah kening atau yang lain di wajah. Sebab memang ada dasar dari Nabi Muhammad Saw.

Selanjutnya, ada satu pembahasan menarik terkait jenazah orang saleh. Disimpulkan bahwa mencium wajahnya malah dihukumi sebagai suatu kesunahan (anjuran). Hanya saja ketika dia adalah sosok yang bisa menimbulkan fitnah, dalam keterangan di atas dicontohkan adalah sosok yang tampan, maka tidak dianjurkan.

Keterangan di bawah ini akan menegaskan terkait penjelasan mencium orang saleh. Di dalam kitab Hasyiah al-Jamal karangan Imam Sulaiman dijelaskan:

وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ إِنْ كَانَ صَالِحًا نُدِبَ تَقْبِيلُهُ مُطْلَقًا وَإِلَّا فَيَجُوزُ بِلَا كَرَاهَةٍ لِنَحْوِ أَهْلِهِ وَبِهَا لِغَيْرِهِمْ وَهَذَا مَحَلُّهُ فِي غَيْرِ مَنْ يَحْمِلُهُ التَّقْبِيلُ عَلَى جَزَعٍ أَوْ سَخَطٍ كَمَا هُوَ الْغَالِبُ مِنْ أَحْوَالِ النِّسَاءِ وَإِلَّا حَرُمَ هَذَا حَاصِلُ مَا فِي الْإِيعَابِ وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ مَعَ اتِّحَادِ الْجِنْسِ لِانْتِفَاءِ الْمُرُوءَةِ أَوْ يَكُونَ ثَمَّ نَحْوُ مَحْرَمِيَّةٍ وَاللَّهُ أَعْلَمُ

Artinya: “Kesimpulannya, jika jenazah adalah orang yang saleh, maka disunnahkan menciumnya secara mutlak. Jika tidak (saleh), maka diperbolehkan tanpa kemakruhan bagi keluarga jenazah dan orang yang semisalnya, serta diperbolehkan dengan kemakruhan bagi selain mereka. Ketentuan ini berlaku selama ciuman tersebut tidak menyebabkan kesedihan atau kemarahan yang berlebihan, sebagaimana yang sering terjadi pada wanita. Jika menyebabkan hal tersebut, maka haram hukumnya. Ini adalah kesimpulan dari kitab Al-I’ab. Seyogianya (kebolehan mencium) berlaku jika jenis kelaminnya sama (antara yang mencium dan yang dicium) untuk menghindari hal-hal yang tidak pantas, atau jika ada hubungan mahram. Wallahu a’lam.”

Kesimpulan

Dari paparan panjang di atas, maka bisa Penulis simpulkan bahwa kebiasaan sebagian besar umat muslim dalam konteks mencium jenazah secara dasar dilegalkan secara kajian fikih. Bahkan, ketika jenazah yang ada adalah sosok orang saleh, maka dalam kondisi tertentu malah dianjurkan. kebolehan ini secara dalil memang terdapat dasarnya, yaitu apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.

Baca Juga: Yuk! Ketahui Tata Cara Memandikan Jenazah dengan Benar


Penulis: Moch. Vicky Shahrul Hermawan, Mahasantri Semester 8 Mahad Aly An-Nur II Al-Murtadlo Malang