perempuan berpendidikan.

Ketika SMP kelas 3, aku menghadapi tantangan terbesar, dulu ujian nasional itu patokan kelulusan dan saat itu belum ada UTBK jadi masih manual, namanya ujian manual terkadang ada saja pihak membantu dalam berbuat curang dengan memberikan kunci jawaban, aku yang saat itu alhamdulillah masih ingat Allah maha melihat sehingga ada rasa takut kalau aku curang, begitulah muncul dipikiranku. Akhirnya kulawan nafsuku dan kujawab ujian dengan jujur.

Sampai di rumah, aku merasa khawatir dengan jawaban yang telah kuisi dengan apa adanya, yang kupikirkan hanyalah yang penting jujur, tapi dibalik itu, aku tetap merasa gelisah bagaimana dengan jawabanku nanti,  ini adalah ujian nasional. Saat itu  kelulusan ditentukan oleh nilai ujian nasional bukan dari sekolah.

Mengingat hal itu, aku  mondar-mandir tidak tenang, tapi tekadku tetap ingin jujur, hingga sepulang ujian aku langsung belajar kadang hingga larut malam, sebenarnya aku ragu dengan kemampuanku namun aku bertekad gimana caranya bisa jujur, lulus dengan nilai murni tanpa bantuan siapapun kecuali Allah, sehingga pilihanku hanyalah belajar dengan sungguh-sungguh agar bisa menjawab soal UN dengan lancar, malamnya shalat tahajud memohon kepada Allah semoga lulus, terkadang muncul pikiran negatif, bagaimana jika aku tidak lulus, mengulang tahun depan, begitulah terbayang dipikiranku.

Tapi terkadang muncul juga pikiran yang positif, insyaallah kalau jujur, Allah pasti menyayanggiku, Allah akan membantuku,  kalau aku curang sudah  tentu Allah yang maha melihat akan melihat perbuatanku dan pastinya kalau sudah curang, aku akan gelisah dan menyesal nantinya dan juga dapat dampak negatif lainnya. Inilah ujian yang terberat bagiku menentukan pilihan jujur atau tidak. Ujian terus kujalani dengan terus belajar dengan sungguh-sungguh, berdoa, ingat selalu bahwa Allah maha melihat. Begitulah yang kualami beberapa  hari saat itu dalam menghadapi ujian.

Setelah selesai UN, teman sekelas pada sibuk merencanakan liburan perpisahan sedang diriku masih diselimuti rasa khawatir, takut nggak lulus, takut dan malu jika menggulang tahun depan karena selama ini aku selalu mendapat juara satu di kelas, namun sesekali muncul perasaan tawakkal. Setelah sekian lama menunggu, keluarlah pengumuman kelulusan di sore itu, pengumumannya di tempel di kantor sekolah, saya pergi bersama teman ke kantor, jalan menuju kantor sekolah dengan deg-degan sambil berdoa, setelah sampai, kami melihat nama masing-masing.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kulihat deretan nama siswa dan keterangannya, berusaha tenang dan kudapati namaku dengan keterangan lulus, dengan mata berkaca-kaca dan perasaan tidak percaya, tapi apa yang kulihat itulah nyatanya. Saking senangnya, aku langsung sujud syukur, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Aku mengucap alhamdulillah bersyukur kepada Allah sambil melangkah kembali pulang ke  rumah.

Beberapa lama kemudian, dikabarkan telah keluar izajah dan SKHU, aku bersama kawan pergi ke kantor untuk mengambil izajah dan SKHU, saat kuambil mereka sempat melihat nilai matematikaku yang rendah, guru-guruku terkejut dan menanyakan, “Kenapa nilaimu segini?” tanya salah satu guruku. 

Kujawab dengan suara serak dan tenang, “Kemarin, saya jawabnya dengan jujur, saya takut sama Allah,” begitulah kata-kata yang mengalir dari mulutku.

Mereka yang mendengar hanya terdiam membisu tidak bisa menjawab apa-apa. Begitulah yang bisa kujawab dari hatiku yang tulus. Ketika hendak pulang, aku sempat menyalami semua guru yang ada di kantor, salah satu guruku menghampiri, “Pertahankan ya, teruslah jujur hingga nanti SMA!” pesannya.

Ketika SMK, aku terus belajar dan berusaha jujur dan alhamdulillah mengikuti berbagai perlombaan hingga dapat juara tingkat sekolah hingga tingkat kabupaten, menjadi peserta terpilih dalam mengikuti studi banding ke sekolah lain, peserta terbaik dalam mengikuti Praktek Kerja Lapangan hingga selalu juara 1 di kelas hingga tamat SMK, setelah tamat SMK diurus beasiswa bidikmisi oleh salah satu guruku, diurus segala macam akun dan pemberkasan hingga alhamdulillah lulus bidikmisi lewat jalur SBMPTN di USK Banda Aceh.

Begitulah kisah dari pengalamanku yang tentunya penuh ujian dan tantangan yang harus kulewati dengan berjuang, sabar dan berdoa insyaallah bisa.



Penulis: Sri Kaidah