Sebuah ilustrasi doa-doa dalam secangkir kopi. (sumber: republika)

Sajak Kehidupan
Hidup ini, kawan, bukan sekadar angka di kalender,
bukan hanya rutinitas yang berputar seperti gasing tua,
ia adalah pertanyaan yang tak selalu butuh jawaban,
ia adalah perjalanan, bukan sekadar tujuan.

kita sering bertanya, “mengapa begini? mengapa begitu?”
seolah hidup harus selalu masuk akal,
padahal langit tetap biru meski banyak orang bersedih,
dan hujan tetap turun meski doa meminta terang.

jangan kau kira dunia ini panggung sandiwara,
bukan, kawan, ini lebih pelik dari lakon yang disusun,
kadang yang salah berlagak benar,
kadang yang benar memilih diam karena lelah.

maka jalanilah, sedalam lautan dan seteguh gunung, 
jangan menunggu bahagia seperti menanti hujan di kemarau,
sebab bahagia itu bukan di ujung jalan,
ia ada di langkah pertama yang kau pijak dengan ikhlas.

lalu, kalau hidup hanya sementara,
untuk apa kita sibuk menumpuk dunia?
bukankah cukup jika kita pulang nanti,
dengan hati lapang dan tangan tak menggenggam apa-apa?


Sajak “Sepiring Nasi dan Secangkir Doa”
Hidup ini, kawan, sederhana saja,
tak perlu seribu rencana yang membelit kepala,
kadang cukup sepiring nasi dan secangkir doa,
sebab yang melapangkan hati bukan emas, tapi rasa syukur.

kita ini manusia, bukan dewa, 
jangan merasa wajib menang di setiap langkah,
sebab yang terpenting bukan seberapa jauh kau berlari,
tapi apakah kau masih tahu arah pulang?

orang mencari harta, mengejar kuasa, 
lupa bahwa perut hanya muat segenggam nasi,
lupa bahwa tidur tak butuh istana megah,
yang dicari akhirnya hanya ketenangan di hati.

maka duduklah sebentar, hirup napas dalam-dalam, 
apakah kau masih mengenali suara hatimu sendiri?
ataukah sibuknya dunia telah menghilangkan dirimu,
sampai lupa, bahwa pulang bukan soal tempat, tapi jiwa yang damai?


Sajak “Hidup Tak Perlu Berlebihan”
Kawan, hidup ini seperti secangkir kopi,
tak perlu terlalu manis, nanti kau muak,
tak perlu terlalu pahit, nanti kau enggan,
cukup seimbang, agar kau bisa menikmatinya pelan-pelan.

kita ini tamu di dunia, 
datang tanpa membawa apa-apa,
dan pulang pun tak bisa membawa harta,
lalu untuk apa gelisah berlebihan?

orang sibuk mencari lebih dan lebih,
tapi lupa menikmati yang ada di genggaman,
seperti hujan yang dinanti,
lalu disesali saat ia benar-benar datang.

hidup tak perlu berlebihan,
cukup sederhana, asal bahagia,
karena yang kau butuhkan hanya sedikit,
selebihnya, hanya ambisi yang tak akan pernah usai.



Penulis: Achmad Muzayyin

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online