
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita mendengar kata sabar. Sabar adalah kata yang sangat mudah diucapkan akan tetapi sulit untuk dipraktikkan. Di balik kata sabar pasti ada ujian, dan tidak semua orang bisa bersabar dalam menghadapi ujian tersebut. Ujian kesabaran tidak hanya ditujukan untuk kita manusia biasa, akan tetapi Nabi juga diberi ujian oleh Allah, di antarannya adalah ujian yang diterima oleh Nabi Musa. Kisah ujian kesabaran Nabi Musa sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Imam Bukhari No. 4356 dan dalam al-Quran surat Al-Kahfi: 61-82.
Telah menceritakan kepadaku Ubay bin Ka’ab bahwa ia mendengan Rasulullah Saw, bersabda: “Suatu ketika Nabi Musa berdiri di hadapan kaum Bani Israil untuk berpidato. Setelah itu seorang bertanya, “Hai Musa, siapa orang yang paling banyak ilmunya di muka bumi ini? Nabi Musa menjawab: “Akulah orang yang paling banyak ilmunya di muka bumi ini.”
Nabi Musa tidak menyadari bahwa ilmu yang ia peroleh adalah pemberian dari Allah. Lalu Allah mewahyukan kepada Musa, “Hai Musa, sesungguhnya ada seorang hamba-Ku yang lebih banyak ilmunya dan lebih pandai darimu dan ia sekarang berada di antara pertemuan dua lautan.”
Nabi Musa bertanya: “Ya Tuhan, bagaimana caranya saya bisa bertemu dengan hamba-Mu itu?”
Dijawab, “Bawalah seekor ikan di dalam keranjang dari daun kurma. Manakala ikan tersebut lompat, maka di situlah hamba-Ku berada.”
Kemudian Nabi Musa berangkat ke tempat tersebut ditemani seorang muridnya bernama Yusya’ bin Nun. Nabi Musa sendiri membawa seekor ikan di dalam keranjang yang terbuat dari dua kurma. Keduanya berjalan kaki menuju tempat tersebut. Ketika keduanya sampai di sebuah batu besar, maka keduanya pun tertidur lelap. Tiba-tiba ikan di dalam keranjang berguncang keluar, lalu masuk ke dalam air laut.
Lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut (Al Kahfi:61)
Allah telah menahan air yang dilalui ikan tersebut, hingga menjadi terowongan. Akhirnya mereka berdua melanjutkan perjalanan siang dan malam. Murid Nabi Musa lupa memberitahukannya.
Rasulullah Saw, bersabda, “Belum jauh Musa melewati tempat yang diperintahkan untuk mencarinya, muridnya berkata: “Tahukah anda ketika kita berlindung di bawah batu besar itu, sesungguhnya saya lupa menceritakan tentang ikan dan tidak ada yang membuat saya lupa kecuali setan, ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” Nabi Musa berkata: “itulah tempat yang kita cari.” Lalu mereka kembali ke jalannya semula. Setelah sampai di batu besar, mereka melihat laki-laki sedang tidur berselimut kain. Ia adalah nabi Khidir, nabi Musa mengucapkan salam kepadanya.
Nabi Khidir bertanya: “Dari manakah negerimu?”
Nabi Musa menjawab: “Saya adalah Musa.”
Nabi Khidir: “Musa Bani Israil.”
Nabi Musa: “Iya.”
Nabi Musa berkata kepada Nabi Khidir: “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”
Nabi Khidir: “Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku. Bagaimana engkau dapat bersabar atas sesuatu, sedangkan engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang itu?”
Nabi Musa: “Insyaalah aku akan bersabar, dan tidak akan menentangmu dalam urusan apapun.”
Nabi Khidir: “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menjelaskannya kepadamu.”
Kemudian mereka berdua berjalan dan berhenti di dekat perahu, mereka berdua menaiki perahu. Ketika di dalam perahu Nabi Khidir melubangi perahu tersebut. Nabi Musa tidak terima dengan perbuatan Nabi Khidir dan berkata, “Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh, engkau telah melakukan kesalahan yang besar.”
Nabi Khidir menjawab: “Bukankah sudah aku katakan kepadamu, engkau tidak akan sabar bersamaku?”
Nabi Musa : “Janganlah engkau menghukum aku atas kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.”
Kemudian mereka berdua melanjutkan perjalanannya, hingga mereka bertemu dengan seorang anak muda. Nabi Khidir membunuh anak muda tersebut. Nabi Musa tidak bisa menerima perbuatan Nabi Khidir, ia berkata: “Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih? Sungguh engkau telah melakukan perbuatan yang mungkar.”
Nabi Khidir menjawab: “Bukankah sudah aku katakan kepadamu, engkau tidak akan sabar bersamaku?”
Nabi Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan bolehkan aku mengikutimu.”
Kemudian mereka berdua melanjutkan perjalanannya kembali, hingga mereka sampai di suatu daerah, mereka meminta jamuan kepada penduduknya akan tetapi penduduk daerah tersebut tidak mau menjamu mereka, kemudian mereka mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh di daerah tersebut, lalu nabi khidir menegakkannya.
Nabi Musa berkata: “Engkau bisa meminta imbalan atas perbuatanmu ini, jika engkau menghendakinya.”
Nabi Khidir menjawab: “Inilah perpisahan antara aku dengan engkau.”
Nabi Musa tidak bisa bersabar ketika bersama gurunya. Seandainya Nabi Musa bersabar dalam menyertai Nabi Khidir tentu ia akan mendapati rahasia dari apa yang telah dialami. Akhirnya Nabi Musa berpisah dengan Nabi Khidir setelah Nabi Khidir menjelaskan rahasia di balik semuanya.
“Adapun perahu itu milik orang miskin yang bekerja di laut, aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seotang raja yang akan merampas perahu yang masih bagus,” jelas Nabi Khidir kepada Nabi Musa
“Adapun anak yang aku bunuh itu kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kefakiran.”
“Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak lain) yang lebih baik kesuciannya dari pada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu-bapaknya).
“Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota tersebut, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang shaleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang aku perbuat bukan menurut kemauanku sendiri.”
Dari kisah di atas menujukkan bahwa di atas orang yang berilmu tentu masih ada yang lebih berilmu melebihinya. Di atas langit masih ada langit. Keadaan manusia yang diberi anugerah kelebihan, maupun kekurangan, tidak lain merupakan ujian bagi seorang hamba, Nabi Musa yang diberi ilmu pun diuji kesabaran oleh Allah Swt. Semoga kisah ini bisa memberikan refleksi dan pelajaran bagi kita semua.
Baca Juga: Kisah Nabi Musa Dihanyutkan di Sungai Nil
Penulis: Almara Sukma