
Tebuireng.online– Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Machfudz, dalam acara buka bersama dengan civitas akademika Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) pada Ahad (9/3/2025), menegaskan pentingnya persatuan dalam membangun bangsa dan umat Islam. Menurut beliau, persatuan adalah fondasi utama yang membawa Indonesia meraih kemerdekaan dan terus maju hingga saat ini.
Cicit Hadratussyaikh itu mengungkapkan pengalamannya ketika pertama kali menggantikan KH. Shalahuddin Wahid sebagai pengasuh pondok pesantren pada awal pandemi COVID-19. Saat itu, ia menyaksikan betapa sepinya pondok pesantren, hanya dihadiri empat orang saat Sholat Subuh. Keadaan ini membuat beliau merenung tentang apa yang harus dilakukan untuk menghidupkan kembali semangat yang pernah dibangun oleh pendiri pesantren, Hadratusyaikh KH. Hasyim Asy’ari.
Dalam kesempatan tersebut, Gus Kikin menceritakan bahwa ia menemukan sebuah buku yang dikirimkan oleh seorang mahasiswa UIN Jakarta pada tahun 2020. Buku itu berisi tesis tentang naskah Hadratusyaikh yang berjudul Kafful Awam Anil Khoudli fi Syirkatil Islam, yang ditulis pada tahun 1912 dan baru sampai di Indonesia pada tahun 2017 setelah tertahan di Makkah. Naskah tersebut menjelaskan kondisi umat Islam pada masa itu, saat berbagai organisasi Islam baru mulai bermunculan, seperti Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU).
Hadratusyaikh KH. Hasyim Asy’ari, kata KH. Abdul Hakim, memiliki peran penting dalam menyatukan umat Islam di tengah perbedaan yang ada. Pada masa penjajahan Belanda, beliau mengundang berbagai organisasi Islam untuk berkumpul di Tebuireng untuk memperkuat ikatan antar umat Islam. Hasil dari pertemuan tersebut adalah terbentuknya Federasi Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI) yang bertujuan menyatukan umat Islam untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, Ketua PWNU Jatim itu juga mengingatkan tentang pentingnya perjuangan kolektif untuk kemerdekaan Indonesia, yang tidak hanya datang melalui perjuangan fisik, tetapi juga melalui ikatan ukhuwah atau persatuan. Beliau menceritakan bagaimana semangat persatuan umat Islam, yang tercermin dalam berbagai organisasi yang bersatu, akhirnya turut mendukung kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
“Indonesia merdeka berkat persatuan umat Islam, yang mampu menggapai ridha Allah. Dari ridha Allah itulah kemudian ‘Yadullahi ‘alal jamaah’, tangan Allah yang membimbing kita, sehingga kita mampu memproklamasikan kemerdekaan,” ungkapnya.
KH. Abdul Hakim menekankan bahwa meskipun Indonesia sudah merdeka, tantangan besar tetap ada, seperti ujian yang dihadapi umat Islam dalam mempertahankan kemerdekaan, seperti pertempuran di Surabaya yang terjadi setelah proklamasi kemerdekaan. Semua itu merupakan bagian dari ujian yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam mewujudkan negara yang merdeka dan berdaulat.
Mengakhiri sambutannya, KH. Abdul Hakim menyampaikan harapan agar semangat persatuan yang telah dibangun sejak zaman Hadratusyaikh KH. Hasyim Asy’ari dapat terus diwariskan kepada generasi mendatang.
“Persatuan itu penting. Jika kita bisa bersatu, insyaAllah semua bisa dicapai,” tuturnya. Beliau juga mengutip pesan Gus Sholah, “Apa yang kita pikirkan sama-sama, supaya kita sama-sama. Kalau sholat, sholat sama-sama menghadap kiblat, kalau jamaah gerakannya sama, semua sama sepanjang pemikiran sama, persatuan insyaAllah akan bisa dicapai.”
KH. Abdul Hakim berharap semoga persatuan umat Islam yang dulu telah diwariskan menjadi bekal yang berharga bagi Pondok Pesantren Tebuireng dan Unhasy dalam membangun masa depan yang lebih baik.
Pewarta: Ilvi Mariana