
Di sebuah desa kecil bernama Desa Sungai Akar, hiduplah dua sahabat bernama Angga dan Aldi. Mereka telah bersahabat sejak kecil, selalu bersama dalam suka dan duka. Persahabatan mereka begitu erat. Mereka adalah orang-orang yang sangat ramah, baik, sabar, dan suka saling tolong-menolong. Mereka memiliki rumah yang saling berdekatan, dan mereka juga satu sekolah sejak SD. Sejak kecil, mereka selalu menjadi sahabat yang sangat ramah dan akrab.
Suatu ketika, mereka mengalami masalah. Mereka berantem gara-gara mainan mobil-mobilan. Mobil Aldi rusak karena Angga, dan Aldi berkata dengan nada emosional, “Kenapa ban mobil-mobilanku kamu pecahkan?” Angga menjawab dengan wajah yang tidak bertanggung jawab, “Enggak sengaja.” Di situlah Aldi merasa emosi dan tiba-tiba langsung memukul Angga dengan tangan kosong. Angga terdiam sebentar, kemudian membalas pukulan Aldi dengan sangat keras hingga hidung Aldi berdarah.
Teman mereka yang bernama Alip dan Aseng datang untuk memisahkan mereka. Mereka langsung berhenti, dan Aseng berbicara dengan nada tinggi, “Apa yang sebenarnya terjadi?” Aldi menjawab dengan muka kesakitan, “Dia merusak ban mainan mobil-mobilanku, dan dia tidak mau memperbaikinya.” Angga menjawab, “Bukan, aku tidak mau memperbaiki, tapi kamu yang terbawa emosi duluan.”
Alip pun mengambil keputusan. “Kalian kan sahabat, lebih baik sekarang minta maaf,” katanya. Aldi menjawab, “Aku tidak mau minta maaf duluan, karena aku tidak salah.” Akhirnya, Angga pun mau minta maaf kepada Aldi. “Maaf ya, Aldi, kalau aku tadi merusak mainan mobil-mobilanmu.” Aldi menjawab, “Iya, nggak apa-apa.”
Suatu hari, desa mereka mengalami bencana banjir besar. Hujan deras yang turun tanpa henti membuat sungai meluap dan membanjiri rumah-rumah penduduk. Banjir ini menghancurkan banyak ladang dan menyebabkan banyak keluarga kehilangan tempat tinggal.
Angga dan Aldi tidak tinggal diam. Mereka segera bergabung dengan tim relawan desa untuk membantu korban banjir. Setiap hari, mereka bekerja keras mengevakuasi warga, mendistribusikan makanan, dan membersihkan puing-puing rumah yang hancur. Meskipun mereka sendiri juga terkena dampak banjir, semangat mereka untuk membantu tidak pernah surut.
Pada suatu malam, ketika mereka sedang beristirahat setelah seharian bekerja, Angga melihat wajah Aldi yang terlihat sangat lelah. “Kau baik-baik saja, Aldi?” tanya Angga.
Aldi tersenyum lemah dan menjawab, “Aku baik-baik saja, Angga. Hanya sedikit lelah. Tapi kita harus tetap semangat, banyak orang yang masih membutuhkan bantuan kita.” Angga menepuk bahu sahabatnya. “Kau benar, Aldi. Kita harus tetap kuat. Kita sudah melalui banyak hal bersama, dan kita akan melalui ini juga.”
Beberapa hari kemudian, banjir mulai surut dan warga desa mulai membangun kembali rumah-rumah mereka. Namun, tantangan belum berakhir. Persediaan makanan di desa semakin menipis dan banyak warga yang mulai kelaparan.
Angga dan Aldi memutuskan untuk pergi ke kota terdekat untuk mencari bantuan. Perjalanan ke kota tidaklah mudah. Mereka harus melewati jalan yang rusak dan medan yang sulit. Namun, mereka tidak menyerah. Dengan tekad yang kuat, mereka akhirnya sampai di kota dan berhasil mendapatkan bantuan dari pemerintah dan organisasi kemanusiaan.
Mereka kembali ke desa dengan membawa persediaan makanan, obat-obatan, dan perlengkapan lainnya. Warga desa sangat bersyukur dan memuji keberanian serta ketangguhan dua sahabat tersebut.
Setelah semua bantuan didistribusikan, Angga dan Aldi duduk di tepi sungai yang mulai kembali tenang. Mereka melihat matahari terbenam di cakrawala, seakan memberikan harapan baru untuk masa depan.
“Angga, aku bersyukur punya sahabat seperti kamu,” kata Aldi tiba-tiba. “Kamu selalu ada di saat-saat sulit dan tidak pernah menyerah.” Angga tersenyum dan menjawab, “Aku juga bersyukur punya sahabat seperti kamu, Aldi. Bersama, kita bisa menghadapi segala tantangan. Kita adalah sahabat sejati.”
Waktu berlalu, dan Desa Sungai Akar mulai pulih dari bencana banjir. Angga dan Aldi terus membantu warga dan menjadi panutan bagi banyak orang. Persahabatan mereka semakin erat, dan mereka menyadari bahwa kebersamaan dan saling membantu adalah kunci untuk menghadapi segala cobaan hidup.
Penulis: Ripki Khoirul Mustofa, Siswa SMK Tebuireng 3, Riau.