
Retorika sendiri memiliki artian sebagai sebuah seni dalam berbicara. Dimana khalayak –pendengar yang menentukan akhir dan tujuan dari suatu pidato. Pada mulanya retorika tidak kurang sebagai seni berbicara atau berargumen yang telah menjadi bagian penting dari perjalanan panjang tradisi intelektual Yunani Kuno. Terdapat salah satu tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam pengembangan retorika ini, yakni Aristoteles (384-322 SM), yang mana dia juga adalah seorang filsuf besar Yunani dan murid dari Plato.
Bila diselami lebih mendalam lagi sejatinya takala memahami umur retorika, secara tidak langsung sama halnya dengan memahami umur peradaban dari manusia itu sendiri. Hal itu berdasarkan pada kebutuhan manusia terhadap sebuah tatanan komunikasi yang menjadi prihal utama dalam kehidupan sehari-harinya. Karena pada hakikatnya manusia senantiasa memiliki hasrat dan kebutuhan untuk menyampaikan segala perasaan, pengalaman dan pendapat-pendapatnya kepada sebanyak mungkin manusia.
Adapun retorika sendiri termasuk dari salah satu tradisi dalam ilmu komunikasi. Sudah menjadi suatu keharusan, bagi siapapun yang mendedikasikan dirinya dalam berdakwah harus dapat menguasai ilmu retorika baik dari segi praktis dan teoritik. Karena keterampilan retorika tidak hanya diperuntukkan dalam kecakapan berpidato saja dalam menyampaikan risalah-risalah keagamaan dalam berdakwah di hadapan publik. Tetapi lebih dari itu, keterampilan retorika menjadi sebuah kunci utama seseorang untuk menyusun, menentukan topik dan merangkai setiap pembahasan agar tersruktur rapi dan sistematis sebelum berpidato atau berdakwah.
Bagi seorang da’i, kemampuan beretorika menjadi hal yang wajib dikuasai sebelum seorang da ‘i terjumenjadi panggung dakwahnya. Karena pada dasarnya dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim dalam bentuk ajakan atau seruan kepada manusia untuk menuju jatuk kebaikan. Firman Allah mengenai perintah dakwah sealan tegas termaktub dalam Q.S An-Nahl ayat 125:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةٌ وَجُدِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan- mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang- orang yang mendapat petunjuk” (Agama Republik Indonesia 2004)
Ayat inilah yang kemudian menjadi landasan bahwa seruan kepada manusia haruslah dengan cara yang baik dan bijaksana, sekalipun dalam upaya membantah argumen dari penerima dakwah. Jika da ‘i telah menempuh langkah sesuai apa yang telah dijelaskan di dalam Al-qur’an, pada akhirnya persoalan mengenai penerimaan pesan hanya tinggal waktu atas izin dan hidayah Allah lah yang mampu merubah hati dan keyakinan seseorang.
Adapun buku “Seni Memahami Retorika Dakwah dan Komunikasi Publik” yang disusun oleh teman-teman Magister Komunikasi Penyiaran Islam, Angkatan 2024 UIN Sunan Ampel Surabaya, dapat memberikan gambaran kepada setiap para da’i yang ingin secara mendalam memahami keilmuan retorika, mulai dari mengenai berbagai macam retrorika, sejarah, perkembangan, fungsi serta manfaatnya, dan tujuannya. Selain itu dalam buku ini juga mengulas berbagai macam trik & tips, bagaimana menguasai komunikasi publik. Sehingga seorang da’i dapat mengoptimalkan seni retorika dan komunikasi publik guna efektifitas dalam berdakwah di tengah-tengah Masyarakat.
Sebagai salah satu contohnya yang dijelaskan pada buku ini adalah, konsep retorika dari Marcus Tullius Cicero yang seringkali digunakan oleh para da’i takala hendak berbicara di hadapan public yakni, mulai dari Inventio atau biasa disebut dengan pencarian data retorika. Pada tahap ini, seorang pembicara menggali topik dan meneliti audiens agar bisa menemukan metode dengan gaya bicara yang tepat. Kedua yakni Dispositio: Penyusunan Data Retorika, yang bertujuan untuk menyusun presentasi atau mengorganisasikan pesan secara runut dan logis. Presentasi yang tersusun dengan tertib (well organized) akan menciptakan suasana yang baik, membangkitkan minat audiens, dan memudahkan pemahaman ketiga Elocutio: Gaya Komunikasi Publik, Memoria: Teknik Menghafal dalam Retorika, dan keempat Pronuntiatio: Teknik Menyampaikan Pidato dengan baik dan benar. (halaman 201)
Dari persiapan retorika yang disusun oleh Marcus Tullius Cicero, memberikan gambaran yang baik serta tepat kepada para da’i untuk dapat menyusun dan mempersiapkan bahan-bahan apa saja yang memang diperlukan untuk berbicara dihadapan publik, karena sejatinya, apabila maju tanpa persiapan maka harus siap turun tanpa adanya tepuk tangan hingga ditertawakan.
Judul buku: Seni Memahami Retorika Dakwah dan Komunikasi Publik
Penulis: MKPI UINSA 2024
Penerbit: Madani Kreatif Publisher
ISBN: 978-623-473-579-6
Peresensi: Dimas Setyawan