Oleh: Khoirur Rozikin*

Sejarah sudah menuliskan bahwa Khaldi dan kambingnya lah yang menemukan buah kopi di dataran Habasyah atau sekarang yang terkenal dengan Ethiophia di benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) yang lalu. Sumber kopi pertama ditemukan di Mocha, satu daerah di Yaman. Kemudian ada seorang sufi yang menilitinya mencoba mengolah biji kopi tersebut dengan cara dikeringkan kemudian diseduh. Sang sufi tersebut merasakan efek kafein dari kopi lantas memanfaatkannya untuk menahan ngantuk saat bermunajat dan beribadah pada malam hari. Kopi merupakan salah satu komoditas di dunia yang dibudidayakan lebih dari 50 negara. Dua jenis pohon kopi yang dikenal secara umum yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Kini penemuan mereka telah menjadi peradaban dan tradisi hingga sekarang terhidang dalam secangkir kopi yang biasa kita nikmati.

Kopi berasal dari bahasa arab qohwah yang berarti kekuatan, karena pada awal kopi digunakan sebagai makanan berenergi. Kemudian berakluturasi dengan bahasa inggris coffe dan akhirnya dalam bahasa Indonesia menjadi kopi. Tahun 1000 M, Ibnu Sina (Avecena) meneliti zat kimiawi kopi, dokumennya merupakan dokumen yang diketahui membedah kopi dari perspektif ilmu kedokteran dan kesehatan. Dan pada tahun 1453 M, kopi dipopulerkan di Konstantinopel oleh bangsa Turki pada masa Kekhalifahan Ottoman. Kedai kopi yang tercatat pertama kali dibuka bernama Kiva Han pada tahun 1475 M.

Berbicara soal kopi dalam dunia pesantren, adalah sebuah tradisi yang tidak bisa dipisahkan. Cerita di atas bersumber dari buku 101 canda kopi karangan Beng Rahadian, yang mungkin mayoritas penikmat kopi, termasuk para santri, belum tentu mengetahui cerita ini. Bagi santri, selain karena kopi mengandung kafein yang berkhasiat menahan kantuk, sehingga belajar sampai semalam suntuk bisa tahan lama, dengan secangkir kopi hitam juga  mampu mempererat tali persahabatan.

Pada zaman globalisasi ini. komoditi kopi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di samping rasa dan aroma yang khas, kopi juga dapat meminimalisir resiko terkena penyakit diabetes mellitus, kanker, batu empedu dan berbagai penyakit jantung lainnya. Sekali lagi, untuk santri itu masih tidak cukup. Bagi mereka, harga kopi yang murah dijual di warung-warung sekitar pesantren, bisa mengobati kanker (kantong kering) namun tetap bisa menikmati indahnya belajar dan persaudaraan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tradisi minum kopi (ngopi) di lingkungan pesantren sudah turun temurun dari dulu hingga sekarang. Sebagian santri membuat kopi yang disajikan di dalam teko. Di tengah-tengah pengajian, saat ngantuk mulai datang menghapiri, kopipun menjadi senjata utama untuk menahannya. Khasiat kafein yang berada di dalam kopi, bisa membuat mereka tahan memaknai kitab yang dibacakan oleh kiai.

Tidak hanya pada saat akan mengaji kitab saja santri meminum kopi. Di saat belajar pada malam hari. Tak lupa kopi disiapkan untuk menemani belajar. Di saat nyantai bersama teman-teman yang lain. Kopi menjadi menu utama yang tidak boleh dilupakan. Ketika otak sedang buntu dan memerlukan siraman inspirasi, sebagian santri ada yang sejenak meminum seteguk kopi. Tidak heran sebagian santri beropini KOPI itu singkatan dari “Ketika Otak Perlu Inspirasi”. Bahkan ada pula yang beranggapan KOPI adalah kepanjangan dari “Komunitas Orang Pencari Ilmu”. Di Jombang, sekitar Pesantren Tebuireng, para penikmat kopi sampai mendirikan KPK atau biasa populer dengan singkatan Komunitas Pencinta Kopi. Bahkan ada juga santri yang menyebut para pecinta kopi dengan ashabul qohwa.

Ada berbagai cara orang mencari inspirasi dalam hipup. Ada berbagai cara orang sejenak merefrash pikiran. Kopi dalam tradisi pesantren seperti dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Apalagi di pesantren salaf, pesantren yang masih menjaga tradisi-tradisi lama, kopi merupakan bagian dari peradaban, seakan seperti ibadah, dan salah jihad dalam memerangi kebodohan, tetap bergaya hidup, namun tidak sampai menjerumuskan diri dalam kemewahan dan pemborosan.

*Alumni Pesantren Tebuireng, Aktif di Komunitas Penulis Muda Tebuireng, Sanggar Kepoedang, pecinta kopi asal Kediri, dan Mahasiswa semester pertama di Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Sunan Ampel Surabaya.