Ilustrasi: sedekah yang diberikan secara sembunyi-sembunyi (detikcom)

Hakikatnya ada perbedaan tentang cara meraih keikhlasan dalam sedekah. Beberapa ulama’ menganggap bahwa menyembunyikan sedekah itu lebih utama, sementara beberapa yang lain menilai mendemontransikan sedekah itu lebih baik. Lalu bagaimana seharusnya? Keduanya akan dibahas duduk perkaranya di sini.

Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menerangkan bahwa terdapat alasan-alasan sebuah sedekah itu harus dilakukan secara senyap. Pertama, kesenyapan sedekah dapat menjaga kerahasiaan penerima. Sebab apabila penerima sedekah itu tampak orang lain, maka hal tersebut bisa merusak martabat penerima, menampakkan kebutuhannya, serta mengakibatkan dirinya dari kondisi yang terpuji. Yang mungkin saja dapat dikira oleh orang bodoh bahwa penerima itu orang yang geleman (tidak ‘afif).

Kedua, kerahasiaan sedekah itu dapat menjaga dari munculnya prasangka dan lisan orang lain. Karena barangkali banyak dari mereka terpancing hasud akan sedekah itu. Atau mereka menyangka penerima sedekah mengambil keuntungan padahal sudah kaya. Sementara hasud, dengki, dan su’udzan itu dosa besar yang harus dihindari. Abu Ayyub Al-Shakhtiyani berkata, “Aku tidak memakai pakaian baru lantaran menghindarai potensi hasud dari tetanggaku.”

Ketiga, membantu pemberi akan kerahasiaan amalnya. Sebab sedekah sembunyi-sembunyi itu lebih banyak faidahnya daripada sedekah terbuka. Pernah suatu ketika seorang lelaki memberi sumbangan kepada ulama dalam kondisi terbuka, namun ulama’ tersebut menolak. Sementara saat kondisi tersemunyi ulama’ teresebut menerima. Alasannya tak lain soal adab sedekah itu harus disembunyikan. Karena bisa jadi sedekah yang dilakukan dengan diketahui banyak orang itu terdapat niat selain karena Allah.

Baca Juga: Balasan Allah untuk Orang yang Bersedekah

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Keempat, bahwa menerima sedekah dalam keadaan terbuka itu pelecehan dan hinaan. Padahal seorang mukmin itu tidak boleh menghinakan dirinya. Beberapa ulama tidak menerima sedekah dalam kondisi terbuka. Mereka beralasan bahwa sedekah yang terbuka itu melecehkan ilmu dan menghinakan orangnya.

Kelima, menghindari adanya potensi kepemilikan bersama. Sabda Nabi:

مَنْ أُهْدِيَ لَهُ هَدِيَّةٌ وَعِنْدَهُ قَوْمٌ فَهُمْ شركاؤه فيها

Barangsiapa yang diberi hadiah, dan ia saat itu bersama kaum (orang lain), maka mereka itu berhak mendapatkannya juga.

Artinya penerima sedekah itu juga dipaksa untuk membagikan sedekah yang diberikan untuknya kepada orang di sekitarnya juga. Karena sesuatu yang diberikan dalam keraiaman itu makruh sebelum ada ridha dari semua hadirin.



Penyusun: Yuniar Indra Yahya

*Disadur dari pengajian Ihya’ Ulumuddin asuhan KH. Kamuli Khudori Akhyar di masjid Tebuireng