
Oleh: Mohammad Jailani*
Penguasaan teknologi yang kian hari semakin berkembang, hal itu berakibat penyerapan sumber informasi tidak dapat terbendungi. Bahasa sebagai alat komunikasi semakin berkembang, mengikuti sumber informasinya. Begitupun bahasa Arab yang digunakan sehari-hari di dunia pesantren, mengikuti arus perubahannya. Hal ini menuntut, bahkan mengarah kepada para santri untuk menguasai bahasa Arab secara lancar dan fasih. Tapi, berbanding terbalik secara fakta para santri belum bisa menguasai bahasa Arab dan berbicara secara fasih. Meskipun pondok pesantren telah mengupayakan implementasi pembelajarannya dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang modern. Para santri setiap harinya di lakukan praktik menghafal muhadasah, dan praktik membaca literatur bahasa Arab.
Berdasarkan data hasil pembelajaran yang di dapatkan oleh Penulis baik melalui terjun langsung ke pesantren-pesantren di Madura, dengan pendekatan observasi dan wawancara langsung bersama ustadz, dan pimpinan pondok. Data yang dikumpulkan melalui berita Online, referensi penelitian-tulisan yang relevan, publikasi ilmiah dari Scien Direct dengan angka 80% santri belum bisa membaca lafadz Arab. Sebagian santri belum bisa praktik bahasa Arab dengan fasih, mengacu pada data yang diperoleh melalui Kemenag bagian pesantren dan Dikdasmen PWM DIY (Badan Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta). Di susul oleh para pelajar, peserta didik baik di sekolah basis Islam (Muhammadiyah) maupun sekolah umum (Negeri) menurun secara signifikan.
Sejauh ini, tulisan dan penelitian yang membahas, menganalisis, hingga membuktikan hasil-hasil tulisannya tentang problematika pada best-practice pembelajaran bahasa Arab di sekolah maupun di pesantren. hal itu, baik masalah secara teori yang di uji dengan teori, permasalahan secara praktik yang telah tampak di seluruh pesantren. Meskipun secara edialitas pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang fokus membimbing dan mendidik para santri secara keislaman, baik santri yang dikenalkan dengan pembelajaran bahasa Arab aspek mufradat dan muhadasah. Termasuk juga santri dikuatkan dengan literatur linguistic Arabnya, seperti baca kitab kuning (nahwu dan sorof).
Hal ini, mendorong kurikulum-kurikulum pendidikan agama Islam mengalami perubahan setiap tahunnya. Baik dari kebijakan Kemenag (Kementerian Agama) maupun kebijakan kurikulum dari Kemendikbud (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi), yang kemudian muncullah pengembangan kurikulum pendidikan berbasis Merdeka Belajar. Hal ini yang telah diluncurkan oleh Mas Menteri Nadiem Makarim selaku Mentri Kemdikbud. Sejatinya, gagasan Merdeka Belajar yang di susun oleh Nadiem Makarim tujuannya adalah mencetak sumber daya manusia yang cerdas dengan mengedepankan implementasi praktik nilai karakter agar cara berpikir, kreativitas setiap santri maju. Kurikulum Merdeka adalah proses pembelajaran secara alami untuk mencapai kemerdekaan. Terkait belajar merdeka pentingnya menitik beratkan kepada santri untuk meningkatkan maharah qiro’ah, maharah istima’, maharah kalam dengan praktik belajar bahasa Arab secara merdeka. Merdeka dalam artian santri bebas dalam belajar dan mengasah kemampuan bahasa Arabnya.
Berdasarkan peluang dan novelty (kebaharuan) yang ada sebagai alternatif dari pembelajaran bahasa Arab di pondok pesantren yang berada di masa kenormalan baru maupun di masa mellenial. Oleh itu, penulis berinisiatif arah tulisan ini mengarah terhadap pembelajaran bahasa Arab berbasis kurikulum Merdeka. Pembelajaran yang diarahkan fokus pada praktik santri dalam meningkatkan kemampuan bahasa dan kemampuan membaca kitab kuning. Adapun sebagai pendukung desain kurikulum bahasa Arab dalam capaian RPP, KIKD, silabus mengarah kepada kurikulum Merdeka. Para ustadz khususnya menekankan kepada praktik dibandingkan santri diarahkan kepada teori mufradat maupun linguistic Arab. Pembelajaran yang di teliti dan ditulis adalah bagian implementasi pengajarannya, praktik mengajarnya para ustadz di pondok pesantren, berikut ini subtopik pembahasan yang oleh penulis sajikan:
Praktik Kurikulum Merdeka Belajar Secara filosofi
Praktik pembelajaran yang mengacu pada merdeka belajar sejatinya adalah mengarah kepada kitab ta’limul mutaallim. Ya’ni arah pengembangan pembelajaran, praktik implementasi pembelajaran di Indonesia, nantinya akan Kembali kepada konsep pembelajaran pendidikan agama Islam. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh pengarang kitab ta’limul mutallim pada bab tentang “proses pencari ilmu selama belajar untuk mendapatkan ilmu”, hal ini K. H. Zarnuji memberi penjelasan bahwasanya santri atau Siswa penting diberikan kesempatan dan diberi ruang untuk menentukan cara belajarnya sendiri. Santri di beri kesempatan dan peluang untuk menentukan belajar dengan ustadz, dan santri diberikan peluang untuk menentukan pelajaran dan kitab yang kan di kaji.
Berbicara tentang filosofi merdeka belajar, Ornstein dan Hunkins (2013) menjelaskan bahwa merdeka belajar adalah menentukan keputusan, alternatif dan pilihan kependidikan yang dipedomani pendidikan dan pengembangan kurikulum. Merdeka belajar adalah aktivitas berpikir yang mengelola, menyesuaikan dan menggabungkan proses pembelajaran. Pohan (2019) menyatakan bahwa merdeka belajar adalah pembelajaran dijadikan dasar dan pandangan dasar bagi pelaksanaan pendidikan.
Munculnya kebijakan kurikulum merdeka yang diluncurkan oleh Mas Menteri Nadiem Makarim sebagai wajah baru dan arah pendidikan di Indonesia. Khususnya dalam pembelajaran di kelas, di pondok pesantren, bahkan hingga pondok pesantren salafi dan pondok pesantren modern. Hal ini pemangku kebijakan pengelola pondok pun berpartisipasi dalam memperbaharui praktik pembelajaran mufradat, kajian nahwu-shorof, dan muhadasahnya. Salah contoh, santri diberi stimulus dalam mempraktikkan kosa kata dan literatur bahasa Arab. Memberi materi pun guru atau ustadz menyesuaikan dengan pilihan dan kemauan santri. Berdasarkan hasil observasi dan data wawancara yang di peroleh oleh Penulis. Implementasi kurikulum merdeka yang di terapkan oleh salah satu pondok di Madura, tapi hal ini fokus pada program penguasaan mufradat dan kajian kitab kuning. Berikut deskripsi diluncurnya kebijakan kurikulum Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud):
Berdasarkan gambar 1. adanya kebijakan kurikulum merdeka, Nadiem Makarim terinspirasi oleh Pahlawan pendidikan Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara yaitu filsafat pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar dengan esensi pendidikannya bermakna kemerdekaan dan kemandirian. Merdeka belajar dianggap relevan dan tepat dilaksanakan di era demokrasi pendidikan saat ini. Makna merdeka belajar yang tepat diberlakukan bagi pendidik di kelas untuk bebas memilih metode mengajar yang tepat untuk santri atau Siswa dan mereka memilih elemen-elemen yang tepat dalam praktik belajar. Arti dari kemerdekaan dan kebebasan merupakan pendidikan yang menekankan pada demokrasi pendidikan.
Knowledge Management Santri dan Ustadz dalam Pemanfaatan Teknologi
Salah satu program kebijakan dari merdeka belajar adalah penguatan dan pemanfaatan teknologi. Para guru atau ustadz di arahkan mampu menguasai digital dalam pidatonya Nadiem Makarim dikenal dengan pemanfaatan platform pembelajaran. Begitupun pembelajaran bahasa Arab dan pembelajaran pendidikan agama Islam dengan di jalankannya program Merdeka Belajar adalah kurikulum mata pelajaran bahasa Arab berubah. Ada tambahan atau modifikasi kisi-kisi dan RPP berubah.
Permasalahan yang terjadi dalam diluncurnya kurikulum merdeka adalah karena disatu sisi para ustadz belum kreativitas dalam menyampaikan materi. Pendekatan pembelajaran dan metode pembelajaran yang sering digunakan adalah budaya tradisi pesantren seperti berbasis pesantren dan metode Bodongan dan Sorongan. Bahkan hal itu telah menjadi karakter di suara pendidik di pondok pesantren. Adapun dalam hal ini ustadz-ustadz pondok pesantren dan guru agama pada umumnya tidak peduli dengan hal itu. Kebijakan-kebijakan yang di terapkan oleh Kemendikbud tidak berlaku pada sekolah baik dari sekolah (lembaga formal) hingga pondok pesantren (lembaga non formal). Termasuk, terbatasnya laboratorium, perpustakaan, dan fasilitas literasi yang memadai.

Gambar 2, di atas, merupakan contoh literasi dan literatur platform merdeka belajar yang di berikan oleh Kemendikbud. Semua referensi dan cara mengajar baik dengan modul maupun dengan media pembelajaran, seputar pembelajaran telah tersedia dengan platform merdeka belajar. Pembelajaran bahasa Arab yang berada di pondok pesantren mengarah kepada budaya merdeka belajar, Artinya para asatidz dalam menyampaikan materi dengan gaya dan pola mengajar yang sesuai dengan santri. Tanpa pembelajaran berbasis konvensional atau pembelajaran dengan metode ceramah. Berikut terdapat alur cara pemanfaatan platform Merdeka Belajar.

Implementasi pembelajaran Merdeka Belajar pada pembelajaran bahasa Arab di pondok pesantren memiliki alur pembelajaran. Topik perencanaan pembelajaran, para asatidz dapat memilih dan melanjutkan ke topik asesmen atau topik penyesuaian pembelajaran dengan karakteristik santri terlebih dahulu. Hal ini tergantung pada kebutuhan belajar ustadz. Proses belajar komunitas para ustadz dapat memanfaatkan platform merdeka mengajar untuk mendukung secara alur belajar, bahan ajar, dan pendalaman setelah mendapatkan dari pendamping implementasi Tim pembelajaran Merdeka Belajar.
Oleh karenanya pembelajaran multiplatform merdeka belajar yang sangat intraktif sangat ditunggu oleh para orang tua, Siswa, maupun guru dengan harapan Siswa semakin semangat dalam mengembangkan materi, hafalan, Latihan berbicara bahasa Arab, dan mengkaji kitab kuning. Adapun turunan dari platform digital Merdeka Belajar ini di pondok pesantren khususnya sudah banyak dikembangkan, seperti E-lerning adalah sistem pembelajaran yang dengan banyak cara dalam memahami pembelajaran dengan media ajar dengan layanan yang mudah di operasikan dan mudah dipahami. Menurut Kemdikbud, bahwa media platform berbasis visual adalah media pembelajaran memiliki kontribusi dengan mengefektifkan dalam komunikasi dan terjalin interaksi aktif baik guru maupun santri di lingkungan pondok pesantren. Hal ini, Kemdikbud menguatkan bahwa media pembelajaran digital adalah cara guru dalam menguasai alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Praktik Pengajaran Bahasa Arab Berbasis Internet
Dalam hal ini Nuha (2012) yang di kutip oleh Taufik dalam tulisan ilmiahnya menyatakan bahwa penggunaan internet dan web tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh guru, tapi juga bermanfaat bagi santri terkait mata pelajaran bahasa Arab yang diminati dan disenangi. Guru yang bisa pemanfaatan internet dan web dalam masa kini menjadi guru yang mutakhir kebanggaan peserta didik. Kemampuan guru itu sendiri menuntut bisa mengakses keilmuan dalam bidang mata pelajaran yang menjadi kepakarannya.
Menurut Oxford dalam Hartoyo, “internet adalah alat media yang memiliki kemampuan untuk menerima informasi (data) dan melaksanakan sekumpulan operasi logis sepadan dengan instruksi prosedural (program) untuk menghasilkan bentuk informasi atau sinyal”. Senada dengan yang di jelaskan oleh Munadi menyatakan bahwa internet adalah alat elektronik multimedia dengan dikumpulkan bersama simbol-simbol kategori multimedia agar mengolah simbol bahasa dengan ciri berbagai rangsangan dilihat dari nomor, nada maupun gerak gambar lainnya. Melalui internet, setiap orang dapat mengikuti forum diskusi, mengobrol langsung dengan penutur asli dan sebagainya.
Pada zaman mellenial masa kini, internet juga menjelajah dalam bidang pendidikan. Internet bukan lagi barang yang mewah dan sudah dikenal dalam semua lapisan masyarakat. Macam atau jenis media pembelajaran internet seperti halnya: media power point, video, slide, gambar, grafik dan lain-lain. Internet sebagai pembentuk tambahan dalam situasi belajar, mengenai kontribusinya dapat dikelola dengan penyajian informasi isi materi pelajaran, Latihan, atau lainnya. Media audio visual, permainan game, semuanya terintegrasi dalam internet. Demikian sesi positif dan manfaat dari internet dalam pembelajaran bahasa Arab di pondok pesantren.
Berdasarkan data literatur dan teori yang relevan pada tulisan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa di lihat dari secara filosofinya, pengembangan kurikulum merdeka dalam pembelajaran bahasa Arab bermanfaat. Meskipun pada awal dikeluarkannya kebijakan merdeka belajar ini banyak para asatidz dan pengelola manajemen pesantren banyak yang menolak dan belum menerima. Namun dengan seiringnya waktu para asatidz paham, dan terbuka dengan perubahan kurikulum merdeka belajar yang di luncurkan oleh Nadiem Makarim.
Adapun data lapangan yang diperoleh di pondok pesantren Babul Ulum Pamekasan Madura, praktik pembelajaran yang merupakan hasil implementasi dari pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar dapat dibagi menjadi dua substansi utama. Pertama, dalam manajemen pondok pesantren dan para ustadz, Kurikulum Merdeka Belajar diterapkan dengan memperkuat penguasaan platform merdeka belajar oleh ustadz dan pengajar. Hal ini termasuk dalam pencarian mufradat, literatur bahasa Arab, dan kajian kitab kuning. Kedua, output dari Kurikulum Merdeka Belajar meningkatkan kreativitas dalam penggunaan internet, termasuk dalam pengolahannya. Artinya, internet digunakan sebagai alat media untuk materi bahasa Arab yang diajarkan kepada santri.
Penulis merekomendasi kepada peneliti, guru, akademisi, praktisi, kyai, ustadz, kalangan pendidik, hingga Kemenag dan Kemendikbud, untuk menindaklanjuti penelitian dan tulisan ilmiah ini. Tujuannya adalah untuk merespons kebutuhan pembelajaran bahasa Arab di pondok pesantren, khususnya dalam meningkatkan dan mengembangkan hasil belajar santri. Menurut pandangan peneliti, sebagian besar pondok pesantren memerlukan implementasi kurikulum yang baik, metode pengajaran yang efektif, dan strategi pembelajaran yang inovatif. Sekedar contoh, pembelajaran berbasis moderasi beragama, pembelajaran bahasa Arab berbasis kearifan lokal, dan pembelajaran bahasa Arab berbasis platform wasatiyah. Penelitian ini berkontribusi pada pengembangan pembelajaran bahasa Arab di pondok pesantren di masa kini.
*Guru di SD 31 Al- Azhar Yogyakarta, Indonesia.