Santri dan pengurus Muallimin Tebuireng foto bersama sebelum melakukan ziarah Wali Songo. (foto: ist)

Jika sekolah SLTA umum seringkali mengadakan “rekreasi” untuk siswa kelas akhir, namun hal tersebut tidak terjadi di Madrasah Mu’allimin Hasyim Asy’ari Tebuireng. Seperti yang diketahui Madrasah Mu’allimin Hasyim Asy’ari Tebuireng (MMHA) atau yang akrab disebut Mu’alimin ini, merupakan salah satu unit Pendidikan Pesantren Tebuireng yang mendalami Pendidikan Khusus Kitab Kuning. Meski bergenre salaf, namun ijazah dan rapot Mu’allimin sudah diakui sehingga juga bisa melanjutkan ke perguruan tinggi negeri umum maupun islam.

Tetapi dalam tulisan kali ini, penulis tidak ingi berbincang lebih lanjut terkait status ijazah maupun rapot dari Santri yang belajar di Mu’allimin. Melainkan membahas tentang Ziarah Wali Songo yang kerap kali dilaksanakan oleh Santri kelas Akhir di Madrasah ini.

Keistiqomahan Ziarah ini di mulai pada tahun 2013, dengan peserta ziaroh yang tidak hanya dari kelas 6 atau kelas akhir saja. Melainkan bebas bagi siapa saja santri Mu’allimin yang mau. Karena memang di tahun itu jumlah santri kelas 6 hanya berjumlah 7 orang. Sehingga di persilahkan bagi kelas berapapun untuk turut ikut di dalam acara Ziarah ini.

Seiring berjalannya waktu, ketika jumlah santri semakin bertambah. Maka Ziaroh ini di khususkan untuk kelas 6 saja. Sebagaimana yang kita tahu, Wali Songo merupakan tonggak penyebaran islam di tanah jawa. Sehingga tanah jawa yang dulunya mayoritas beragama Hindu-Buddha, bisa memeluk agama islam rahmatan lil alamin.

Tidak heran jika pihak Madrasah Mu’allimin Hasyim Asy’ari memilih Ziarah Wali Songo untuk kelas akhir. Karena mereka yang mengikuti ziaroh ini, akan segera menghadapi Masyarakat secara langsung ketika mereka sudah lulus.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ustadz Yunus Hamid selaku Kepala Madrasah Mu’allimin Hasyim Asy’ari juga menerangkan, tujuan Ziarah Wali Songo ini adalah Silatu Ruh Wal Jasad, Menyambung ikatan dengan para waliyullah baik secara ruh (Bathin) maupun secara jasad (Fisik).

Beliau juga menjelaskan, bahwa yang dimaksud “Silatu Ruh” disini adalah ketika seorang Ulama/Waliyullah meninggal dunia hanya jasad saja yang meninggal tidak dengan ruhnya. Sehingga di harapkan dengan adanya Ziarah ini, ruh kita bisa bersambung dengan ruh Ulama yang di ziarahi.

Sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Imran ayat 16 yang berbunyi:

            وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتًا ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَۙ 

Wa lā taḥsabannallażīna qutilụ fī sabīlillāhi amwātā, bal aḥyā`un ‘inda rabbihim yurzaqụn.

“Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki.”

Dari ayat tersebut bisa disimpulkan bahwasannya ruh manusia itu tidak sementara, melainkan tetap hidup selama lamanya. Mengutip dari penjelasan Cak Nun dalam video kanal youtubenya (CakNun.com) yang berjudul “Kematian Tidak Ada”, Cak Nun menjelaskan, ketika seseorang meninggal dunia hanya pola kehidupannya saja yang berubah.

Beliau menganalogikan sebagaimana halnya ulat berubah menjadi kepompong lalu kepompong menjadi kupu kupu. Karena orang yang meninggal dunia, tidak benar benar meninggal. Melainkan meneruskan kehidupannya ke tempat yang lebih mulia, daripada manusia yang ada di dunia.

Selain Silatu Ruh, Ustadz Yunus juga turut menerangkan tentang Silatul Jasad. Beliau memaparkan, bahwasanya dengan cara berziarah, secara tidak langsung fisik kita sedang berada di tempat (Makam). Sehingga hal tersebut bisa mendapatkan keberkahan Fil Makan (di dalam tempat).

Hal ini yang membuat Ziarah Wali Songo menjadi sesuatu kegiatan yang sangat wajib di lakukan oleh Santri Madrasah Mu’allimin Hasyim Asy’ari sebelum lulus dari pesantren. Yaitu mendapatkan bertambahnya kebaikan berupa kebarokahan secara langsung dari makam para auliya’ atau maka para ulama. Tidak hanya Santri Mu’allimin saja, melainkan peziarah-peziarah dari berbagai daerah. Sehingga makam makam ini selalu ramai dikunjungi oleh peziarah untuk mengalap barokah.

Kegiatan ini tidak hanya murni Ziarah ke makam para Ulama’ atau Auliya’. Melainkan dalam Agenda Ziarah Wali Songo ini juga termaktub di dalamnya kegiatan Taddabur Alam dengan mengunjungi Pantai Drini Yogyakarta. Hal ini turut dimasukkan dalam agenda, agar santri mampu fresh secara hati maupun secara fikiran. Dengan demikian kegiatan ini diberi nama “Rihlah Bil Barokah Wal Karomah”.

Penulis: Soni Fadjar A.