Sumber gambar: tribunnews.com

Keterangan lanjutan kitab risalah al-Mu’awanah karya Sayyid Abdullah ibn Alawi ibn Muhammad al-Haddad untuk selalu berpegang pada ketulusan dan sikap tengah dalam segala hal. Pilihlah di antara amal-amal ibadah sekadar yang mampu anda kerjakan secara rutin dan teratur seperti sabda Nabi Saw;

إِنَّ الْأَعْمَالَ إِلَى اللهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قّلَّ

“Amal-amal yang paling disukai Allah ialah yang paling teratur dikerjakan walaupun hanya sedikit.”

خُذُوْا مِنَ الْأَعْمَالِ مَا تُطِيْقُوْنَ فَإِنَّ اللهَ لَا يَمُلُّ حَتَّى تَمُلُّوْا

“Lakukanlah amal-amal sekadar keuatanmu, sebab Allah Swt tak akan bosan (menyediakan pahal bagimu) sampai kamu sendiri merasa bosan.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Adalah watak setan untuk mengelabui seorang murid pada permulaan kemuridannya agar ia memperbanyak dan berlebihan dalam mengerjakan berbagai ketaatan. Tujuannya ialah mengecohkannya agar ia segera berbalik tidak mengerjakan kebaikan sama sekali, atau mengerjakannya dengan cara-cara yang tidak sepatutnya menurut agama. Setan tidak peduli dengan cara manakah si murid itu akan terjerumus oleh tipuannya.

Adapun tentang wirid-wirid itu sendiri, pada umumnya ia dapat berupa shalat sunnah, tilawah Al Quran, mempelajari ilmu, zikir, renungan, dan sebagainya. Akan disebut beberapa adab (tata cara) yang dibutuhkan oleh seorang yang hendak mengerjakan tugas-tugas keagamaan;

Wirid Berupa Shalat Sunnah

Seyogianya, anda menentukan wirid berupa shalat sunnah yang melebihi shalat-shalat sunnah yang biasa. Dengan menentukan waktu dan menetapkan jumlahnya sesuai dengan kemampuan diri sendiri untuk melaksanakannya secara rutin dan teratur.

Diriwayatkan bahwa di antara pada salah saleh, ada yang wiridnya sehari semalam seribu rakaat seperti Imam Ali Zainal Abidin bin Husein r.a. ada pula yang wiridnya sebanyak lima ratus rakaat dan ada yang sebanyak tiga ratus dan sebagainya.

Ketahuilah, bahwa shalat memiliki bentuk lahiriah dan hakikat batiniah, dan tidak akan dinilai oleh Allah kecuali shalat yang ditegakkan bentuk dan hakikatnya sebagaimana adabnya yang tampak nyata seperti berdiri, membaca (bacaan shalat), ruku, sujud, tasbih, dan sebagainya.

Sedangkan hakikat shalat ialah kehadiran hati di hadapan Allah Swt keikhlasan niat dan tujuan bagi-Nya, pemusatan segala himmah  dan perasaan untuk-Nya, demikian pula membatasi pikiran dalam shalat semata-mata, sehingga anda tidak membisikkan sesuatu kepada diri anda selain yang berhubungan dengan-Nya saja. Serta memperhatikan adab-adab bermunajat dengan Allah Swt.

Telah bersabda Rasulullah Saw;

إِنَّمَا الْمُصَلِّي مُنَاجٍ رَبَّهُ

“Seseorang ynag mengerjakan shalat sesungguhnya sedang bermunajat dengan Tuhannya.”

إِذَا قَامَ الْعَبْدُ إِلَى الصَّلَاةِ أَقْبَلَ اللهُ عَلَيْهِ بِوَجْهِهِ

“Apabila seorang hamba mulai bershalat, Allah pun menghadapnya dengan wajah-Nya.”

Bisa kita ambil refleksi bahwa poin yang bisa kita peroleh ialah kesinambungan amaliah kita. Dalam hal ini disinggung wirid yang teratur dan rutin lebih mendapat nilai lebih di sisi Allah, karena dalam istikamah itu sendiri banyak cobaan yang meliputi. Misalnya, rasa bosan, malas, atau kesibukan duniawi. Kalau kita melihat para ulama salaf saleh misalnya, mereka memang diberi karunia Allah untuk melaksanakan wirid yang tertib sekaligus banyak. Sedangkan kita, sebisa mungkin kita ambil kemurahan dari Allah yakni wirid yang sedikit saja tetapi dilakukan secara rutin dan tertib. Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk beribadah kepada Allah Swt. Wallahu a’lam.


*disadur dari kitab Risalah al-Mu’awanah