
Oleh: KH. Fahmi Amrullah Hadziq*
اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه لا نبي بعده
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, serta menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dan janganlah sekali-kali meninggalkan dunia ini kecuali dalam keadaan Islam dan husnul khatimah. Saya mengajak khususnya kepada diri saya sendiri, dan umumnya kepada para jamaah untuk sejenak merenungkan pesan baginda Nabi yang disampaikan sahabat Abu Dzar Al-Ghifari. Hakikatnya nasihat itu merupakan nasihat kepada kita seluruhnya. Di dalam sebuah riwayat suatu kali Nabi menyampaikan pesan kepada sahabat Abu Dzar:
يَا أَبَا ذَرٍّ، جَدِّدِ السَّفِيْنَةَ فَإِنَّ اْلبَحْرَ عَمِيْقٌ، وَخُذِ الزَّادَ كَامِلاً فَإِنَّ السَّفَرَ بَعِيْدٌ، وَخَفِّفِ اْلحِمْلَ فَإِنَّ العَقَبَةُ كَئُوْدٌ، وَأَخْلِصِ اْلعَمَلَ فَإِنَّ النَاقَدَ بَصِيْرٌ
“Wahai Abu Dzar, perbaharuilah kapalmu karena laut itu dalam; ambilah bekal yang cukup karena perjalanannya jauh; ringankan beban bawaan karena lereng bukit sulit dilalui, dan ikhlaslah beramal karena Allah Maha Teliti.
Ada empat pesan yang semuanya mengandung makna tersirat. Pertama, “Perbaharui kapalmu, karena sesungguhnya lautan itu sangat dalam.” Para ulama sepakat bahwa yang diamksud dengan safinah/kapal ialah niat, yang dimaksud dengan bahr/laut ialah hati. Jadi pesan ini mengandung makna “Perbaharui niatmu, karena sesungguhnya hati amatlah dalam.”
Tidak ada yang tahu hati seseorang kecuali dirinya dan Allah. Karena itu perbaharui terus niatmu dalam melaksanakan ibadah. Jangan sampai amal ibadah yang begitu hebat itu sia-sia karena niat yang tidak benar. Karena banyak amal yang digambarkan dengan amal dunia tetapi menjadi amal akhirat karena bagusnya niat. Begitu pula sebaliknya, banyak amal akhirat sia-sia karena buruknya niat. Dalam kitab Ta’limul Muta’allim disebutkan:
كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَة أعْمالِ الدّنْياَ وَيَصِيْرُ بِحُسْنِ النِيَّة مِن أَعْمَالِ الآخِرَة، كَمْ مِنْ عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُوْرَة أعْمالِ الأخرة ثُمَّ يَصِيْر مِن أَعْمَالِ الدُّنْيَا بِسُوْءِ النِيَّة
“Banyak perbuatan yang tampak sebagai perbuatan duniawi berubah menjadi perbuatan ukhrawi lantaran niat yang bagus. Banyak pula perbuatan yang terlihat sebagai perbuatan ukhrawi bergeser menjadi perbuatan duniawi lantaran niat yang buruk.”
Kedua, “Bawalah bekal yang sempurna karena sesungguhnya perjalanan amatlah jauh.” Bawalah bekal untuk perjalanan akhirat, karena perjalanan akhirat itu sangat jauh. Tentu bekal yang dimaksud di sini bukan harta, melainkan takwa. Sebagaimana ayat, “Carilah bekal! Sebaik-baik bekal adalah ketakwaan.”
Ketika kita pergi jauh—andaikan dari Jombang ke Jakarta—dengan membawa bekal 25 juta dibandingkan satu juta, tentu lebih nyaman membawa bekal yang lebih banyak. Kita mau berangkat saja sudah nyaman. Banyak yang dapat kita pilih, entah naik kereta, bus, atau pesawat. Lalu banyak pilihan menginap di hotel. Tetapi kalau bekal hanya sedikit, berangkat saja sudah mikir mau naik apa, menginap di mana, dan makan apa. Demikian pula ketika hendak melakukan perjalanan kampung akhirat. Saat bekal kita cukup, maka kita merasa nyaman dan tidak lagi khawatir. Tentu bekal ini diwujudkan dengan amal-amal saleh.
Ketiga, “Ringankan bebanmu, karena jalan mendaki bukit amat sulit dilalui.” Ini adalah pesan bagi kita semua agar meringankan beban-beban dunia. Sebab semakin banyak beban dunia, maka semakin lama hisabnya kelak. Orang kalau mau mendaki gunung diusahakan membawa beban seringan-ringannya, jangan sampai membawa carier seberat 30-40 kilo.
Contoh lain, kita membawa galon penuh ke lantai tiga, tentu lebih sulit dari pada naik dengan membawa sebotol air mineral. Artinya beban dunia harus diringankan, akan tetapi beban akhirat kita perberat. Harta banyak yang digunakan untuk kebaikan tentu akan lebih mudah hisabnya dibanding harta yang disimpan sampai mati.
Keempat, “Ikhlaskan amalmu, karena zat yang Maha Teliti adalah zat Maha Melihat.” Karena sesungguhnya yang dilihat oleh Allah itu bukan seberapa banyak harta kita, seberapa tinggi kedudukan kita, karena yang dilihat Allah itu ketakwaan.
إِنَّ الله لا يَنْظُرُ إِلى أَجْسامِكْم، وَلا إِلى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وأعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada rupa-rupa kalian dan harta-harta kalian, akan tetapi Allah melihat pada hati-hati kalian dan amalan-amalan kalian.”
Hendaknya kita merenungkan empat pesan baginda Nabi agar kita senantiasa memperbaharui niat, menyiapkan bekal, meringankan beban dunia kita, mengikhlaskan amal-amal kita. semoga bermanfaat bagi saya dan jamaah sekalian.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
*Khodimul Ma’had Tebuireng
Transkrip: Yuniar Indra Yahya