KH. Agus Maulana saat menjadi khotib jumat di masjid Tebuireng

 

Khutbah Jumat oleh : KH. Agus Maulana

اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَسْلِيمًا كَثِيْرًا

اتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ  فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِیَعۡبُدُونِ

لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ فِیۤ أَحۡسَنِ تَقۡوِیمࣲ

Hadirin sidang Jum’at Rahimakumullah

Pada kesempatan yang berbahagia ini Allah kasih maunah dan inayah kepada kita semua, sehingga kita mampu memanfaatkan waktu yang sangat strategis ini untuk terus menghamba dan menyembah kepada Allah. Kehadiran jamaah di tengah-tengah masjid adalah bagian dari bentuk ketawaduan dan ketaatan seorang hamba kepada Sang Khalik.

Mudah-mudahan kehadiran kita di rumah Allah yang penuh keberkahan ini Allah berikan kepada kita dalam kehidupan ini. Lalu kedatangan kita di masjid tidak hanya duduk, namun lebih dari itu kita semakin meningkatkan kualitas takwa kita kepada Allah SWT. Bentuk takwa yaitu menjalankan semua yang Allah perintahkan dan menjauhi segala larangan, termasuk yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Seorang khatib berkewajiban untuk selalu mengingatkan kepada semua jamaah untuk terus dan selalu meningkatkan ketakwaan. Karena ketakwaan dan keimanan bagaikan kepingan koin yang punya dua wajah tak terpisahkan. Karena buah dari pada keimanan itu sendiri adalah pengetahuan dan pendidikan agar kita semakin dekat kepada Allah.

Allah berfirman dalam Surah Al-Tin;

لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ فِیۤ أَحۡسَنِ تَقۡوِیمࣲ

“Sungguh benar-benar Kami jadikan manusia dalam bentuk yang paling bagus.”

ثُمَّ رَدَدۡنَـٰهُ أَسۡفَلَ سَـٰفِلِینَ

“Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.”

إِلَّا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ فَلَهُمۡ أَجۡرٌ غَیۡرُ مَمۡنُونࣲ

“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya.”

Maka dari itu, kita harus meningkatkan kualitas diri kita sebagai seorang makhluk. Pertama, memperbanyak ibadah kepada Allah. Hal ini tidak hanya melulu shalat wajib atau sunnah, zikir, atau lain sebagainya, tapi lebih dari itu perbuatan yang sekadar memiliki nilai kebaikan. Maksudnya adalah nilai keikhlasan. Jika amal atau perbuatan dilakukan dengan ikhlas semata-mata tertuju kepada Allah kemudian perbuatan itu dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Kadang orang melakukan perbuatan baik tetapi caranya salah, sehingga tidak mengarah kepada Allah. Sebab pilar utama dan paling akhir adalah ridha Allah SWT. Jika melakukan ibadah apa pun bentuknya jangan dikaitkan dengan keduniaan. Orang ingin berangkat ibadah haji, harapannya pulang haji akan kaya. Orang kuat zikir berjam-jam agar dagangannya laris. Orang ibadah shalat Tahajud dengan tujuan agar jabatannya semakin tinggi. Seorang ulama berkata:

لَا تَعْبُدُ اللهَ لِيُعْطِيَ وَلَكِنْ اعْبُدُ اللهَ لِيَرْضَيَ

“Jangan sekali-kali kalian beribadah kepada Allah, akan tetapi sembahlah Allah untuk mencari ridha-Nya.”

Kita hadir di masjid untuk shalat Jumat semata-mata hanya untuk ridha-Nya. Orang kalau berangkat haji agar pulang bisa menjadi kaya raya, akhirnya kaya itu lah hasil jerih payahnya. Kalau dia shalat Tahajud di malam hari agar mendapat kedudukan jabatan yang tinggi, jabatan itulah target dari pada shalat Tahajud. Jangan lah ibadah kepada Allah dikaitkan dengan keduniaan. Karena secara otomatis yang dekat dengan Allah, pasti Allah akan memenuhi dan mencukupi hajat-hajatnya. Jikalau kita sudah mendapat ridha Allah, maka kita akat dikejutkan dengan segala pemberian-Nya. Sebagaimana pepatah masyhur di kalangan ulama;

فَإنْ رَضِيَ أَدْهَشَكَ بِعَطَائِهِ

“Jika Allah ridha, maka kamu dikejutkan dengan pemberian-Nya.”

Kedua, agar manusia tidak hina di hadapan Allah, maka kita harus menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi ini. Sebagaimana dalam surah Al-Baqarah ayat 30. Menjadi khalifah tidak hanya sekedar menempati bumi, tetapi Allah juga menyampaikan pesan kepada nabi Dawud a.s.;

یَـٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلۡنَـٰكَ خَلِیفَةࣰ فِی ٱلۡأَرۡضِ فَٱحۡكُم بَیۡنَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ ٱلۡهَوَىٰ فَیُضِلَّكَ عَن سَبِیلِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱلَّذِینَ یَضِلُّونَ عَن سَبِیلِ ٱللَّهِ لَهُمۡ عَذَابࣱ شَدِیدُۢ بِمَا نَسُوا۟ یَوۡمَ ٱلۡحِسَابِ

(Allah berfirman): “Wahai Daud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”

Ketika mendapatkan amanah khalifah, maka tidak lain fungsinya yakni menegakkan kebenaran, keadilan. Hanya dengan keadilan itu lah diri kita bisa dikatakan sebagai khalifah. Terkadang ada orang bertetangga dengan warga non-muslim, ia selalu makan enak, sementara tetangga non-muslim itu kelaparan, ini tindakan dosa. Keadilan ini salah satunya yakni melihat sesama makhluk manusia dengan kasih sayang. Allah memberi kasih sayang kepada semua makhluk di muka bumi ini tanpa melihat agama, suku, dan ras.

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّ ٰ⁠مِینَ لِلَّهِ شُهَدَاۤءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَلَا یَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَـَٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰۤ أَلَّا تَعۡدِلُوا۟ۚ ٱعۡدِلُوا۟ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِیرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.

Takwa tidak hanya diukur dengan puasa bertahun-tahun atau duduk zikir berjam-jam, melainkan termasuk nilai-nilai sifat keadilan. Kalau tidak dapat adil, maka hilanglah keimanan. Sebab Allah menggelari orang adil itu dengan alladzina amanu (orang-orang adil).

Hadirin sidang Jum’at Rahimakumullah

Marilah kita berlatih untuk selalu melakukan keadilan pada diri kita, kepada yang lain sebab hidup kita tidak sendiri. Setelah Idul Adha kita akan diingatkan dengan infaq dan sedekah. Ketika daging-daging itu dikunyah dan ditelan oleh yang bersangkutan, maka pahala itu tertuju kepada orang yang berkurban. Sebab berkurban itu memiliki kualitas ibadah sosial. Berkurban itu tidak harus menunggu kaya, selagi mampu alirkan darah sebagai syiar Syariat nabi Ibrahim.

Ketiga, membangun peradaban. Peradaban dibangun nilai-nilai agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis. Jika manusia membangun diri dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadis, maka tidak akan direndahkan oleh dirinya sendiri maupun oleh lingkungan dan masyarakat. Kemudian mengolaborasikan antara akal dan hati agar terus dapat menuntun jalan kehidupan ini sesuai dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadis. Terakhir menjaga harta benda kita agar selalu halal. Termasuk juga menjaga keturunan yang jelas di tengah zaman perzinahan yang semakin marak.

Semoga yang hadir di Jumat ini Allah berikan keselamatan kepada kita dan keluarga kita.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ,

وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ,

وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ



Ditranskrip oleh: Yuniar Indra Yahya
Editor: Rara Zarary