Sumber foto: muslim.or

Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air suci mensucikan digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih dan suci. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis, atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum.

Dalam melakukan tayamum, seseorang harus juga memperhatikan adab. Al Ghazali juga menjelaskan tentang adab tayamum dalam kitabnya Bidayat al Hidayah. Lebih lanjut Imam Al Ghazali menyampaikan, “Apabila seseorang itu tidak mampu atau tidak kuasa menggunakan air disebabkan karena memang tidak ada air, atau ada air tapi sebab udzur karena sakit atau sebab karena ada sesuatu yang menyebabkan ada penghalang lain, misalnya karena lebih mendahulukan hewan piaraan yang kehausan”.

Atau disebabkan karena ada luka di anggota badan seseorang. Maka dalam kondisi seperti demikian itu, maka silahkan bertayamum. Debu yang dipergunakan harus debu yang halus, suci, bersih, misalnya debu yang menempel di dinding rumah atau dinding pesawat dan sejenisnya.

Anggota badan yang di usap dalam bertayamum adalah wajah dan kedua tangan sampai siku sebagaimana dalam berwudu. Niat dalam Tayammum harus dengan tujuan listibahati fardli al shalati (untuk diperbolehkan mengerjakan shalat). Lalu mengusap wajah satu kali saja. Hendaknya tidak memaksa-maksa debu sekiranya sampai ke tempat tumbuhnya rambut baik yang tebal maupun rambut yang tidak tebal. Kalau punya cincin yang melekat dijari maka dilepas saja.

Majalah Tebuireng

Didalam hal fardlu seperti shalat fardlu maka hanya ada satu Tayamum, beda dalam hal sunah, maka boleh satu Tayamum untuk beberapa hal sunnah. (Lebih lebih lengkapnya, silahkan dibuka dan dibaca Kitab Bidayah al Hidayah karya Imam Al Ghazali bab adab al Tayammum).

Islam itu agama yang toleran. Dalam hal tayammum ini saja seseorang diperkenankan bahkan dianjurkan lebih mendahulukan memberikan minum kepada hewan peliharaan seperti sapi, kambing, dan lain-lain dari pada, misalnya, dibuat bersesuci seperti wudu maupun mandi.

Ini bukti bahwa agama ini tidak saklek, kaku, dan tidak egois. Agama Islam memberikan ruang gerak yang luas dan fleksibel ketika ada dua pilihan yang sama-sama berada di hadapan seseorang. Seperti contoh diatas ini.

Hukum bertayammum dan sekaligus Adab nya adalah bukti bahwa Islam adalah agama yang sangat toleran. Ada air pun masih diperbolehkan bertayamum, karena sebab sakit atau alasan darurat lainnya, apalagi tidak ada air. Begitu lah agama ini, tidak hanya mengajarkan hitam putih saja dalam persoalan hukum.

Sebaliknya, Islam juga mengedepankan adabiyah atau tata krama yang terkadang lepas dari hitam-putih, tetapi persoalan pantas dan tidak pantas, mana yang harus dikedepankan dan didahulukan, seperti dalam hal memberikan minum hewan peliharaan ketika dalam kondisi sama-sama darurat. Inilah hikmah yang bisa kita ambil dari perihal tayamum ini. Semoga bermanfaat.


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.


MENJADI MANUSIA SESUNGGUHNYA, “Kajian Tasawwuf & Adab”, menurut Imam Al Ghazali.