ilustrasi hijab lilit leher

Dalam agama Islam laki-laki dan wanita mempunyai batasan aurat masing-masing. Aurat laki-laki berbeda dengan aurat perempuan, begitupula sebaliknya. Seiring berjalannya waktu, hijab menjadi fashion tersendiri bagi masyarakat. Model berhijab pada zaman sekarang banyak ragamnya. Seperti model hijab syar’i dan model hijab lilit yang sekarang menjadi trend di masyarakat.

Akhir-akhir ini dunia media sosial terutama tiktok dihebohkan dengan hijab lilit leher. Ada yang mengatakan bahwa hijab lilit leher tidak diperbolehkan, ada yang mengatakan bahwa model jilbab lilit leher tidak syar’i dan masih banyak komentar-komentar negatif lainnya. Yang menjadi topik pembahasannya adalah apakah hijab lilit leher diperbolehkan dalam agama Islam?

Dalam postingan akun Instagram-nya, Lora Muhammad Ismail Al Kholili menjelaskan tentang hijab lilit leher. Menurutnya hijab lilit leher menjadi trending topik di media sosial, bahkan menjadi perbincangan banyak orang.

“Menurut banyak orang jilbab lilit leher bukan cara berjilbab yang diajarkan oleh agama Islam karena tidak menutupi area dada. Banyak yang menghujat sebagian Ning (Putri Kiai) karena dinilai mencontohkan cara berhijab yang tidak sesuai dengan ajaran Al-Qur’an,” ucapnya.

Lora Ismail menjelaskan bahwa hijab merupakan penutup aurat, dalam hal ini para ulama sepakat bahwa bagi wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat yang tidak boleh ditampakkan. Sebagian ulama dan madzhab Hanafi menambahkan kaki juga termasuk bagian yang tidak boleh terlihat.

Majalah Tebuireng

Agama Islam tidak pernah menentukan cara dan gaya khusus dalam berhijab. Ada 3 syarat berhijab menurut Syaikh Ali Jum’ah.

والحجاب المقصود هو الثوب الذي يستر عورة المرأة بشرط الا يكون قصيرا، فيظهر شيئا من عورتها، ولا يكون رقيقا فيكشف شيئا من لون جلدها، ولا يكون ضيقا، فيصف حجم عورتها تفصيلا

“Tidak pendek sehingga ada kulit auratnya yang masih terlihat, tidak tipis sehingga warna kulitnya transparan, tidak ketat sehingga bisa menunjukkan bentuk auratnya.” Terang cicit Syaikhona Kholil Bangkalan.

Beliau mengatakan bahwa, jika seperti itu dari mana datangnya hijab syar’i dan pengharusan hijab turun ke bawah dada bahkan ada yang mewajibkan ke area jauh ke bawah?

Pemahaman itu sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 31 yang berbunyi:

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ

Artinya: “Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.”

Menurut Ibnu Katsir ayat tersebut turun karena busana muslimah tidak sama dengan busana wanita jahiliyah, yang mana ketika mereka jalan di hadapan laki-laki dada mereka tidak tertutup dengan sesuatu apapun. Mereka juga memperlihatkan leher dan daun telinga mereka. Allah kemudian menyuruh mu’minah untuk tidak mencontoh mereka dalam hal itu dengan menutupi dada dan menjulurkan hijab.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Islam tidak menuntut gaya berhijab perempuan, namun Islam mengajarkan cara berhijab yang sesuai dengan syariat.

Lora Ismail menyimpulkan bahwa, “Menjulurkan hijab adalah perintah Allah untuk mereka yang aurat bagian dadanya terlihat dan tidak tertutupi, bukan kepada mereka yang auratnya sudah tertutupi dengan pakaian sopan dan rapi. Jadi, salah kaprah jika dengan dalil ayat itu ada yang mencurigai atau bahkan menghujat seorang muslimah yang baik dan tata beragama, yang sudah menutup rapat bagian dadanya. Hal itu tidak menafikan jika hijab yang terjulur panjang memang terlihat lebih aman, sopan dan lebih membatasi potensi fitnah karena lebih menutupi dari mata nakal para lelaki.”

“Silahkan berpakaian dengan cara yang menurutmu paling mendekati wanita agung nan mulia, seperti Sayyidah Fatimah. Akan tetapi jika dengan itu kamu mencurigai, menghujat bahkan menghakimi muslimah lain yang sudah berpakaian tertutup dan memenuhi syarat hanya karena ia tidak sesuai dengan pendapat dan selera berpakaianmu, maka hijabmu boleh islami, tapi hatimu jelas tidak syar’i sama sekali,” pungkas beliau.

Baca Juga: Hijab Bagi Wanita, Wajib kah?

Ditulis oleh Almara Sukma, alumnus Ma’had Aly Hasyim Asy’ari