Oleh: Anisa Faikatul Jannah*

Keikhlasan dalam beramal adalah jembatan menuju keselamatan dan kesuksesan. Manusia yang memiliki jiwa keikhlasan akan terbebas dari seluruh belenggu hawa nafsu dan akan sampai ke tahap penghambaan murni. Keikhlasan akan memberikan keindahan, pujian, dan penghargaan kepada seseorang. Contoh terbaik dalam hal ini dapat ditemukan pada pribadi agung Fatimah Az-Zahra.

Seseorang pernah bertanya kepada Imam Mahdi, “Siapakah di antara putri-putri Nabi yang lebih utama dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi?”

Beliau menjawab, “Fatimah.”

Majalah Tebuireng

Dia bertanya lagi, “Bagaimana Anda menyebut Fatimah sebagai yang lebih utama padahal beliau hanya hidup singkat dan tidak lama bersama Nabi?”

Beliau menjawab, “Allah memberikan keutamaan dan kemuliaan ini kepada Fatimah karena keikhlasan dan pujiannya.”

Sayyidah Fatimah dalam munajatnya sering mengungkapkan kata-kata demikian, “Ya Allah, berilah aku keikhlasan. Aku ingin tetap tunduk dan menghamba kepada-Mu di kala senang dan susah. Saat kemiskinan mengusikku atau kekayaan datang kepadaku, aku tetap berharap kepada-Mu. Hanya dari-Mu aku memohon kenikmatan tak berujung dan kelapangan pandangan yang tak berakhir dengan kegelapan. Ya Allah, hiasilah aku dengan iman dan masukkanlah aku ke dalam golongan mereka yang mendapatkan petunjuk.”

Kecintaan Fatimah kepada Allah disebut oleh Rasulullah sebagai buah dari keberhasilannya yang tulus. Beliau mengatakan, “Keimanan Allah telah merasuk kepada qalbu Fatimah sedemikian dalam, sehingga tenggelam dalam ibadah dan melupakan segalanya.” Manusia yang mengenal Tuhannya akan berperilaku dan tutur dengan akhlak yang terpuji. Asma’, salah seorang wanita yang dekat dengan Fatimah mengatakan, “Aku tidak pernah melihat siapa pun wanita yang lebih santun dari Fatimah. Fatimah belajar kesantunan dari Dzat yang Maha Benar.

Kasih sayang dan kelemah-lembutan Fatimah diakui oleh semua orang yang hidup satu zaman dengannya. Dalam sejarah disebutkan bahwa kaum fakir miskin dan mereka yang memiliki hajat akan datang ke rumah Fatimah ketika semua telah tertutup. Fatimah tidak pernah menolak permintaan mereka, padahal tempatnya sendiri serba berkekurangan.

Poin penting yang dapat menjadi inspirasi dari kehidupan dan kepribadian penghulu wanita sejagat ini adalah sikap tanggap dan peduli yang ditunjukkan beliau terhadap masalah rumah tangga, pendidikan dan masalah sosial. Banyak yang berprasangka bahwa penghambaan yang tulus kepada Allah akan menahan orang untuk berkecimpung dalam urusan dunia. Kehidupan Fatimah Az-Zahra mengajarkan kepada semua orang akan hal yang berbeda menurut anggapan itu. Dunia di mata beliau adalah tempat kehidupan, meski demikian hal itu tidak berarti harus dikesampingkan. Beliau menegaskan bahwa dunia laksana anak tangga untuk menuju ke puncak kesempurnaan, dengan syarat hati tidak akan tertawa oleh tipuannya. Fatimah berkata, “Ya Allah, perbaikilah duniaku mengandalkan kehidupanku. Perbaikilah kondisi akhiratku, karena ke sanalah aku akan kembali.


*Mahasiswi Universitas Hasyim Asy’ari