Oleh: Ustadz Muhammad Idris dan Ustadzah Nailia Maghfiroh

Dalam Islam, persaudaraan merupakan salah satu hal yang sangat dijunjung tinggi. Setiap muslim diperintahkan untuk menjalin persaudaraan yang baik dengan saudara sesamanya. Bahkan Rosulullah SAW memerintahkan setiap muslim untuk memperlakukan saudaranya sebagaimana dia memperlakukan dirinya sendiri.

Dalam suatu hadis, Rasulullah bersabda bahwa seorang muslim memiliki beberapa hak yang harus dipenuhi oleh saudara muslimnya yang lain, berikut ini hadisnya;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ» قِيلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ؟، قَالَ: «إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَسَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ»

Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hak muslim kepada muslim yang lain ada enam.” Beliau bersabda, “(1) Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam kepadanya; (2) Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya; (3) Apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasihat kepadanya; (4) Apabila dia bersin lalu dia memuji Allah (mengucapkan ‘alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan ‘yarhamukallah’); (5) Apabila dia sakit, jenguklah dia; dan (6) Apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya (sampai ke pemakaman).” (HR Muslim).

Majalah Tebuireng

Berdasarkan hadis di atas dapat ditarik pemahaman bahwa ada beberapa hak yang menjadi miliki setiap orang yang berpredikat muslim, dan hak tersebut harus dipenuhi oleh muslim lainnya, dan di antara hak-hak tersebut dipenuhi ketika seorang muslim telah meninggal, yaitu mengiringi jenazahnya.

Mengiringi jenazah di sini kemudian di-tafshil oleh beberapa hadis Rasulullah yang menjelaskan tentang adab/tatacara merawat jenazah, yang meliputi memandikan, mengkafani, mensholati dan mengubur.

Lantas yang menjadi pertanyaan, sejak kapankah hak untuk dirawat itu melekat pada diri seseorang? Semenjak dia lahir atau semenjak ruh itu ditiupkan?

Pertanyaan ini telah dijawab oleh Syekh Abu Bakar al Hishni dalam kitab karangannya Kifayatu al Akhyar, berikut ini:

كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار (ص:160

وَاثْنَانِ لَا يغسلان وَلَا يصلى عَلَيْهِمَا الشَّهِيد فِي معركة الْكفَّار والسقط الَّذِي لم يستهل) وَيصلى عَلَيْهِ إِن اختلج  – الى أن قال – وَأما السقط حالتان، الأولى أَن يستهل أَي يرفع صَوته بالبكاء أَو لم يستهل وَلَكِن شرب اللَّبن أَو نظر أَو تحرّك حَرَكَة كَبِيرَة تدل على الْحَيَاة ثمَّ مَاتَ فَإِنَّهُ يغسل وَيصلى عَلَيْهِ بِلَا خلاف لأَنا تَيَقنا حَيَاته وَفِي الحَدِيث (إِذا اسْتهلّ الصَّبِي ورث وَصلى عَلَيْهِ) قَالَ ابْن الْمُنْذر إِن الْإِجْمَاع مُنْعَقد على الصَّلَاة على مثل هَذَا وعَلى تغسيله وَفِي دَعْوَى الْإِجْمَاع شَيْء بِالنِّسْبَةِ إِلَى الصَّلَاة. الْحَالة الثَّانِيَة أَن لَا يتَيَقَّن حَيَاته بِأَن لَا يستهل وَلَا ينظر وَلَا يمتص وَنَحْوه فَينْظر إِن عرى عَن أَمارَة الْحَيَاة كالاختلاج وَنَحْوه فَينْظر أَيْضا إِن لم يبلغ حدا ينْفخ فِيهِ الرّوح وَهُوَ أَرْبَعَة أشهر فَصَاعِدا لم يصل عَلَيْهِ بِلَا خلاف فِي الرَّوْضَة وَلَا يغسل على الْمَذْهَب لِأَن الْغسْل أخف من الصَّلَاة وَلِهَذَا يغسل الذِّمِّيّ وَلَا يصلى عَلَيْهِ وَإِن بلغ أَرْبَعَة أشهر فَقَوْلَانِ الْأَظْهر أَنه أَيْضا لَا يصلى عَلَيْهِ لَكِن يغسل على الْمَذْهَب وَأما إِذا اختلج أَو تحرّك فيصلى عَلَيْهِ على الْأَظْهر وَيغسل على الْمَذْهَب وَاعْلَم أَن مَا لم تظهر فِيهِ خلقَة آدَمِيّ يَكْفِي فِيهِ المواراة كَيفَ كَانَ وَبعد ظُهُور خلقَة الْآدَمِيّ حكم التَّكْفِين حكم الْغسْل وَالله أعلم قَالَ.

Terjemah: Dua orang yang tidak dimandikan dan tidak disholati ketika sudah meninggal, yaitu orang mati syahid dalam memerangi orang-orang kafir, dan bayi yang belum menjerit. Dalam permasalahan ini bayi terbagi menjadi dua keadaan: pertama, bayi itu sudah menjerit dengan menangis, atau belum menjerit, namun sudah minum air susu, atau bergerak dengan gerakan yang besar, yang menunjukkan kehidupannya, bila kemudian mati, maka bayi tersebut dimandikan dan disholati, dengan tanpa ada khilaf.

Kedua, tidak diyakini kehidupannya, dengan gambaran dia tidak menjerit dan selainnya, maka di tafshil, jika tidak ada tanda-tanda kehidupan, seperti bergetar dan selainnya, maka ditafshil juga, apabila tidak mencapai batasan ditiupkannya ruh, yaitu pada umur 4 bulan ke atas, maka bayi tersebut tidak disholati dengan tanpa ada khilaf dan tidak dimandikan menurut satu madzhab, dan jika bayi itu mencapai umur 4 bulan, maka terdapat dua qoul, menurut qoul al-adzhar bahwa bayi itu tidak disholati, tapi dimandikan menurut satu madzhab, sedangkan jika bayi itu bergetar atau bergerak, maka menurut qoul adzhar disholati dan di mandikan menurut satu madzhab.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa batas minimal munculnya hak suatu jenazah untuk dirawat adalah  jika sudah mencapai usia minimal 4 bulan dan menunjukkan adanya gerakan/getaran, maka harus dimandikan dan disholati ketika meninggal dunia. Wallahu A’lam.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari