Awalnya Benci Matematika, Sekarang Malah Jatuh Cinta

tebuireng.online– Menjadi santri memang wajib menempa diri untuk mempelajari ilmu-ilmu agama. Namun, santri tak harus melulu belajar agama, melainkan juga mengasah kemampuan dan potensi yang dimiliki di berbagai disiplin ilmu. Sinergi Muharram, santri kelas III Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah (MASS) Tebuireng ini mungkin bisa menjadi contoh yang tepat. Selain sibuk mengkaji kitab di pondok dan sekolah, santri kelahiran Jakarta 1 Mei 1999 itu juga menggeluti bidang Sains, khususnya matematika hingga dapat mengantarkannya meraih medali merit dalam ajang Singapure International Mathematic Contest bulan Juli lalu. Berikut adalah wawancara wartawan Tebuireng Online M. Abror Rosyidin kepada Sinergi Muharram:

Apa sih Singapure International Mathematik Contest itu?

Singapure International Mathematic Contest adalah semacam olimpiade matematika yang diadakan oleh Klinik Pendidikan MIPA (KPM)  dan bekerja sama dengan pemerintah Singapura. Tahun ini diikuti oleh 11 Negara, yaitu: Indonesia, China, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Filiphina, Korea Selatan, Thailand, Iran, Singapora dan Vietnam. Ada tingkat kelas 3-6 SD, kelas 1-3 tingkat SMP, dan kelas 1-2 tingkat SMA. Ajang ini hanya melombakan bidang matematika saja.

Bagaimana prosesnya, sehingga Sinergi Muharram sampai bisa mewakili MASS Tebuireng atau lebih umumnya mewakili Tebuireng?

Majalah Tebuireng

Awalnya saya mengikuti tes seleksi pertama di MASS Tebuireng, kemudian tes kedua juga dilakukan di sekolah MASS Tebuireng, kemudian saya masuk semi final yang dilaksanakan di Unhasy. Setelah itu mendapat kabar bahwa saya masuk daftar semifinalis dan melanjutkan perjuangan ke seleksi nasional di IPB Bogor. Setelah satu minggu seleksi di Bogor saya lulus, dan mendapatkan pengumuman bahwa perlombaaan masih berlanjut di Thailand dan Singapura. Ketika itu diminta untuk memilih Singapura atau Thailand, dari pihak sekolah menyarankan untuk ke Singapura saja, karena saya memilih IMC-nya.

Kontingen Indonesia di International Mathematic Contest di Singapura Juli lalu

Apa perbedaan kompetisi yang digelar di Singapura dan Thailand ?

Sama saja, sama sama melombakan matematika dan sama orangnya, tetapi untuk tingkat kesulitannya lebih tinggi yang diadakan di Singapura. Penyelenggaranya juga sama.

Apa keduanya diselanggarakan bersama?

Tidak, di Thahiland diselenggarakan pada tanggal 26-29 Juli 2016, sedangkan tanggal 29 Juli sampai 1 Agustus 2016 di Singapura.

Bagaimana persiapan menuju Singapura?

Sebelum berangkat ke Singapura, pertama saya dua hari di Surabaya tanggal 16-17 Juli, tepatnya setelah halal bi halal. Lalu tanggal 22-28 kita ke Bogor mengikuti bimbingan di Bumi Cikeas Bogor. Tanggal 29 dini hari sekitar jam 3 kita ke Bandara Sukarno Hatta, jam 08.10 kita berangkat ke Singapura. Sampai di sana kira-kira pukul 10 malam. Sebenarnya mepet, karena Jumat kita datang, besoknya, hari Sabtu perlombaan dimulai.

Apa kendala yang terjadi saat mengerjakan soal olimpiade matematika?

Yang menjadi kendala adalah rumus dan dasarnya karena dalam menegerjakan Matematika kita harus tau rumus dan dasarnya. Salam olimpiade ini ada 18 soal yang terdiri atas 8 pilihan ganda, 8 esay, dan 2 uraian yang semuanya menggunakan Bahasa Inggris.

Menurut Sinergi saingan paling berat dalam olimpiade ini peserta dari mana?

Saingan paling berat menurut saya adalah Philipina, karena dari great yang ada Negara utara Sulawesi itu paling banyak mendapatkan medali emas sekitar 10-12 medali emas. Sedangkan Indonesia berada sedikit di bawahnya dengan mendapatkan sekitar 9 medali emas.

Apa yang memotifasi Sinergi Muharram untuk jatuh hati pada sains terutama matematika?

Sebenarnya saya tidak tertarik pada pada Matematika. Namun Bapak saya pernah bilang, “Apapun jalannya harus kamu tempuh, apapun yang kamu tidak suka lakukanlah aja!”. Jadi setiap ada perlombaan, saya mencoba mengikuti dalam bidang sains entah kimia, fisika, biologi, maupun matimatika. Sebenarya saya lebih suka pelajaran biologi, tapi di beberapa perlombaan saya berhasil dalam pelajaran matematika, padahal saya lebih suka biologi. Sampai akhirnya Bapak saya meminta saya istikharah. Setalah istikharah, kemudian  bapak saya tanya lagi apakah saya yakin memilih matimatika, lalu saya jawab saya yakin. Sampai pada saat saya mendapatkan kabar masuk di semi final, Bapak saya bilang mungkin yang terbaik buat saya adalah matematika. Bahkan Bapak tidak mau ambil pusing soal biaya.

Pada saat itu ada 3 anak yang lulus semi final bersama saya. Yang pertama Sandi romadhoni, yang kedua Qurrotul Uyun, dan yang ketiga saya Sinergi Muharram. Dari situ kita diberi tahu oleh salah satu guru sekolah bahwasanya siapa yang sanggup ke Singapura dengan biaya sendiri. Tak lama setelah itu teman saya, Sandi Romadhoni memilih mengundurkan diri. Jadi tinggal saya dan Qurrotu Uyun. Qurotul uyun ini awalnya sanggup namun setelah orang tuanya  mengetahui biaya ke Singapura cukup banyak yaitu 30 juta, akhirnya ia pun diminta orang tuanya untuk mengundurkan diri. Tinggal saya yang tersisa. Dengan semangat dan motivasi Pak Subhan, guru matematika saya di MASS saya akhirnya maju. Beliau berkata, “Saya akan bantu kamu mendalami pelajaran matematika dan Bahasa Inggrisnya untuk urusan nanti kamu menang atau tidak yang penting kamu maju dulu”.

Saya masih ragu karena dasar saya bukan ada di matematika. Lalu kata Pak Subhan ini adalah jalan yang diberikan Allah yang dijalani dulu. Lalu pihak sekolah dan Pak Subhan sms orang tua saya bahwa pondok membantu biaya 12 juta, sisanya biaya orang tua. Sampai dirumah, orang tua saya bilang, “Kamu nggak boleh mundur. Gus Sholah dan pondok sudah percaya kamu bisa, kalo kamu mundur berarti kamu malu-maluin orang tua”. Akhirnya keyakinan saya semakin mantab. Pada saat itu uang yang 12 juta sudah dikirim ke Bogor. Bagaimana mungkin saya menggagakalkan? Awalnya ragu, jadi mau tidak mau saya harus tetap maju. Bismillah saja.

Wakil Pengasuh KH. Abdul Hakim Mahfudz memberikan penghargaan kepada peraih medali Merit Sinergi Muharram (kiri) dan medali emas Himmayatussorofil Maulida (kanan) saat upacara HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus 2016 di lapangan Unhasy

Apa saja bentuk dukungan dari sekolah dan pondok?

Yang pertama saya diberi motivasi, kemudian bahan metodologi belajar, dan doa. Tradisi doa bersama di sekolah  memang sudah sering dilakukan setiap ada yang lomba. Jum’at dini hari sekitar jam 3 saya berangkat dari Surabaya. Salah satu guru MASS menelpon orang tua bilang kalau mereka, guru dan para santri lagi di masjid sedang mendoakan saya. Betul-betul saya semakin mantab saja, karena begitu besar dukungan dan doa dari guru dan teman-teman.

Setelah itu, pada Sabtu saya sudah di Singapura, lomba sudah mulai, kepala sekolah memberi tahu saya bahwa di sekolah mengadakan do’a bersama untuk saya. Dan sampai saya mengerjakan soal hati saya, pikiran saya, dan tangan saya itu tidak sama, saya nulis jawaban itu beda dengan apa yang saya fikirkan, saya merasa bingung apa ini sebab doa tadi dan saya memilih untuk mengerjakan yang saya bisa terlebih dahulu.

Berapa durasi waktu yang diberikan untuk mengerjakan soal-soal matematika tersebut?

Durasi yang diberikan adalah 2 jam dan saya menyelesaikan soal saya selama 1 jam 40 menit. Besoknya langsung diumumkan siapa saja yang mendapatkan medali. Yang pertama dipanggil itu anak Jakarta dan yang kedua adalah Himayatussorofil Maulida dari SMA Trensains Tebuireng 2, karena mendapatkan medali emas. Dan yang dipanggil oleh panitia adalah yang mendapatkan medali emas saja, yang mendapatkan perak, perunggu, dan merit, diberikan di tempat lain. Pada saat itu saya diberikan medali merit di kamar hotel  oleh panitia dari Indonesia dan mengatakan untuk segala dokumennya nanti akan dikirimkan dari Bogor.

Dari keberhasilan Indonesia dalam olimpiade ini apakah ada media yang meliput?

Ada. Kita datang dari Singapura ada sambutan di Bandara Soekarno-Hatta dan diliput oleh beberapa stasiun televisi swasta, ada beberapa juga yang dari media cetak. Beberapa peraih medali ada yang masuk tv, kalau tidak salah acara Hitam Putih, ada yang masuk Koran, media online atau hanya santer beredar di media sosial, termasuk saya ini. Tapi memang tidak seheboh olimpiade olahraga.

Lalu bagaimanakah sambutan dari keluarga, masyarakat dan Pesantren Tebuireng?

Sesampainya di Indonesia kami bermalam di Jakarta satu hari, dan besoknya ke Surabaya. Di sana kami ditelpon untuk langsung ke Jombang. Sesampainya di pondok kami disambut oleh Sekretaris Pesantren, Gus Ghofar dan beberapa pimpinan yayasan dan pondok. Kemudian diminta turun ke nDalem Kesepuhan oleh Pengasuh, KH Salahuddin Wahid. Di nDalem saya dan Himmyatussorofil Maulida mendapatkan ucapan terimakasih  dari pengasuh karena telah mengharumkan nama Indonesia dan Tebuireng tentunya. Beliau berpesan agar kami, walaupun mendapatkan emas dan merit tidak cepat puas, sebaliknya malah menjadi motivasi untuk terus belajar.

Selain sains sendiri apasih hobi Sinergi?

Selain sains hobi saya adalah basket dan ber-organisasi. Saya juga aktif di ORDA dan OSIS.

Pesan untuk teman teman agar bisa mengikuti jejak Sinergi?

Banyak orang, ketika ia mengetahui metematika saja, ia sudah bilang tidak bisa. Sampai kapanpun akan tetap tidak bisa. Saya ingat wejangan Almarhum KH Ishaq Latif bahwa ketika kita bilang tidak bisa maka yang akan terjadi juga tidak bisa. Oleh sebeb itu anggap saja kita bisa matematika atau bidang yang menjadi kelemahan kita, maka tidak ada yang tidak mungkin, kita akan bisa.

(Red: Abror/Nazha)

*Profil Himmayatussorofil Maulida, santri putri SMA Trensains Tebuireng 2 yang mendapatkan medali emas di ajang sama akan dimuat di Majalah Tebuireng edisi 46 (September-Oktober)