Oleh: Anisa Faiqotul Jannah*

Kertas putih di mejaku masih belum tergores tinta ideku benar-benar buntu saat itu, entah kata apa yang harus aku tulis. Sejenak aku meninggalkan meja belajarku lalu beranjak untuk menikmati sapaan senja yang indah di balkon rumahku.

Pada saat kakiku melangkah keluar, mataku langsung tertuju di sisi yang mana banyak orang-orang berkerumun seperti sedang menyaksikan sesuatu. Rasa penasaran membawaku menghampiri gerombolan tersebut. Seorang kakek sedang mempertontonkan keahliannya dalam melukis yang ia buat menggunakan kaki. Yaa kaki! Pantas saja mengundang banyak perhatian orang. Setelah gambar itu selesai kakek pelukis itu mulai berpresentasi terhadap apa yang sudah ia lukis.

Kakek tersebut mendekati Imel (tetangga rumahku) dan bertanya “Apakah kamu melihat gambar ini dengan jelas?” tanyanya sambil menunjukkan hasil lukisannya tersebut. Lalu gadis itu menjawab ,“Hanya coretan garis dan seorang perempuan yang berdiri di ujungnya”.

Majalah Tebuireng

Kakek pelukis pun mundur beberapa langkah dan kembali bertanya kepada Imel, “Apakah kamu sudah bisa melihat gambar apa ini?”

“Tentu. Itu adalah lukisan seorang gadis yang berada di ujung jalan”.

“Seperti itulah cara kamu ingin melihat mimpi. Kamu melihat mimpi terlalu dekat jadinya malah buta dan tidak dapat melihatnya dengan jelas. Cobalah sebentar untuk mengarahkan pandangan ke tempat lain dan memberikan jarak kepada mimpimu, maka kamu akan tetap fokus.”

Kakek pelukis itu mengakhiri presentasi karyanya dan diberikan tepuk tangan yang riuh dari penonton. Tidak lupa juga beberapa orang menaruh yang di keranjang tompo yang ada di depannya.

Melihat pertunjukan tadi, aku dapat mengingat kembali mimpi dan ambisiku untuk menjadi seorang penulis. Mungkin, selama ini, aku melihat mimpiku terlalu dekat sehingga aku kesulitan menulis dan beberapa kali kehilangan arah. Sore itu aku kembali ke rumah dengan senyuman dan membawa semangat baru dengan kembali menata ambisiku yang bukan hanya sekedar ambisi yang tak tahu arah. Tapi jelas dan juga terarah. Dengan mengambil jarak, maka kita akan membuka diri untuk menerima nasehat dan saran dari orang lain tentang tujuan dan cita-cita kita. Sehingga akan menjadikan diri kita lebih bijaksana, bisa fokus kembali, dan tidak jenuh dengan ambisi yang tak terkendali.

Semangat, semoga bermanfaat.