Pelaksanaan praktik merawat jenazah, Selasa (14/8/2018) di aula Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. (Ahmadi)

Kematian adalah hal yang pasti akan dialami oleh semua manusia, hal ini juga telah digariskan dalam takdir manusia. Dalam agama Islam kematian disebut sebagai salah satu musibah yang berat. Tetapi sebagai orang muslim yang taat kita harus menyadari bahwa segala sesuatu ini milik Allah. Sehingga kita harus ikhlas jika apa yang telah menjadi miliknya diambil kembali.

Agama Islam merupakan agama yang sangat perhatian dengan segala hal yang akan dilalui oleh penganutnya. Misalnya dalam permasalahan kematian, sudah jamak diketahui bahwa dalam kitab fikih pasti ada muatan yang membahas tentang permasalahan jenazah. Salah satunya ialah penjelasan tentang kewajiban yang harus kita tunaikan terhadap jenazah.

Kewajiban Merawat Jenazah

Sebagaimana diketahui ada empat hal yang harus dilakukan oleh orang yang masih hidup pada orang yang telah meninggal (jenazah). Keempat hal ini ialah memandikan, mengafani, menyalati dan mengubur.

Namun kewajiban ini hanya berstatus fardhu kifayah. Dijelaskan dalam kitab Hasiyah Al-Baijuri bahwa fardu kifayah ialah suatu perintah yang ketika dilakukan oleh satu orang sudah cukup. Dalam artian, orang lain yang tidak melakukannya sudah gugur kewajibannya karena sudah terwakilkan oleh satu orang tadi.

Di antara empat kewajiban yang telah ada, kami akan fokus untuk membahas kewajiban memandikan mayit, akan tetapi dalam hal ini ada sebuah pengecualian. Yakni, ada dua jenazah yang tidak ada perintah untuk dimandikan.

Majalah Tebuireng

Dua Jenazah yang Tidak Dimandikan

Pertama, orang syahid yang meninggal dalam kecamuk medan perang. Hal ini bersifat umum, poin pentingnya orang ini tewas sebab perang melawan orang kafir. Sehingga di sini mencangkup beberapa permasalahan. Seperti ketika dalam keadaan perang berkecamuk orang tersebut malah terbunuh olah pasukan muslim sendiri atau dia terjatuh dari tunggangannya hingga tewas. Adapun korban peperangan melawan pemberontak itu tidak dianggap sebagai syahid.

Kedua, bayi keguguran yang tidak ada tanda-tanda akan hidup. Sehingga jika memang didalamnya terdapat tanda-tanda akan hidup. Maka jenazah bayi tersebut akan diperlakukan seperti jenzah pada umunya.

Cara Memandikan Jenazah

Setelah membahas tentang jenazah yang tidak ada kewajiban untuk dimandikan. Alangkah baiknya sekarang kita beranjak pada pembahasan tata cara memandikan jenazah. Adapun tata cara memandikan jenazah itu terbagi menjadi dua. Yang pertama dimandikan hanya sekedar untuk memenuhi kewajiban yang ada. Yang kedua ialah dimandikan dengan cara yang sempurna menurut syariat. Sehingga dikembalikan pada individu masing-masing mau menggunakan cara yang mana.

Dijelaskan dalam Kitab Minhaj At-Thalibin:

وَأَقَلُّ الْغُسْلِ تَعْمِيمُ بَدَنِهِ بَعْدَ إزَالَةِ النَّجَسِ

Batas minimal mandi ialah ketika air yang kita basuh sudah mengenai semua anggota tubuh jenazah, setelah kita hilangkan najis yang ada pada tubuhnya.”

Dalil di atas menunjukkan bahwa mandi dengan satu basuhan saja dikatakan cukup ketika air yang dibasuh telah mengenai seluruh anggota tubuh jenazah. Hal ini dikarenakan tujuan mandi ialah meratakan air pada semua anggota badan. Sehingga ketika hal ini sudah terpenuhi maka kewajiban yang ada pun otomatis sudah dipenuhi. Tetapi ketika ada najis ain di badan kita, hendaknya najis ain tersebut dihilangkan terlebih dahulu. Berbeda ketika terdapat najis hukmiyah, maka kita dicukupkan dengan sekali basuhan saja.

Memandikan Jenazah Secara Sempurna

Akan tetapi masyarakat Indonesia biasanya memilih metode mandi yang sempurna. Otomatis caranya agak sedikit panjang, karena masih memperhatikan beberapa aspek. Misalnya aspek kesunnahan. Dijelaskan dalam Kitab Minhaj At-Thalibin mengenai tata cara memandikan jenazah yang sempurna:

Pertama, jenazah diletakkan di tempat sepi dan ditaruh di tempat yang tinggi seperti papan. Hal ini bertujuan agar jenazah tidak terkena percikan air.

Kedua, hendaknya saat mandi aurat jenazah ditutupi oleh kain dan air yang digunakan ialah air dingin.

Ketiga, orang yang memandikan jenazah memposisikan jenazah duduk sedikit miring ke belakang dengan ditopang dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya mengurut bagian perut jenazah dengan penekanan agar apa yang di dalamnya keluar.

Keempat, bagi orang yang memandikan hendaknya membungkus tangan kirinya dengan kain atau sarung tangan untuk membasuh lubang depan dan belakang jenazah.

Kelima, orang yang memandikan jenazah memasukkan jari telunjuk tangan kiri yang telah dibasahi ke mulut jenazah. Untuk tata caranya dilakukan seperti bersiwak. Lalu menghilangkan kotoran yang ada pada lubang hidung menggunakan jari kelingking yang telah dibasahi. Setelah itu hendaknya orang yang memandikan mewudhuinya sebagaimana orang yang hidup.

Keenam, membasuh kepala jenazah dan janggutnya degan sabun atau sejenisnya dan menyisir rambut bila memiliki rambut. Untuk sisir yang digunakan hendaknya tidak memiliki gerigi yang sempit untuk meminimalisir rontoknya rambut jenazah. Sehingga nanti semisal ada rambut yang rontok maka harus dikembalikan lagi ke asalnya untuk ikut dikuburkan.

Ketujuh, membasuh anggota badan yang kiri terlebih dahulu kemudian anggota badan yang kanan. Perihal cara pembasuhannya dimulai dari bagian dekat wajah, kemudian bagian yang dekat tengkuk, hal ini masih dihitung satu basuhan. Basuhan sendiri ada kesunnahan untuk diulang sebanyak dua kali dan tiga kali. Untuk basuhan pertama disunnahkan untuk dicampur dengan sabun, lalu dibilas menggunakan air jernih. Alangkah baiknya dalam setiap basuhan disisipkan sedikit kapur.

Demikianlah penjelasan sederhana mengenai tata cara memandikan jenazah menurut syariat Islam. Semoga bermanfaat!

Baca Juga: Hukum Memandikan Jenazah Bayi

Ditulis oleh: Muhammad Salman al-Farisi, Mahasantri Mahad Aly An-Nur II Al-Murtadlo Malang.