sumber gambar: www.google.com

Oleh: Moh. Minahul Asna*

Allah telah menetapkan tujuan dan juga jalan untuk mencapai tujuan tersebut. Bagi tujuan yang telah Allah tetapkan, baik itu berupa kebahagiaan (السعادة) ataupun celaka الشقاوة)) telah Allah tetapkan pula perbuatan (jalan)-nya dan jika itu dilakukan atau ditempuh maka akan mengantarkannya kepada tujuan tersebut. Barangsiapa yang melakukan perbuatan baik dan diberi pertolongan oleh Allah untuk menempuh jalan kebaikan maka ia akan sampai kepada kebaikan tersebut, dan begitu juga sebaliknya.[1]

Menurut sebagian ulama, bahwasannya yang dimaksud dengan jalan yang mudah atau dimudahkan adalah jalan yang diridai oleh Allah dan jalan yang tidak diridai oleh Allah adalah jalan yang sulit dan akan mengantarkannya kepada neraka atau celaka.

Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib dijelaskan :

مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ، مَا مِنْ نَفْسٍ مَنْفُوسَةٍ، إِلَّا وَقَدْ كَتَبَ اللهُ مَكَانَهَا مِنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، وَإِلَّا وَقَدْ كُتِبَتْ شَقِيَّةً أَوْ سَعِيدَةً

Majalah Tebuireng

“Tidak ada seorang pun dari kalian, tidak ada jiwa yang bernafas, kecuali telah Allah tetapkan kedudukannya dari surga dan neraka, dan telah ditetapkan sebagai orang yang merugi atau orang yang beruntung.”

Seorang lelaki bertanya, “Wahai Rasulullah, tidakkah kita menetapi ketentuan kita dan meninggalkan amalan?”

Beliau menjawab,

مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ، فَسَيَصِيرُ إِلَى عَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ، فَسَيَصِيرُ إِلَى عَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ

“Siapa yang termasuk kepada golongan orang-orang yang beruntung, maka dia akan mengarah kepada amalan golongan yang beruntung. Siapa yang termasuk kepada golongan orang-orang yang merugi, maka dia akan mengarah kepada amalan golongan yang merugi.”

Kemudian beliau berkata,

اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ، أَمَّا أَهْلُ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ، وَأَمَّا أَهْلُ الشَّقَاوَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ

“Beramallah, karena setiap orang akan dimudahkan. Apabila dia termasuk golongan yang beruntung, mereka akan dimudahkan kepada amalan golongan yang beruntung. Apabila dia termasuk golongan yang merugi, mereka akan dimudahkan kepada amalan golongan yang merugi.”

Kemudian beliau membaca [Al-Lail: 5-10],

Makna akan hadist ini telah dijelaskan dari berbagai macam bentuk penjelasan, salah satunya dari Ibn Mas’ud yang mengatakan bahwasannya bahagia dan celaka itu tergantung dengan amal terakhir yang dilakukan, penjelasan ini juga didukung oleh hadist nabi yang diriwayatkan oleh bukhori “إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيم”, [2]

Hadits ini mencerminkan bahwasannya Allah telah menakdirkan seseorang untuk masuk neraka maupun surga, namun bukan berarti dalam menjalani kehidupan cukup dengan pasrah saja dan meninggalkan amal sebagaimana yang dilakukan oleh aliran Jabbariyyah, ini jutru nabi menganjurkan untuk melakukan sesuatu, karena takdir itu sendiri sifatnya samar, dan hanya Allah yang tahu. Allah menetapkan segala sesuatu beserta sebabnya, dan menjadikan manusia mampu melakukan apa yang telah Allah takdirkan, meraka diberi kewenangan untuk memilih bukan dipaksa dalam melakukan segala sesuatu. Namun tetap saja semua telah Allah tetapkan.

Hadist ini juga sebagai dalil bahwasannya seorang muslim harus beriman kepada qadha dan qadar. Ini juga dibuktikan dalam beberapa kisah sahabat nabi, ada seorang sahabat yang pada saat itu belum beriman terhadap ajaran yang telah nabi bawa, sampai suatu ketika ia mendatangi nabi untuk masuk Islam dan kemudian ia ikut berperang bersama nabi dan meninggal dunia dalam keadaan belum pernah sama sekali melaksanakan amal baik seperti solat dn ibadah lainnya, namun ia mati syahid, dan Allah telah menetapkan surge bagi orang yang mati syahid.

Dalam kehidupan manusia diera yang semakin modern ini, tingkat kebutuhan hidup yang semakin mahal membuat mayoritas manusia menghabiskan banyak waktunya untuk bekerja, seoalah-olah hanya dari kerjalah mereka mampu untuk bertahan hidup. Hal inilah yang secara perlahan mendorong manusia untuk terbiasa bergantung kepada amal. Padahal, pada hakikatnya apa yang sudah menjadi rezeki meraka baik itu berupa harta maupun umur yang panjang adalah sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah.

Namun ini bukan berarti tidak harus beramal atau bekerja. Sebagai manusia yang serba terbatas, kita tidaklah mengetahui apa yang telah ditakdirkan Allah untuk kita, oleh karena itu, berikhtiar juga termasuk bentuk cerminan dari keinginan kita yang kita buktikan dan kita harapkan Allah akan mengabulkannya.

Berapa banyak orang yang bekerja dengan sangat keras namun hasilnya biasa saja, dan berapa banyak orang yang tidak berusaha keras namun memiliki hasil yang baik. Dalam qoul ulama dikatakan, sekaras apapun kita berusaha, jika hal tersebut tidaklah ditakdirkan untuk kita maka kita tidak akan mendapatkannya. Dan sehebat apapun kita menghindari sesuatu, jika hal itu telah ditakdirkan untuk kita, maka kita pun akan mendapatkannya.

Bekerja saja tidaklah baik tanpa adanya doa yang dipanjatkan kepada yang maha menentukan, begitu pula berdoa saja tanpa adanya ikhtiar adalah bentuk keinginan tanpa pembuktian. Maka bekerja dan berdoa adalah sifat seorang muslim dan mukmin yang baik. Bekerjalah sebagai manusia, dan pasrahlah sebagai hamba, yang wajib adalah ikhtiar, soal hasil tuhanlah yang menentukan.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.

[1] شرح سنن ابي داود للعباد

[2] جامع العلوم والحكم